Priiit!
Lima anak berlari secara bersamaan dari garis start. Tanah berplester masih terasa licin bekas air hujan. Marvin melepas sepatu sekolah, sehingga ia dapat berlari melebihi kemampuan pedagang kaki lima yang diuber satpol PP.
"Marvin kalau lari, mukanya kayak lagi ngeden."
Mata Marvin membulat. Ia menyentil mulut seringan kapas milik Adara.
Sekarang giliran Adara unjuk gigi. Rambut hitam sebahu itu ia ikat, dengan begitu larinya menjadi enak dan ringan seperti kijang.
Baju olahraga SMA Puspa Cempaka berwarna biru tua, dengan corak hitam kecil memanjang secara vertikal di lengan dan kaki. Sekolah mereka menerapkan kebijakan untuk seragam seluruh siswa dan siswi, harus panjang, meski bukan seorang muslim.
Peluit ditiup, Adara dan empat anak lainnya mulai berlari setelah aba-aba. Tubuhnya bagai burung, melesat di lintasan. Kaki jenjangnya ringan seperti menjejak awan. Butuh waktu 12,47 detik Adara berlari sejauh seratus meter. Wajahnya memerah karena memakai seluruh tenaga demi meraih skor tertinggi dan mengalahkan Marvin.
Marvin dan Adara adalah juara bertahan di bidang olahraga. Tubuh mereka diciptakan lentur dan tangkas. Tak jarang, mereka beradu skor dalam mata pelajaran PJOK. Jika salah satu dari mereka kalah, maka konsekuensinya menuruti apapun keinginan sang pemenang.
Sayangnya, Marvin berhasil mencetak skor tertinggi. Terkadang, ketika kalah, Adara mempermasalahkan gender. Karena kamu laki-laki, rengeknya, namun tetap harus menepati janji untuk menuruti apapun yang Marvin inginkan.
"Nanti jam istirahat, beliin aku nasi goreng spesial, minumnya jus alpukat." Marvin mengungkapkan keinginannya.
"Kamu mau meras aku?"
"Nggak kok."
Adara dan Marvin adalah sahabat sejak kelas dua SD. Pertemuan mereka cukup unik. Ketika pengambilan rapot semester ganjil, rapot mereka tertukar karena ibu Adara bersebelahan dengan ibu Marvin. Bagai langit dan bumi, yang biasanya nilai Adara menyilaukan mata, kini tertera lebih dari lima pelajaran bernilai suram. Sudah puas mengomel, barulah sadar bahwa rapot yang ibunya ambil bukan milik Adara. Ketika para ibu saling bersalaman minta maaf, Marvin dan Adara saling berkenalan tanpa ada rencana menjadi sahabat baik.
Kembali ke masa kini. Belum juga berganti baju seragam, Adara dan Marvin lebih memilih ke kantin. Kosong, tidak ada orang, karena mereka beli makanan di jam pelajaran. Namun karena pelajaran guru olahraga izin pergi kondangan, jadi jamnya selesai lebih cepat, kelas kosong selama dua puluh menit.
Berniat membayar pesanan, Marvin menghentikan pergerakan Adara. Ia membayar semua pesanan, sesuai dengan permintaannya barusan.
"Kamu kelihatan capek banget. Nih, aku saja yang traktir."
Bukan merasa terharu apalagi terbawa perasaan, justru Adara memandang dengan rasa ketidakpercayaan. Tumben makhluk yang ada di depannya itu baik.
"Terima, kasih?"
"Kok ragu gitu? Atit hatiku, burung dara!"
Merasa kesal, Marvin merebut segelas jus alpukat itu dan menandaskan setengah isinya. Adara memukul pundak Marvin, merasa diberi harapan palsu.
Di lain sisi, Reivant, bersama pasukan elitnya, menuju ke kelas-kelas untuk melancarkan tugas pertamanya sebagai ketua OSIS yang bijaksana.
Razia dadakan ini dimulai dari kelas paling ujung arah utara, yaitu 11 MIPA 3, kelas Adara. Enam orang anggota OSIS mendampingi Reivant, sisanya bertugas untuk merazia kelas 10 dan kelas 12.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Lo-waifu You!
Humor"Ra, ini permintaan terakhirku." "Maksudnya? Perasaan amalmu nggak seberapa, kok cepat banget." "Ini bukan surat wasiat. Dodol banget, ngerusak suasana saja," sanggah Reivant sembari mencubit pipi Adara. ... "I Lo-waifu You!" seru Reivant. ... "Mau...