Narasi | 8 [END]

45 1 0
                                    

Ini merupakan narasi kedelapan atau menjadi narasi terakhir yang ada di au After Marriage

***

Matahari terbit di ufuk timur, memancarkan sinarnya seharian penuh. Lalu, menengelamkan dirinya di batas garis cakrawala, bergantian dengan rembulan yang menyinari langit malam yang kelabu. Berulang-ulang kali, berputar-putar mengikuti cara kerjanya dunia ini. Waktu yang terus berjalan itu, meninggalkan banyak sekali adegan. Banyak hal yang didapatkan dan tidak serta merta banyak pula yang dilepaskan. Hidup bukan hanya tentang bahagia, tapi juga tentang kesedihan.

Selaras dengan kata orang, pernikahan itu bak mengarungi lautan yang lepas. Perahunya tidak mungkin berlayar dengan mudah. Akan ada banyak hambatan yang menghampiri. Berawal dari gelombang-gelombang kecil, pada angin yang berhembus tidak kuat tapi mampu sedikit mengoyangkan perahu, dan hingga berujung pada konflik yang besar. Angin yang kencang menerpa sehingga memicu ombak yang hebat dan akan hancur tenggelam jika tidak bisa dikemudikan dengan baik oleh nahkodanya.

Namira tahu ketika dia memutuskan untuk menikah, perjalanannya tidak akan semudah itu. Namun, dia selalu bersyukur di samping banyak orang yang memberinya tekanan, akan ada orang-orang yang mendukungnya pula, yang siap berdiri di belakangnya, membantu mendorongnya untuk tetap bertahan. Atau mungkin yang dengan berani berdiri di depannya, menjadi tamengnya untuk menghadapi dunia yang berat ini. Satu kesimpulan, dia tidak menyesal waktu itu mengambil langkah maju untuk memulai hubungan suatu pernikahan. Sebab, rasa kekhawatirannya yang dulu-dulu sesungguhnya tidak benar-benar terjadi. Sekalipun dia akan menghadapi itu, dia tahu ada orang-orang di sisinya yang akan menopang dan membantunya melewatinya.

Sesederhana kalimat yang pernah di dengarnya. Namun, begitu luar biasa untuknya. Kalimat itu yang membantunya untuk tetap berdiri tegak. Namira membenarkan kiasan itu, bahwa dia memang tidak akan pernah bisa menutup mulut semua orang dengan hanya dua tangannya. Tapi, dia bisa merubah haluan kedua tangannya untuk menutup telinganya, untuk menghalangi hal-hal buruk masuk dalam pendengarannya dan menyakitinya.

Cerita ini berakhir di sini. Berakhir pada Namira yang bersyukur dan bersyukur akan hidup yang diberikan sang pencipta padanya. Akan semua sakit, derita, kecewa, sedih, dan bahagia untuknya. Untuk semua perjalanan hidupnya yang tidak mulus ini, dia mensyukurinya.

***

Problematika Orang Dewasa [Vol.2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang