Reivant memulai hari dengan membaca basmalah. Ia saat ini sedang bersiap untuk wawancara bersama guru penguji, bersama lima kandidat lain yang bakal menjadi calon ketua dan wakil OSIS SMA Puspa Cempaka.
Wajah para kandidat menunjukkan beragam ekspresi. Ada yang santai tapi kumisnya sudah berembun. Ada lagi yang menghentakkan kaki berkali-kali sembari mengunyah angin. Tak kalah berisik, ada anak hamster nyasar, sedang mengemil kuaci di depan ruang guru.
Anak hamster itu adalah Ezra, dan ia berniat menonton di balik jendela. Sayang sekali, tirai ditutup. Ezra menggerutu di balik jendela, lalu pergi ke kelas.
Ada tiga pasangan kandidat bersedia diwawancara oleh dua guru. Reza, pembina OSIS yang mewawancarai para kandidat, ditemani oleh Ruhima, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan. Kini Reza memicingkan mata, tangan bersedekap di atas meja.
Hal itu membuat bulu kuduk para kandidat meremang, namun berusaha tak terlihat gugup di depan guru penguji. Si kumis berembun semakin sulit mengendalikan diri. Kini alisnya ikut basah terkena banjir keringat dari pelipis, namun dirinya teguh mempertahankan wajah berwibawanya.
Satu persatu kandidat yang duduk bersebelahan akan menjawab setelah jari Reza berlabuh ke wajah, pertanda dipersilahkan menjawab dengan penuh percaya diri.
"Jika kamu terpilih menjadi ketua maupun wakil ketua OSIS, bagaimana cara kamu membagi waktu antara kegiatan sekolah dan kegiatan organisasi? Dan bagaimana bila dua hal itu terjadi bersamaan?"
"Dari skala prioritas, lihat situasi dan kondisi," jawab Reivant lalu mengambil jeda.
"Contoh, jika saya sedang hadir dalam kerja kelompok, sedangkan organisasi membutuhkan saya untuk memimpin diskusi, maka saya akan izin dari kerkom, karena masih ada anggota lain yang dapat diberi tanggung jawab. Bilamana kerja kelompok itu wajib hadir semua, maka wakil ketua dapat menggantikan saya untuk memimpin diskusi."
"Jika terjadi bersamaan, dua hal penting di organisasi dan tugas sekolah, saya lebih memilih akademik, karena itulah faktor utama kelulusan dan kewajiban siswa untuk menuntut ilmu," lanjutnya.
Berbagai pertanyaan diajukan secara pribadi kepada keenam kandidat. Reivant menjawab seluruh pertanyaan dengan lancar dan penuh percaya diri. Otaknya bagaikan menulis kata-kata secara cepat, sedangkan suaranya dengan tegas menyampaikan kata-kata yang tersusun di kepala.
Awal mengemban jabatan penting di OSIS, Reivant masih merasa gugup jika berbicara di khalayak ramai. Namun seiring berjalannya waktu, Reivant dapat mengendalikan rasa gugup itu dengan sangat baik, hingga menjadi terbiasa untuk memimpin.
Diakhiri dengan petuah hampir melebihi durasi ceramah Maulid Nabi, kedua guru penguji mengucapkan terima kasih atas jawaban para kandidat. Antusiasme para calon pemimpin patut diapresiasi. Sudah merasa lega, si kumis tipis pun menyeka seluruh keringat di wajah menggunakan tisu di kantong. Ia tidak ingat bahwa tisu tersebut bekas mengelap bibir seusai makan bakso.
Beriringan keluar dari ruang guru, mereka saling bersalaman, menyemangati satu sama lain sebelum acara debat minggu depan. Reivant dipasangkan oleh Karin, salah satu anggota andalan MPK Puspa Cempaka.
Jarang berbincang berdua, mereka terjebak dalam atmosfir tidak mengenakkan. Karena sudah dipasangkan oleh guru, mau tidak mau, mereka harus nyambung demi terwujudnya impian mulia bagi sekolah kesayangan.
"Karin kelas berapa?" tanya Reivant, berusaha membuka pembicaraan.
Gadis itu menatap lurus, tidak mendengarkan. Jarak antara mereka juga memenuhi protokol kesehatan; satu meter. Penasaran dengan apa yang dilihat Karin, ia mengikuti arah pandangnya. Ada sepasang kucing sedang melampiaskan hasrat biologis yang wajar dimiliki oleh makhluk ciptaan Tuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Lo-waifu You!
Humor"Ra, ini permintaan terakhirku." "Maksudnya? Perasaan amalmu nggak seberapa, kok cepat banget." "Ini bukan surat wasiat. Dodol banget, ngerusak suasana saja," sanggah Reivant sembari mencubit pipi Adara. ... "I Lo-waifu You!" seru Reivant. ... "Mau...