Maira dan Zahira berjalan keluar dari bus masing-masing membawa tas besar di punggungnya. Maira mengajak Zahira menuju sebuah pedagang es kelapa yang ada di pinggir terminal. Tempatnya higenis dan asri, membuat dua pasang mata Maira tertarik beli di sana. Beruntung, warungnya sedang sepi, jadi tidak perlu mengantri panjang.
"Mai haus, ya?" tanya Zahira sambil duduk di bangku yang telah disediakan, begitu juga dengan Maira.
"Banget, Ra. Lo emangnya haus juga? Gue pesenin es sekalian, ya?" kata Maira sambil mengusap keringat yang mengalir ke pelipisnya.
"Bang, es dua," teriak Maira pada penjual, si penjual pun langsung mengacungkan jempolnya sambil tersenyum.
Tidak menunggu lama, Maira dan Zahira kini telah menyeduh es kelapa nan segar, mengalir sempurna di tenggorolan kering mereka berdua. Setelah itu Maira mengobrol kecil tentang Kota Bandung.
Maira menyipitkan matanya, ketika melihat seorang laki-laki yang wajahnya mirip dengan yang di foto bersama Zahira tadi sedang berjalan ke arahnya. Zahira mengucek matanya sebentar, lalu menyentuh tangan Zahira dengan semangat.
"Itu kakak lo, Ra," kata Maira membuat Zahira berdiri dan melambaikan tangannya ke arah kakaknya itu, lalu kakaknya mengangguk pelan sambil tersenyum kepada Zahira.
"Gue bisa diabetes ini, Ra. Mending gue pergi," celetuk Maira dengan membawa tas besarnya itu untuk pergi dari letaknya.
Zahira mencegah langkah Maira, Zahira mencekal tangan Maira agar tidak pergi. Maira memberontak, ia tidak mau bertemu dengan kakak Zahira yang over manis itu.
"Ra, lepasin tangan gue. Sumpah, gue trauma cowok over manis kayak kakak lo," kata Maira dengan wajah memohonnya.
"Kamu mau nomer aku enggak? Kalau mau, ya tunggu kakak aku sampai ke sini. Katanya mau berteman sama aku yang enggak ada salahnya," kata Zahira membuat Maira tidak memberontak lagi.
Maira hanya bisa diam sekarang, berdiam kaku menatap tanah yang sepertinya lebih menarik daripada kakak Zahira yang kini sudah tiba di hadapan mereka. Apa ini Mai, bicaramu saja yang besar, sekarang orangnya sudah ada di hadapanmu, mental kamu menciut.
"Assalamualaikum, Zah," kata kakak Zahira dengan suaranya yang berat namun terkesan lembut itu, Zahira segera meraih tangan kakaknya lalu menciumnya sambil mengucap salam.
"Kak, Handphone Zahira mana?" tanya Zahira menatap wajah kakaknya yang terlihat tampan dengan kemeja warna biru tuanya itu.
"Kok udah tanya handphone aja? Tanya kabar kakak dulu, atau tanya keluarga di pesantren gimana. Kamu enggak biasanya kayak gini," oceh kakak Zahira panjang lebar, membuat Maira tertarik menarik pandangannya dari tanah untuk sekedar melirik wajah kakak Zahira.
"Nanti, Zahira ceritakan. Sekarang mana dulu handphone Zahira, Kak."
Kakak Zahira mengambil handphone Zahira dari sakunya, lalu memberikannya kepada Zahira. Zahira berjalan menghampiri Maira yang menyibukkan diri dengan memilin tali hoddienya itu.
"Mai? Mau nomer handphone Zahira enggak?" tawar Zahira, Maira segera mengambil handphonenya dari saku dan segera mencatat nomer handphone Zahira dengan cekatan.
"Udah, Ra. Makasi, ya. Nanti aku chat kamu, daaaah," kata Maira buru-buru dan berjalan meninggalkan Zahira bersama kakaknya itu.
"Eh, Mai! Jangan pergi dulu, heeei!" teriak Zahira sambil berusaha membuntuti langkah Maira yang sangat cepat itu.
"Zah, jangan lari-lari gini. Gak baik, lagian kamu juga ngapain teriak-teriak di tempat umum kayak gini?" ujar kakak Zahira. Zahira yang hendak mengejar Maira pun tidak jadi, ia membalikkan badannya dan memasang wajah cemberut di hadapan kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hug Me When Halal (END)
Fiksi Remaja📚Teenfic-Spiritual "Terima kasih, sampai detik ini gus masih baik banget sama Maira. Maira enggak pernah nyangka kalau gus masih mau nolongin Maira. Maira tau semuanya tentang apa yang membuat gus menjauh dari Maira. Kita sama-sama berkorban, ya...