Bab 6

2.6K 116 1
                                    

"Makasih mas. Aku masuk dulu"
"Mami, Papi, Dewi masuk dulu"

"Bye ma" kata Radit dan Rafi. Biasa di hari weekend, kedua putranya akan menginap di rumah Opa Omanya. Setelah bercerai, Herman yang memilih pergi dari rumah dan tinggal dirumah orang tuanya. Herman tidak tega jika anak dan mantan istrinya yang pergi, meskipun dia tahu dengan jelas Dewi bisa membeli rumah yang sama atau bahkan lebih besar.

Dari hasil pabrik tekstil warisan kedua orang tua Dewi dia tahu anaknya tidak akan kekurangan biaya. Tapi kedua putranya sangat merindukan masa-masa bersama mereka.

Andai anak pembawa masah itu tidak hadir, ini tidak akan terjadi. Geram Herman

➖➖➖

Setelah makan malam di restoran tersebut membuat Dewi berfikir, bagaimana nanti jika Herman menikah dengan wanita lain? Bagaimana jika mereka memiliki anak? Apakah Herman masih menyanyangi Rafa dan Radit?

Dewi takut, anaknya akan merasa kehilangan sosok ayahnya, jika hari itu tiba. Dewi berdoa semoga semua masalah ini ada jalan keluar untuk semuanya. Terutama Syifa. Sejak lahir sampai saat ini, Syifa bahkan tidak memiliki kasih sayang dari ayahnya.

➖➖➖

Syifa mau ikut mama lagi kebutik? Hari ini lihat mama jahit yuk?

Setengah jam Syifa antusias melihat ibunya menjahit membuat Syifa capek.

"Syifa capek? Bisa istirahat diruangan mama. Disana ada ipad, bisa buat Syifa main atau gambar. Tapi Syifa jangan pergi kemana, oke?"

"Oe" Dewi terkekeh pelan

"Mbak nara, tolong anterin Syifa keruangan saya ya"

"Baik bu"

Di butik Dewi, semua orang sudah tahu bahwa dia memiliki anak kebutuhan khusus. Tapi mereka bangga karena Dewi bisa membimbing Syifa karena dengan keterbatasan yang Syifa miliki. Syifa mempunyai kelebihan yang tidak semua orang miliki. Mereka juga menyayangkan mengapa keluarga ayahnya tidak bisa menerima Syifa, padahal jika dilihat fisik Syifa merupakan gadis cantik dan baik. Ahh sudah lah, hidup ini memang memiliki kendalanya sendiri

➖➖➖

"Dila, tadi kamu udah anterin makan siang untuk Syifa kan?"

"Sudah bu. Sudah habis, Syifa pinter"

"Makasih ya. Tadi Syifa main apa?"

"Iya bu. Tadi pas saya liat, Syifa gambar-gambar seperti biasa bu"

Dewi buru-buru menyelesaikan pekerjaannya agar bisa segera pulang. Dewi tahu Syifa pasti sangat capek, meskpun dia tahu Syifa bisa tidur di sofa panjang yang biasa ia gunakan untuk tidur. Tapi saat ini berbeda, Syifa anak kecil. Dia butuh istirahat yang cukup. Sebenarnya Dewi bisa saja menyerahkan pekerjaan ini kepada pegawainya, tapi karena kebetulan pesananan sedang banyak. Dan juga model dan bahan dari pekerjaan ini susah, Dewi merasa perlu membantu. Biarkan pegawai yang lain mengurusi pekerjaan yang lain.

➖➖➖

Tok... Tok... Tok...
Tidak ada sahutan dibalik pintu, akhinya Dewi menerobos masuk. Dewi memang membiasakan nengetuk pintu meskipun masuk di kamar anaknya.

Dewi melihat Syifa tertidur pulas dengan gambar pakaian laki-laki maupin perempuan yang ia buat. Dewi meringis sedih menahan tangis saat melihat gambar terakhir yang di buat Syifa. Gambar keluarga bahagia dengan 2 anak laki-laki dan 1 perempuan. Dia tahu, dia mencoba menggambarkan ayah dan kedua kakaknya.

"Maafin mama yang nggak bisa buat keluarga bahagia buat kamu Dek, kita doakan ya.. Papa, Opa, Oma, Abang bisa menerima kamu, menemani kamu. Dan semoga mama bisa mendampingi syifa terus"
"Jika ini kamu tidak bisa merasakan kehidupan keluarga bahagia. Semoga kamu memilikinya sendiri. Laki-laki yang menerima kamu, mencintai kamu dan melindungi kamu. Aamiin"
Tangis Dewi pecah seketika

"Ma.. napa nanis?"

"Hmm, nggak apa, mama capek. Pulang yuk. Udah ada mbak karin siapin mobil". Dewi memiliki sopir pribadi perempuan, karena terkadang dia capek dan dia pikir dia butuh supir untuk bisa menemaninya.




Selamat hari raya idul fitri, mohon maaf lahir dan batin 🙏🏻🙏🏻

Salahkah bila berbeda?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang