.
.
.
"Hubungan lama atau tidaknya juga tidak menjamin sampai ke jenjang pernikahan."
Abimana menghentikan mobilnya di parkiran depan bangunan dua lantai bergaya vintage. Bangunan tua yang sudah di renovasi dan dijadikan sebuah kafe. Di depan pintu besar yang di sekelilingi dengan jendela kaca terpampang begitu besar nama Cocoa Cafe. Langkahnya semakin lebar memasuki kafe dan bergegas menyusuri setiap sudutnya seolah mencari sesuatu.
"Aku tidak melihatmu seharian dikantor. Kau lagi rapat diluar?"
Abimana membawa dirinya ke meja di tengah. Siang hari ini, kafe begitu penuh. Meja hampir semuanya terisi, menyisakan dua meja yang masih kosong di tengah-tengah. Ia memindahkan ponselnya dari telinga kanan ke telinga kirinya. "Tidak. Aku ambil cuti 2 hari mau ke Semarang."
"Sudah sampai?"
"Belum. Aku mampir ke Jakarta sebentar," ujarnya. "Sore naik kereta ke Semarang."
"Hah," terdengar suara keras Juna di seberang sana sebelum suara ketus pria itu lontarkan. "Ngapain?"
"Kepo."
Juna terkekeh, "jadi, beneran mau nemui itu perempuan?" tanyanya. "Sepertinya ada yang siap buat ngelamar nih."
Abimana mendengus, "berisik." Ia menggeleng sembari tersenyum canggung menunjukkan ponselnya ke arah pelayan yang tiba-tiba berdiri di sampingnya dengan ekspresi kebingungan. Kemudian, ia dengan cepat menunjuk acak salah satu minuman di buku menu yang tergeletak di mejanya.
"Bim beneran?" Juna bertanya seolah tidak yakin. "Gak lagi bercanda kan?"
Abimana membuang nafasnya kesal, "emang aku pernah bercanda?" Ia malah balik bertanya. "Terlebih hal seperti ini,"
Juna meringis menyadari Abimana adalah pria dingin yang selalu bersikap serius, "ya kau benar. Aku hanya masih belum percaya," gumamnya. "Kalau misalnya ditolak, gimana?" suara Juna kembali terdengar, lebih terdengar mengejek tepatnya.
Abimana menjatuhkan tubuhnya ke kursi dengan lesu. Ia baru saja sampai ke Jakarta dan langsung mengemudi dari hotelnya ke kafe ini hanya untuk menemui perempuan itu. Untuk mengungkapkan keinginannya belakangan ini. Ia terlalu bersemangat untuk mempersiapkan semuanya hingga melupakan satu hal, ucapan Juna, jawaban Namira.
Bagaimana jika Namira menolaknya?
"Kau yakin dia bakal nolak?" Abimana juga tidak tahu bagaimana bisa pertanyaan itu malah keluar dari mulutnya. Ia hanya berusaha untuk tetap berpikiran positif ditengah kegusaran hatinya yang meningkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Problematika Orang Dewasa [Vol.2]
Romansa[Sebenarnya apa permasalahan yang lebih pelik di alami orang dewasa?] Abimana Hanenda tidak pernah mengerti kenapa pekerjaannya yang sudah bagus ini tidak bisa membuat ayahnya merasa bahagia. Akhirnya, ia menyadari keputusannya tidak menuruti keingi...