15 🔸 Kisah-Kasih di SMA

23 7 11
                                    

    Adzan subuh telah berkumandang. Reivant meregangkan tubuh sesuai saran para orang tua zaman dahulu, maupun zaman sekarang, sama saja. Katanya, agar bertumbuh tinggi.

    Sekarang, bujangan itu sedang duduk, matanya masih terpejam. Mengumpulkan nyawa, istilahnya.

    Grompyang!

    Sreeeng!

    Cit cit cit!

    Kegaduhan muncul dari dapur. Tidak hanya hari ini, tapi ibu kesayangannya itu bagaikan alarm, konsisten menjadikan dapur seperti pasar malam setiap hari. Meskipun hanya memasak tempe, tapi ramainya seperti memasak keluarga besar lele dumbo.

    "Bu ... lagi masak apa, sih? Rame banget kayak orang tawuran," kata Reivant sambil mengucek mata.

    "Ini, ibu mau ambil talenan buat bersihin ikan, eh, wajannya kesenggol!" jawab Kirana, masih sibuk sendiri tidak memperhatikan Reivant.

    Anak sulungnya itu hanya manggut-manggut, tanda ia mendengarkan ucapan ibunya. Reivant mengambil wudhu lalu salat subuh. Setelah itu, ia langsung mandi, pakai seragam, dan mematut dirinya di depan cermin.

    "Ganteng banget sih gue."

    Penampilannya sudah terbilang rapi, tidak pernah ia kekurangan atribut. Sambil menunggu sarapan dari Kirana, Reivant iseng membuka ponselnya. Ia lihat aplikasi Whatsapp. Tidak ada balasan dari Adara, bahkan hanya ceklis biru.

    "Udah ngatain kadal buntung, sekarang chat-nya dibaca doang?" Reivant menghela napas. "Asem banget."

    Pesan Reivant diabaikan, membuat suasana hatinya sedikit buruk. Sedang apa gadis itu hingga tidak bisa membalas sepatah kata pun?

    "Nih, kakap asam manis sudah jadi!" seru Kirana sambil membawa sepiring besar ikan kakap yang sudah dimasak.

    Begitu harum dan menggiurkan. Kirana sudah menyiapkan piring beserta nasinya, lauknya biar Reivant yang ambil sendiri.

    Aktivitas di sekolah begitu padat, hingga Reivant mudah lemas apabila kurang asupan. Dengan begitu, minimal ia bisa makan sampai tiga piring dalam sehari, namun bisa juga empat, atau bahkan lima, tergantung aktivitas yang ia lakukan benar-benar menguras tenaga atau tidak.

    "Enak banget, bu!" seru Reivant setelah merasakan gigitan pertama.

    "Alhamdulillah. Syafa! Irish! Hayu, sasarap heula!" (Sarapan dulu)

    Tidak ada jawaban, namun suara langkah berkejar-kejaran itu telah terdengar dari jauh. Syafa dan Irish, memakai seragam masih compang-camping, apalagi si anak tengah, wajahnya seperti bangun tidur. Untung liurnya sudah dibersihkan.

    "Kalian teh ibak nteu, sih?" tanya Kirana. (Mandi nggak, sih?)

    "Ibak bu, haah, tapi sebentar," jawab Syafa.

    "Pasti kalian kesiangan, ya?"

    Reivant menebak dengan tepat. Syafa dan Irish langsung duduk dan mengambil lauknya masing-masing.

    "Keur wengi, teh Syafa ngajakan nonton drakor nepi jam hiji." Irish bicara jujur. (Tadi malam, kak Syafa ngajak nonton drakor sampai jam satu)

    "Syafa ... ulah nonton drakor wae." (Jangan nonton drakor terus)

    "Kalabasan, a ... ." (Kebablasan, a)

    "Gigi anjeun kalabasan." (Gigi kamu kebablasan)

    Akhirnya mereka sarapan setelah mengomeli Syafa dan Irish. Disuruh cuci muka lagi katanya, supaya tidak terlalu kusut seperti baju cucian kemarin.

I Lo-waifu You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang