Bab 14

1.9K 83 2
                                    

Tahun ini Syifa memasuki sekolah menengah pertama (SMP) dan Rafa masuk bangku perkuliahan. Dewi sebagai ibu sebenarnya menginginkan sekolah terbaik untuk anaknya. Dewi memiliki niatan untuk memasukkan Syifa kesekolah biasa, agar Syifa bergaul dan memiliki teman sebayanya. Tapi dia teringat jika di sekolah biasanya itu akan sulit bagi Syifa, karena syifa memiliki kekurangan dalam hal berbicara. Meskipun Syifa cerdas dan bisa mengikuti perkataan yang dijelaskan guru nantinya. Tapi Syifa perkataan Syifa tidak begitu jelas. Dewi takut Syifa akan membuat tekanan bagi Syifa.

Herman sebagai ayahnya juga menginginkan hal yang terbaik untuk anaknya. Kali ini dia memiliki pemikiran untuk menyekolahkan Syifa di homeschooling. Orang tua bisa memantau pendidikan anaknya dan Syifa mendapatkan pendidikan yang setara dengan sekolah pada biasanya. Dewi setuju akan ide Herman. Tinggal putra pertamanya, sebenarnya Dewi tau bahwa putranya itu ingin menempuh pendidikan di luar negeri supaya bisa memilih double degree. Baik dewi dan Herman mendukung keputusan dari Rafa, sebagai orang tua selama itu baik dan mereka masih mampu mereka akan memberikan yang terbaik untuk anak mereka.

➖➖➖

"Jadi ambil double degree bang?" Herman menghampiri Rafa yang sedang bermain game di snartphonenya

"Jadi pa, pengumumannya dua minggu lagi. Kalau nggak keterima kuliah biasa aja pa"

"Nggak masalah bang, kalau memang nggak keterima berarti bukan rezeki. Semangat" kata herman sembari menepuk pundak putranya

"Syifa jadinya homeschooling pa?" Meskipun terkesan masih cuek dengan adik bungsunya, tapi saat ini Rafa sudah mau menanyakan kabar Syifa.

"Iya bang" Rafa mengangguk mengerti dari jawaban ayahnya.

➖➖➖

"Ma, pa, Rafa keterima" seru Rafa setelah mendapat kabar bahwa dia diterima di program double degree.

Dewi memeluk erat Rafa dengan bangga "Syukurlah, mama yakin kamu pasti bisa bang" dan mencium kening Rafa.

"Nanti malam kita makan malam di luar aja, sekalian ajak opa dan oma" kata Herman

"Siap pa, biar aku yang jemput" kata Radit bangga karena tahun ini dia memiliki SIM A.

➖➖➖

"Cucu opa mau kuliah di luar negeri?"

"Iya, tapi setelah 2 tahun kuliah di sini opa. Jadi masih lumayan lama sebenarnya" jawab Rafa

"Nanti abang lanjut s2 disana sekalian?" Tanya Radit spontan membuat para orang tua menatap kearahnya. "Kenapa kok pada liatin aku sih? Abang nggak ada niatan lanjutin s2 sekalian di luar?" Radit ini memang cukup kepo dan spontan. Lalu para orang tua menatap kearah Rafa menuntut jawaban

"Ya... Sebenarnya pingen sekalian sih lanjut s2 disana, itupun kalau mama dan papa juga mengizinkan" jelas Rafa.

"Papa sih setuju saja, tapi nanti bakalan lama dong disana?"

"Kan kita bisa kesana sekalian liburan pa" antusias Radit

"Mama sebenarnya juga setuju tapi berat juga melepas anak kesayangan mama ini keluar negeri dengan waktu yang lama" sedih Dewi. Rafa segera menghampiri ibunya dan memeluk erat.

"Kan sekarang udah jaman digital ma, kita bisa sering video call. Izinin Rafa ya ma" sambil mencium pipi sang mama.

"Iya bang, mama izinin kok. Kamu disana hati-hari. Jangan jadi nakal" nasehat Dewi

"Iya ma, tenang aja. Lagian aku kan harus kuliah dulu disini selama 2 tahun. Ke luar negeriku masih lama" jelas Rafa.

➖➖➖

Setelah memasuki bangku kuliah, Rafa dan Bima jarang bersama. Yang biasaya setiap hari main dan bertemu saja susah. Meskipun mereka berdua di jurusan yang sama, tapi karena Rafa memilih program double degree dia menjadi lebih sibuk dan mata kuliah yang ambil pun juga berbeda. Tetapi mereka masih menyempatkan bersama saat ada waktu senggang, entah sekedar minum di kantin atau membeli buku. Mereka sudah seperti anak kembar yang sulit di pisahkan.

"Oh, Lo mau cari buku ini Bim? Gue ada tuh dirumah, ntar Lo pinjem aja"

"Nggak Lo pakek Raf?"

"Gue pakeknya masih hari jumat depan, jadi ini Lo bisa pinjem dulu"

"Oke, ntar Gue mampir kerumah Lo"

➖➖➖

"Mas Bima udah lama nggak main kesini, masuk mas" kata Mbak Ginem.

"Iya mbak, makasih"

Seperti biasa, Bima segera menuju kamar Bima. Tapi kali ini dia mencari sosok Syifa, kangen rasanya udah lama dia tidak bertemu Syifa. Bima menemukan Syifa berada di ruang keluarga bersama kedua orang tuanya dan Radit. Bima menghampiri mereka untuk menyapa orang tua Rafa sekalian melihat Syifa, karena setiap Bima melihat Syifa selalu seperti ada magnet yang menarik dirinya untuk menghampiri Syifa.

"Siang Om, Tante" sapa Bima sopan sambil menyalami keduanya.

"Eh Bima, tumben hari Minggu kesini. Kayak udah lama ya kamu jarang main kesini"

"Hehe.. iya tante, ini mau pinjem buku Rafa"

"Naik aja, Rafa mungkin masih tidur. Bangunin sekalian ya."

"Iya tante, saya naik dulu. Permisi Om, Tante" ucap Bima sambil mencuri pandang kearah Syifa.

Salahkah bila berbeda?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang