.
.
.
"Hubungan itu antara dua orang yang bertanggung jawab satu sama lain. Hubungan itu membutuhkan kerja."
Pagi tadi, ia berpapasan dengan Juna yang keluar dari lift, teman dekatnya sedari awal masuk ke perusahaan ini. Pria yang baru menikah beberapa bulan itu tampak bahagia ketika melangkah menghampiri Abimana, menjegat dirinya dan menariknya ke pantry yang terletak di sisi kiri ruangan lantai 5 tersebut. Pria itu mengambil cangkir yang menggantung di atas kabinet, menyiapkan dua gelas jasmine tea yang dibawanya dari rumah dan langsung menyerahkan kepadanya.
Abimana menurut meskipun tidak bisa menghilangkan kerutan mendalam di dahinya. Ia sentuh bibir cangkir dengan gerakan memutar, menunggu Juna untuk segera angkat bicara. Tapi, tak juga bersuara.
"Kenapa?"
"Kenapa apanya?"
"Kau tidak pernah begini?"
"Begini apanya?" Juna mengerut bingung, lalu mulai menyadari, "aku hanya ingin kau menyicip minuman yang dibuat istriku." tambahnya sembari mengangkat botol kaca yang menyisakan setengah isinya lagi.
Abimana menggerutu pelan, tak urung ia ikut menyesap pelan minumannya. Ketika Juna mulai menuangkan minuman ke gelas tadi ia sudah bisa mencium aroma harum yang kuat. Dan ketika menyecap, rasa manis memenuhi indera pengecapnya.
"Bagaimana?"
"Manis." Abimana mengangkat kepalanya, "cukup manis."
"Ini teh melati," ujarnya. "Meira selalu membuatnya setiap pagi." Juna mengangkat gelasnya, menghirup pelan-pelan, seolah dengan begitu menambah kenikmatan minuman tersebut. Ia tertawa bahagia setelahnya, "buruan nikah gih. Kau akan mengalami seperti aku."
"Memangnya apa yang kau alami?"
"Aku bahagia."
Abimana mendengus, "pernikahanmu masih 3 bulan, wajar masih bahagia-bahagianya."
"Setan," tukas Juna. "Eh. Tapi aku serius nikah itu enak. Meskipun kita tidak bisa menapik ada gak enaknya juga."
"Jadi, enak atau enggak? Gak konsisten banget." Abimana meletakkan gelas kosongnya. Ia turun dari stool chair dan bergerak membawa gelas ke arah wastafel.
"Enaknya kalau lagi romantis-romantisnya dan gak enak kalau lagi berantem." Juna memutar 90° tubuhnya, memposisikan dirinya sempurna menghadap Abimana yang sedang mencuci gelasnya. "Kau tidak tahu betapa indahnya pagimu ketika melihat istrimu membuatkan sarapan," gumamnya, "belum lagi ketika pulang kerja, ahh capeknya langsung hilang melihat istrimu menyambutmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Problematika Orang Dewasa [Vol.2]
Romansa[Sebenarnya apa permasalahan yang lebih pelik di alami orang dewasa?] Abimana Hanenda tidak pernah mengerti kenapa pekerjaannya yang sudah bagus ini tidak bisa membuat ayahnya merasa bahagia. Akhirnya, ia menyadari keputusannya tidak menuruti keingi...