Bab 13

2K 96 0
                                        

Setelah kejadian hari itu, membuat Syifa dan Bima semakin dekat. Setiap Bima kerumah Rafa, dia akan menyempatkan untuk bertemu Syifa. Dan Syifa memenuhi janjinya untuk membuatkannya sket baju untuknya. Bahkan Syifa memberikan baju buatannya kepada Bima. Bima tidak pernah menyangka jika Syifa akan memberikan baju buatannya, meski masih kecil. Syifa telah menunjukkan bakatnya, dan Bima sangat kagum terhadap Syifa.

"Api ini yan jahi kan aku" (tapi ini yang jahit bukan aku)

"Nggak masalah, Syif. Tapi desain dan warnya aku suka. Thanks ya" ucap Bima dengan senyum menawannya. Bagi Syifa, Bima sama seperti seorang kakak. Dia menyayangi Bima sama seperti dia menyayangi Rafa dan Radit.

"Bim, ayo cepet masuk. Lama banget Lo" suara Rafa menginterupsi kegiatan Syifa dan Bima. Sebenarnya Rafa tidak masalah Syifa dekat dengan Bima karena dia tahu temannya itu lelaki yang baik. Tapi Rafa sadar adiknya itu tidak bisa bicara, bagaimana jika seluruh dunia akan menjelekkannya. Lebih dari itu, Bima juga sudah memiliki pacar, meskipun sejujurnya lebih cantik Syifa. Tapi Sarah, pacar Bima itu tidak memiliki kekurangan seperti Syifa.

"Aku masuk dulu ya, sebelum nanti kakakmu jadi singa" gurau Bima. Syifa tersenyum dan mengangguk sebagai jawaban.

➖➖➖

Rafa dan Bima keluar dari kamar dan mendapati Syifa bersama Radit berada di ruang keluarga sedang duduk di Karpet sambil bersender di sofa. Rafa tau Bima memperhatikan Syifa sejak mereka turun dari tangga. Rafa hanya diam saja melihat hal itu.

Rafa berjalan berlawanan arah dari ruang keluarga menuju pantry diikiti Bima. Rafa mengambil minuman dingin untuk Bima dan juga untuk dirinya sendiri.

Rafa diam sesaat karena teringat saat tadi di lapangan, Sarah selalu melihat memandangnya. Rafa tidak ingin sok tau, tapi memang seperti itu. Bahkan saat Sarah menghampiri Bima, Sarah sesekali mencuri pandang kearah Rafa. Rafa tau Sarah memang cantik, tapi dia tidak tertarik dengan perempuan seperti Sarah.

"Raf, Lo udah berapa lama pacaran sama Sarah?"

"Hmm.. 6 bulan, kenapa Raf? Tumben nanya gitu?"

"Nggak, Gue cuma nanya"

"Lo mau pacaran ya?"

"Nggak apaan sih, males Gue harus ngabarin setiap saat harus anter jemput harus ini itu. Ntar kalau Gue udah siap baru pacaran"

Mereke diam sesaat dengan pikiran masing-masing. Bima tahu Rafa memang tidak terlalu suka diatur, dia orang yang bebas melakukan apapun. Sebenarnya Rafa pernah hampir berpacaran dengan salah satu teman kelas mereka tapi karena baru pdkt saja, perempuan itu sudah banyak mengatur dan selalu menghantuinya dengan pesan atau telpon membuat Rafa tidak mau lagi mencoba. Lebih baik berteman dulu saat ini.

Bima tersenyum saat memperhatikan keakraban Radit dan Syifa. Syifa memang jarang berbicara karena tahu kekurangannya, tapi Radit selalu mencoba menghidupkan suasana membuat senyum Syifa terbit dengan sangat cantik.

"Lo ngapain senyum-senyum Bim?" Tidak ada jawaban dari Bima karena dia tengah asyik memperhatikan keduanya. Sehingga Rafa menyenggol sedikit lengan Bima membuat Bima tersadar "Apa Raf?"

"Nggak" jawaban galak Rafa tak di hiraukan Bima.

Hingga

Pyarr.... Karena kejahilan Radit, Syifa tanpa sengaja memecahkan gelas yang ada didekatnya. Buru-buru Bima menghampiri Syifa. Dan Rafa memperhatikan setiap aktivitas yang dilakukan Bima terhadap Syifa.

"Syif, jangan deket-deket. Tetep disitu, nanti kaki kamu kena. Udah biar mbak Ginem aja yang beresin. Bentar aku minta tolong Mbak" Kata Radit. Karena merasa bersalah telah memecahkan gelas, Syifa berusaha mencari sapu dan serokan, tapi Syifa malah terkena pecahan gelas yang ada.

"Kamu kenapa keras kepala banget sih? Berdarah ini" kata Bima membuat Rafa buru mendekat.

"Syifa, Lo tuh emang nggak bisa di bilangi ya. Udah Radit suruh cukup duduk Lo malah ngeyel ambil sapu sama serokan. Berdarah kan Lo" seru Rafa membuat Syifa takut.

Bima menghuraukan terikan Rafa segera menggendong Syifa. Sepertinya pecahan gelas yang masuk ke kakinya cukup dalam sehingga darah yang keluar juga cukup banyak.

Radit yang mendengar suara ribut segera berlari menghampiri adiknya. Radit melihat syifa duduk di sofa dengan Bima berada di sampingnya "Syifa, kamu berdarah. Aduh, kan kakak udah bilang kamu duduk aja". Radit baru akan mengambilkan kotak p3k, Rafa sudah menyerahkan kotak obat tersebut ke Radit. "Ini gak terlalu dalem, tapi mungkin kamu bakal kesakitan saat jalan"

"Mas Radit dek Syifanya nggak apa kan? Nanti takutnya ibu sama bapak marah"

"Ini nggak dalem kok lukanya, jadi nggak perlu dijahit juga. Udah di beresin kan mbak bekas pecahan gelasnya? Jangan sampe ada pecahan kecil mbak"

"Udah mas, insyaallah sudah bersih, aman. Saya, pulang dulu ya mas." Semua asisten rumah tangga di rumah ini memang tidak ada yang tidur di rumah.

"Iya mbak"

Mereka berdiam dengan pemikiran masing-masing. Hingga suara Dewi memecah keheningan diantara mereka berempat.

"Syifa, ini mama bawain makanan kesukaan kamu"

Syifa menuju meja makan dengan dibantu Radit. Dewi tidak sadar karena tengah asyik menyiapkan makanan.

"Kok kaki kamu di perban nak?" Panik Herman dari arah belakang. "Kenapa? Sakit apa ini? Tadi pagi kayaknya masih baik kok" Dewi tidak sepanik suaminya karena jika dilihat kaki putrinya ini tidak begitu parah. Ketiga laki-laki itu saling berpandangan karena bingung menjawab apa.

"Nda apa pa" jawab Syifa dengan senyum. Herman memandang tajam ketiga laki-laki tersebut.

"Tadi nggak sengaja pa, kena... Hmmm pecahan gelas, tapi nggak parah kok pa" jawab Radit

"Kok bisa?" Herman mulai naik darah

"Pa, udah, lagian Syifa nggak apa" Dewi membuat Herman tenang. Herman menghembuskan nafas lalu menghampiri Syifa dan mencium kening Syifa.

"Ayo semua duduk, makan dulu" ajak Dewi.

Salahkah bila berbeda?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang