.
.
.
"Ada yang bilang jangan membuang waktu dengan sia-sia untuk menjelaskan. Orang hanya mau mendengar apa yang mereka ingin dengar."
Abimana cuma bisa duduk terdiam sembari mematri pandangannya ke arah paper cup yang berisi kopi hitamnya. Ia tidak benar-benar mendengarkan Juna yang di depan sana sedang menjelaskan proyek besar mereka. Gerakan tangannya memutar sepanjang bibir paper cup, tidak berniat untuk meminumnya, tapi tidak pula mengabaikan benda itu.
Ruang pertemuan yang berukuran 15m2 itu gelap dan terasa begitu dingin. Bukan karena air conditioner yang terus menyala selama hampir 2 jam. Tapi, lebih ke arah suasana serius yang dibangun orang-orang yang duduk berhadap-hadapan dimeja oval ini. Semua terlihat fokus mendengarkan paparan Juna. Hanya suara pria sipit itu yang mendominasi dan sesekali akan bersambut dengan suara lain yang mencoba untuk sekadar bertanya.
Slide demi slide terlewati seirama pada cahaya yang bergerak-gerak didepan sana. Padahal rapat siang menuju sore ini hanya dihadiri pihak perusahaan mereka, hanya rapat santai membahas kelanjutan apa-apa yang harus mereka mulai kerjakan setelah menyelesaikan penandatangan kontrak minggu lalu. Tapi, sepertinya memang hanya Abimana yang beranggapan seperti itu. Tidak untuk beberapa orang yang duduk menghadap kearah layar proyektor yang masih menyala, memusatkan perhatian sepenuh hati ke arah tersebut.
Kemudian, ketika slide persentasi mati, lampu yang sebelumnya dipadamkan, dinyalakan. Semua peserta meeting yang sebelumnya memutar kursi kearah layar proyektor berubah menghadap meja. Menunggu tanggapan lanjutan dari sang presentator sore ini.
Juna bergerak merapatkan diri ke meja. Ia pegang pinggiran meja sembari menatap bergantian orang-orang yang ada disana. "Masalah berkas sudah diselesaikan, termasuk penandatanganan kontrak." Tuturnya. "Jadi, sesuai schedule yang sudah ditetapkan yaitu 2 tahun adalah batas kita untuk menyelesaikan proyek ini." Ia menoleh ke arah Abimana, terdiam cukup lama sebelum kembali memusatkan perhatiannya pada orang-orang yang sedang mendengarkan. "Tapi, saya dan Abimana memiliki target tersendiri untuk menyelesaikan proyek ini sebelum batas waktu maksimal yang sudah diputuskan." tegasnya. "Benar bukan Abimana?"
Abimana tersentak, lalu bergerak mengubah posisi duduknya untuk lebih terlihat tegap. Ia mengangguk sekali, "ya. 2 tahun merupakan target maksimal kita dan saya mau sebisa mungkin semua selesai sebelum batas tersebut." Balasnya tegas.
Meskipun ia tidak mengikuti serius jalan rapat kali ini, ia tetap masih mendengar. Telinganya masih bisa menerima dengan baik apa saja yang sudah dipaparkan pria yang memiliki mata sipit itu. Dan ketika ia menoleh ke arah Juna, pria itu malah menatapnya tajam dan memberikan dengusan kesalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Problematika Orang Dewasa [Vol.2]
Romance[Sebenarnya apa permasalahan yang lebih pelik di alami orang dewasa?] Abimana Hanenda tidak pernah mengerti kenapa pekerjaannya yang sudah bagus ini tidak bisa membuat ayahnya merasa bahagia. Akhirnya, ia menyadari keputusannya tidak menuruti keingi...