14 🔸 Hiduplah Bahagia, Sayang

20 7 8
                                    

    Mbok Sri maupun Pak Tio tidak bisa berkutik. Padahal, sudah dipastikan berkali-kali bahwa Pras memiliki jadwal lembur setelah melihat catatan kaki di kalender ruang kerjanya. Pernah Pras bercerita kepada Adara, akhir-akhir ini, perusahaan ayahnya mengalami masalah internal. Meski sedang sibuk-sibuknya dengan pekerjaan, Adara tidak lagi merasa kesepian. Sekarang ia memiliki banyak teman baik dan menjadi ketua ekskul di sekolahnya.

    Jika Pras ada jadwal lembur, Adara girang bukan kepalang. Sesekali, selain menonton drama korea maupun baca buku, Adara mencuri-curi waktu untuk absen belajar dan hanya bermain seharian dari pulang sekolah bersama Marvin dan Salsa.

    Hari ini juga, dari siang hingga petang, Adara diajak ke acara ulang tahun Irish, adik bungsu Reivant, meski sebenarnya hanya menyaksikan Irish tiup lilin dan makan kue bersama-sama, mereka sengaja memisahkan diri untuk menikmati momen emas yang tidak mungkin datang dua kali.

    Menoleh ke arah gerbang, ternyata Reivant sudah pergi. Syukurlah. Adara tidak ingin Pras melampiaskan amarahnya juga kepada cowok itu. Cukup Adara saja. Segala kenakalan yang dilakukan puterinya di mata Pras, semua atas kehendak Adara. Jadi, ia tidak ingin teman-temannya ikut terlibat.

    "Habis dari mana?" tanya Pras.

    "Kerja kelompok." Adara tidak mengatakan hal yang sejujurnya.

    "Jangan bohong. Pak Tio bilang, kamu main keluar sama cowok."

    Skakmat sudah. Ketika melihat wajah Pak Tio, telapak tangannya sudah disatukan, membentuk gestur permohonan maaf kepada nona muda.

    "Ya, habis kerja kelompok, terus main sebentar sama teman-teman. Masa gitu aja nggak boleh, pa?" kilah Adara, tidak ingin menjadi gadis penurut lagi.

    "Papa itu khawatir sama kamu kalau main jauh-jauh, apalagi di luar pengawasan orang dewasa. Kalau terjadi apa-apa, gimana? Papa nggak mau!" Pras memegang erat kedua pundak Adara.

    "Aku nggak berdua doang, kok. Ada keluarganya juga," balas Adara.

    "Aku main sebentar, nggak boleh. Teman-teman main ke rumah, dibatasi. Aku mau belajar motor, nggak boleh. Terus, aku main sepatu roda, sekadar jalan-jalan, juga susah!" Adara mencurahkan isi hatinya.

    "Memangnya aku burung peliharaan, ya? Dikandangin terus di rumah, disuruh main sendirian kayak orang gila!" lanjutnya. Tidak sadar kedua pipi Adara mulai basah, emosinya terkuras sudah.

    Pras adalah perwujudan Adara versi bapak-bapak. Sudah temperamen buruk, berumur pula. Darahnya semakin mendidih karena anak semata wayangnya mulai membangkang.

    Urat-uratnya timbul. Rahangnya mengeras. Pras sudah bersumpah setelah kematian istrinya, ia ingin Adara terus berada disisinya. Kelewat protektif, Pras malah membatasi ruang lingkup anaknya, membuat gadis itu tidak nyaman.

    "Kamu itu sama kayak mamamu. Sama-sama sulit diatur, keras kepala, terlalu banyak bicara!"

    Pras sedang kalap. Pikirannya terbagi untuk berbagai masalah hidup dan pekerjaan, kini malah ditambah anaknya sulit untuk diajak berkompromi. Kepalanya tidak bisa berpikir jernih. Ia melontarkan kalimat tersebut, membuat Adara tidak terima.

    "Jangan sebut-sebut mama seperti itu!" Adara membentak papanya. "Lagipula, yang menyebabkan semuanya terjadi itu, papa juga, kan?!" lanjutnya, masih disertai emosi dan air mata.

I Lo-waifu You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang