Bahu mereka berdampingan saat ini. Reivant mensejajarkan langkah agar ia dapat berjalan di samping Adara. Karena ikut bimbingan, Adara batal minta jemput, dan sekarang, sopirnya malah sulit dihubungi.
"Dara, mau bareng, nggak?" tawar Reivant.
"Nggak, makasih," tolak Adara tanpa pikir panjang lagi.
Gadis itu masih jengkel dengan kelakuan Reivant. Mengapa Reivant selalu muncul dalam hidupnya? Bahkan merekam privasinya tanpa seizin Adara. Mereka juga belum terlalu lama kenal, tapi mengapa seolah-olah Reivant tahu segala hal tentang Adara?
Jangan-jangan, dia stalker? Batin Adara.
"Maaf, ya ... aku nggak bermaksud bikin kamu kesal. Tadi Bu Ajeng nanyain, jadi aku turun buat nyari kamu," jelas Reivant agar Adara memaafkannya.
"Tapi nggak usah rekam-rekam segala, dong! Aku nggak suka!" Adara membentak Reivant.
"Iya, maafin aku."
"Hapus rekamannya!"
"Nanti aku hapus."
"Jangan nanti. Sekarang!"
Reivant mencari ponselnya di dalam tas. Ketika membuka kunci layar, terteralah sisa baterai milik Reivant. Satu persen. Beberapa detik setelahnya, ponsel itu sudah wassalam.
"HP-ku mati."
"Bohong!"
Tidak percaya akan pengakuan Reivant, Adara berusaha meraih ponselnya sebelum dimasukkan kembali. Tangan Reivant diacungkan setinggi mungkin agar Adara tidak sampai untuk mengambil ponselnya, namun gadis itu pantang menyerah. Ia menggelitik pinggang Reivant hingga hilang keseimbangan. Sebuah kesempatan emas, Adara langsung menyambar ponsel Reivant. Tombol power ia tekan berkali-kali, tetapi hasilnya sama, ponsel itu sudah semaput, tak bernyawa.
"Dibilangin, nggak percaya banget, sih!" Reivant mengambil kembali ponsel itu.
Adara terdiam sejenak untuk berpikir. "Aku bawa charger. Ayo, ikut ke kelas, kita charge sebentar di sana!"
"Apaan sih, nggak mau, di rumah juga bisa!"
"Pokoknya, aku mau sekarang. Nanti kamu lupa!"
Adara mengejar Reivant. Belum ancang-ancang untuk kabur, Adara sudah menyergap Reivant dari belakang. Posisi mereka terlihat romantis dari jauh, namun sebenarnya Adara bukan sedang memeluk, melainkan mengunci perut Reivant agar tidak kabur. Ia mengerahkan seluruh tenaganya karena Reivant jauh lebih kuat dan tinggi dari Adara.
Setelah langkahnya terhenti, Adara langsung pindah ke posisi depan, menggapai ponselnya lagi. Sepatu Reivant terinjak gadis itu, sehingga mereka kehilangan keseimbangan.
Bruk!
Mereka terjatuh dengan posisi persis seperti insiden lampu toko buku, hanya perbedaannya, Adara berada di atas Reivant. Seketika, pikiran mereka kosong, lupa akan ponsel yang menjadi biang keributan.
Dua pasang netra saling bertemu. Kini Reivant menelisik setiap inci wajah bidadari sepatu roda itu. Matanya indah seperti kucing, hidungnya mungil namun tetap mancung, bibir berwarna merah muda dan sedikit glossy. Tubuh Adara tidak terlalu berat, sehingga bagi Reivant, ini semua bukan masalah, malah sebuah anugerah.
Sementara gadis itu, ia juga termenung memandang wajah Reivant. Air mukanya tegas dihiasi bakal jambang, tidak terlalu lebat karena usianya masih di bawah umur. Tak lupa juga mata Reivant setajam elang dan bulu mata sedikit lentik. Kulit sawo matangnya sedikit mengkilap karena keringat. Ajaibnya, setelah berlarian, Reivant tetap wangi.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Lo-waifu You!
Humor"Ra, ini permintaan terakhirku." "Maksudnya? Perasaan amalmu nggak seberapa, kok cepat banget." "Ini bukan surat wasiat. Dodol banget, ngerusak suasana saja," sanggah Reivant sembari mencubit pipi Adara. ... "I Lo-waifu You!" seru Reivant. ... "Mau...