06 🔸 Awas, ya, Kunyuk

41 12 18
                                    

    Seminggu berlalu semenjak wawancara bersama guru penguji. Seluruh kandidat sudah bersiap dari tiga puluh menit sebelum acara. Situasi masih tidak memungkinkan untuk menghadirkan seluruh murid dalam satu tempat untuk menonton debat, jadi yang menghadiri maksimal dua perwakilan dari setiap kelas untuk mencegah penyebaran virus corona.

    Pasangan kandidat nomor dua, yaitu Reivant dan Karin, sedang sarapan di koperasi. Sebuah fakta baru mengenai Karin berhasil terungkap. Sewaktu SD, Karin sempat mengidap psikosomatik, semacam penyakit yang timbul dari pikiran, lalu dapat berpengaruh pada kondisi tubuh.

    Setiap Karin disuruh menjawab pertanyaan di papan tulis dan lanjut presentasi, perutnya mendadak diserang sembelit. Apalagi ketika presentasi dan sesi tanya jawab tugas kelompok, ia bisa pingsan di tempat terkena serangan sakit perut hebat juga banjir keringat. Mata mereka bagai pembegal kelas kakap—tajam dan siap menebas kepala Karin jika ia salah mengucapkan sepatah kata saja—kira-kira seperti itu sudut pandang Karin.

    "Karin! Masa kamu menjelaskan contoh nilai dasar Pancasila saja tidak bisa?" gertak wali kelasnya.

    "Huu, payah, masa gitu aja nggak bisa?" ejek salah satu teman sekelasnya, meniru guru.

    Gadis lugu itu membisu, tidak menjawab apapun, namun mulai menulis sesuatu di kertas.

    Ia sedang menulis jawaban atas pertanyaan gurunya.

    Jadi, tiap ada pertanyaan, Karin akan sibuk menulis jawaban di kertas selembar, lalu dioper ke teman di sekitarnya untuk membacakan jawaban miliknya atau langsung diberikan kepada guru. Jika kepepet tidak ada kertas kosong di pertengahan buku, ia minta satu lembar kepada siapapun teman di sebelahnya.

    Guru mulai paham akan tingkah laku Karin di kelas. Nilai ulangan dijamin bagus, tapi wajahnya selalu mangkir ketika disuruh presentasi walau sekedar menjelaskan rantai makanan tingkat dasar.

    Tidak ada yang ingin sebangku dengan Karin karena sifat yang berbeda dari teman sebayanya. Meski pintar, ia sulit diajak mengobrol santai. Dibandingkan bermain boneka, Karin lebih memilih menangkap belalang, ditempatkan di atas daun, lalu dihanyutkan ke air. Belalang malang itu terombang-ambing di sungai, terpaska meninggalkan rumah sumber makanan karena seorang anak aneh yang tak suka berkawan.

    Entah kelaparan atau memang enaknya keterlaluan, Karin berhasil menghabiskan dua buras dan empat bakwan seharga seribuan dalam waktu yang singkat. Reivant tidak berkomentar apapun karena Karin sendiri begitu asyik mengunyah tanpa mempedulikan partner di sampingnya megap-megap setelah menggigit rawit hijau. Reivant tidak terbiasa dengan makanan pedas. Lidahnya selemah balita.

    "Bu, beli yupi lima ribu," ujar Karin kepada penjaga koperasi.

    "Banyak amat?" Reivant berkomentar.

    "Setelah makan yupi, sakit perutku sembuh."

    Reivant menggeleng. Karin adalah makhluk terunik yang pernah ia temui.

    "Kak Rei, Karin, lima menit lagi kalian harus sudah kumpul di aula," kata salah satu anggota OSIS kelas sepuluh, lalu berlari lagi entah ke mana.

    Mereka berpandangan satu sama lain. Reivant meneguk hingga tetes terakhir air mineral. Setelah membayar, mereka berdua bangkit, siap memulai debat.

🔅

    Mesin-mesin berukuran raksasa bergemuruh. Kirana mondar-mandir memeriksa pekerjaan para bawahannya. Ia berhasil diangkat menjadi salah satu leader dalam pabrik industri garmen setelah kurang lebih lima belas tahun menekuni pekerjaan di posisi operator produksi.

I Lo-waifu You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang