[13] Kereta dan Namira

31 6 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

"Terkadang hubungan itu dimulai di tempat yang tidak sangka-sangka. Tanpa bisa dipahami dan bahkan tanpa bisa dicegah."


















"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





























Kereta dengan sempurna meninggalkan peron, meninggalkan kota Jakarta, meninggalkan kebisingan akan kendaraan yang tidak berkesudahan, menuju ke kota Atlas. Kota yang aman, tertib, lancar, asri dan sehat. Kota metropolitan terbesar kelima di Indonesia. Ada banyak julukan dari kota kelahirannya itu, Semarang. Mulai dari kota lumpia hingga memiliki julukan Part of Java, pelabuhan Jawa.

Abimana baru saja meletakkan tas ranselnya dan satu koper kecil punya Namira ke atas kabin. Ia menjatuhkan tubuhnya duduk di samping Namira yang masih setia menatap pemandangan gelap di luar. Perempuan itu menyenderkan kepalanya, menarik selimutnya lebih merapat ke tubuhnya.

Mereka baru berangkat setelah hari menggelap. Kesibukan Namira yang tidak bisa di kesampingkan membuat mereka memutuskan membeli tiket kereta untuk jam setengah tujuh malam. Setelah niat baiknya mendapatkan persetujuan dari ayah Namira kemarin, Abimana tidak membuang waktu lagi. Langsung meminta izin untuk membawa putri kesayangan pria paruh baya itu menemui ayahnya.

"Berapa lama kita sampai Semarang?"

Abimana menoleh, menyerahkan paper cup berisi cokelat hangat yang dibelinya tadi sebelum naik kereta ke Namira. "Tujuh jaman."

"Terima kasih," ujarnya menerima minuman itu. Dipegangnya dengan kedua tangannya sembari menghirupnya pelan-pelan. "Berarti tengah malam sampai di Semarang." Gumamnya.

"Kau kedinginan?" Abimana bertanya ketika menyadari perempuan itu rupanya menaikkan kakinya dan duduk merapat ke jendela.

Namira mengangguk, "sedikit." Perempuan itu kembali menyeduh cokelat hangatnya. "Apa yang kau bicarakan kemarin dengan ayah hingga sampai tengah malam begitu?"

Problematika Orang Dewasa [Vol.2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang