.
.
.
"Katanya, kebahagiaan itu bukan terletak di tempat tujuan, melainkan dalam proses perjalanan."
Setelah mengenal Namira, selepas melamar perempuan itu, tingkat keseringan Abimana datang ke Jakarta melonjak naik. Dalam sebulan ia bisa 2 sampai 3 kali datang ke Jakarta. Seperti halnya hari ini, setelah dua minggu lalu dirinya baru pulang dari Jakarta, akhir pekan ini kembali membuatnya terbang ke kota metropolitan terbesar di Indonesia. Kota yang di juluki sebagai The Big Durian karena dianggap setara dengan New York City (Big Apple) di Indonesia.
Akhir pekan yang biasanya ia habiskan untuk bersantai di apartemennya kembali di rampas hanya untuk menemani Namira menghadiri acara lamaran sahabatnya, Arania. Meskipun begitu, Abimana tidak mempermasalahkan hal itu. Katanya, akan lebih baik dirinya ikut menemani Namira, ketimbang membiarkan perempuan itu pergi sendirian ke Bandung.
Jadi, setelah 2 jam tiba di Jakarta, mereka memutuskan berangkat ke Bandung pukul 10 pagi, menggunakan mobil Namira. Seharusnya ia merencanakan jum'at malam untuk flight ke Jakarta, setidaknya ia bisa istirahat. Tapi, karena ada perayaan dari kantornya membuat semuanya di batalkan dan menjadi sabtu pagi.
Jelas, ia lelah saat ini. Tapi, sekali lagi, mengizinkan Namira sendirian pergi ke Bandung tidak membuatnya nyaman. Tidak apa. Mereka sudah di pertengahan perjalanan, tidak lama lagi mereka juga akan sampai. Dan mendengar suara celotehan Namira juga merupakan hal yang menyenangkan.
Makin ke sini Abimana menyadari, Namira rupanya banyak bicara juga. Dari mereka memasuki tol Cipularang, ada saja yang menjadi bahan pembicaraan perempuan itu. Mulai dari pekerjaannya yang lagi sibuk-sibuknya belakangan ini hingga tiba-tiba Namira menceritakan awal perkenalan dirinya dan Arania sehingga membuat mereka menjadi teman dekat sekarang.
"Ara itu terkadang nyebelin dan orangnya super aneh."
Abimana menoleh sekilas sembari mengernyit, "aneh kenapa?"
"Ya tingkahnya yang kadang aneh. Aku hampir-hampir tidak bisa mengimbangi ke randomannya." Namira berkata dengan semangat. "Dia itu tidak bisa ditebak. Tiba-tiba datang ke rumah hanya untuk menemaninya makan mie goreng."
"Mungkin dia tidak mau makan sendiri sehingga mengajakmu makan di luar."
"Akan lebih masuk akal jika begitu," Namira menggeleng. "Dia tidak mengajakku untuk makan di luar. Ara malah menyuruhku memasak untuknya. Di rumahku."
Abimana terkekeh, "bisa begitu ya,"
"Anak itu memang aneh." Namira ikut tertawa. "Pernah waktu itu dia tiba-tiba nangis gedor-gedor pintu kamarku sampai ibu ikut khawatir melihatnya," ia memajukan tubuhnya untuk mengambil tisu di dasbor, mengelap keringatnya di dahi. "Kau tau alasannya kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Problematika Orang Dewasa [Vol.2]
Romance[Sebenarnya apa permasalahan yang lebih pelik di alami orang dewasa?] Abimana Hanenda tidak pernah mengerti kenapa pekerjaannya yang sudah bagus ini tidak bisa membuat ayahnya merasa bahagia. Akhirnya, ia menyadari keputusannya tidak menuruti keingi...