[14] Ayah dan Namira

25 5 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

"Aku dan kau dipertemukan dalam waktu yang tidak terduga, yang tidak disangka-sangka. Satu hal yang harus kau tahu, pertemuan waktu itu merupakan hal yang tidak pernah aku sesali sama sekali."











Sekitar pukul sembilan pagi, Abimana duduk di meja bar menghadap ke taman belakang. Kopi hitam sudah tersaji dengan apik di depannya, sedang menunggu sarapan yang dibuat Kara di pantry. Cuaca pagi ini mendung dan dingin. Tidak turun hujan hanya gelap menyeruak digumpalan awan. Lama ia nyalang menatap ke arah bunga-bunga satu jenis yang tumbuh segar. Tanaman ibunya sepertinya masih dirawat dengan baik oleh ayahnya.

Dulu, ibunya itu setiap pagi menyiraminya. Kemudian, memotong tangkai atau daun yang layu ketika menjelang sore. Kegiatan yang rutin ibunya lakukan setiap hari. Dan ketika ditanya, perempuan yang memiliki lesung pipi di kedua pipinya itu akan menjawab jika itu pengalihannya akan rasa sepi, mengingat dirinya dan Kara yang tidak tinggal dirumah.

Hanya ada satu tanaman di taman yang cukup besar itu. Bunga lily putih yang ibunya bilang melambangkan kesucian. Ibunya menyukai bunga itu karena terlihat menawan dan baunya yang harum semerbak. Bunga lily itu terlihat indah di taman belakang rumahnya.

Abimana tahu, ibunya pertama kali mendapatkan bunga lily putih itu dari Kara. Waktu itu, pria itu menangis tersedu-sedu ketika pulang dari sekolah. Sembari memeluk lily putih yang hampir melayu, ia berteriak jika dirinya habis ditolak oleh sang pujaan hati. Abimana melihat semuanya, ia saat itu duduk di ruang tamu, memperhatikan drama sore yang dibuat pria ingusan itu. Kara menangis sembari memeluk ibunya dan berkata jika bunganya layu seperti hatinya.

Abimana bahkan tidak melupakan tawa menggelegarnya, lalu pelototan tajam ibunya. Dengan lembut, ibunya mengusap punggung pria itu dan mengambil bunga lily itu. Kemudian, membawanya ketaman belakang, menanamnya. Kata ibunya, bunga lily memiliki arti murni, bersih, dan suci.

Namun, keesokan paginya rupanya bunga itu mati, tidak mampu bertahan lebih lama. Ibunya tersenyum getir merasa sedih karena itu merupakan tanaman pertamanya setelah satu bulan mereka pindah kekawasan ini. Kara yang melihat kesedihan ibunya, kembali meminta setangkai kepada tetangga beberapa rumah dari mereka, dan itu terus berlangsung setiap hari. Pria ingusan itu setiap sepulang sekolah selalu membawa setangkai bunga tersebut dan bersama-sama menanamnya. Sampai di hari kelima, ibunya melarangnya untuk meminta lagi karena bunga lily mereka sudah cukup dan percaya akan tumbuh subur dan lebat.

Seperti hari ini. Bu, bunga lily ibu terlihat sangat cantik. Tumbuh subur dan harum. Mas suka melihatnya.

"Cantik, mas."

Problematika Orang Dewasa [Vol.2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang