27. FG

639 129 139
                                    

27. Favorite Girl
____________________

Jian mengintip sesekali bagaimana Rise mengontrol kepalanya yang terkantuk sekaligus menerima pembahasan Xaveri.

"Jian? Udah ngerti?"

Jian menoleh- mendapati Tian dan Doni dalam kondisi mata sayu. Keduanya berkolaborasi mengajarinya setelah ia menolak Yudha yang mengatakan mampu mengajarinya.

"Udah bang."

Lalu kembali menatap Rise.
Sosok gadis yang ia ucap sebagai kakak namun tidak pernah ia maknai kata itu sejak SMP.

💚💚💚

FLASHBACK...

"Kak Japlan yang jadi papha-nya!"

Rise kecil- berusia 6 tahun merengek pada pemuda tetangga yang lebih tua 7 tahun darinya. Putra sulung keluarga Sungkara itu menatap sebal anak gadis sebelahnya. Ia harusnya bisa pergi bermain dengan temannya jika bukan karena gadis itu ingin bermain rumah-rumahan dan membutuhkan sosok yang menjadi suami gadis itu. Cih!

"Gak mau! Aku udah punya cewe!"

Rise-gadis itu sepertinya sudah sangat menjiwai perannya. Lihat dari wajah pucat dan sendu gadis itu yang seperti diduakan cintanya. Berbeda dengan Jian kecil- si bungsu berusia 5 tahun yang menatap penuh minat keduanya. Rise membawanya dari kamar setelah dimandikan hanya untuk mengisi peran anak di rumah rumahan ala gadis itu.

Matanya berair- Rise kecil mulai menangis. Jian yang melihatnya menangis- dengan perlahan berusaha berdiri dengan kedua kaki kecil gembulnya. Berpegangan pada sofa- dan berjalan dengan konsentrasi penuh. Begitu sampai berpegangan pada bahu Rise sebelum memegang pipi gembil gadis itu dengan tangan kecil gendut nya.

"Ma-ma ndhak boyeh nanis. Phapha gha sukhak." Lihat- si kecil itu melakukan lip service yang serupa dengan orangtuanya. Lalu ia berbalik ke arah sang abang. "Aidhi gha boyeh githu e mha-mha. Abhang bhandhel- phapha hukhum yha."

Jaidi menatap tidak percaya sang adik- lebih tepatnya setengah geli setengah lagi sinting. Bocah 5 tahun itu menegurnya persis seperti bagaimana papanya menegurnya. Lalu apa katanya? Ia jadi anak disini?

"Phapha?"

"Iyha. Jhadhi mhamha jhanghan nhanghis agi." Rise mengagguk. Lalu keduanya berpelukan. Meninggalkan Jaidi yang menatap geli sekaligus sebal dua bocah didepannya.

"Bocah sinting." Umpatnya kesal lalu menyeruput gelas minumnya.

••••

"Kata aku mah- Rise dari kelas 5B itu anaknya beuh kasar. Liat kemaren Riko dari 5C? Yang nembak dia? Idih di gruduk." Jian menoleh saat baru keluar dari kamar mandi. Si Bungsu sungkara yang sudah duduk di bangku kelas 4 itu mengerut.

Apa Rise 5B itu Rise yang selalu menginjaknya setiap pagi?

Ya mau siapa lagi bodoh.
Umpatnya dalam hati.

Ia mendekat ke arah lab komputer. Memasang telinga mendegar kumpulan anak laki-laki yang sepertinya tercampur kelas dan sedang menggosip perihal anak perempuan. Seperti memberi peringkat.

"Iya weh. Gila banget. Ga mau deket-deket. Cantik-cantik kayak monyet."

"Monyet cantik ya hahaha-"

Jian megeratkan kepalan tangannya. Ejekan didalam sana sudah tidak bisa ditolerir olehnya. Jadi bocah itu- dengan cepat mendobrak pintu lab sebelum menutupnya kembali dengan cepat.

[2] Darling of the Neo'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang