Dua Minggu Kemudian ...
"Airnya dingin banget, yaa. Selian enggak jadi nyebur deh kalau gini."
Selian yang baru saja memasukkan kakinya ke air itu urung, ia kembali duduk di tepi air terjun bersama Dirwa. Maira kini duduk di bangku panjang tepi kolam sambil sibuk dengan handphonenya.
"Kok enggak jadi masuk ke air? Lihat tuuh Dirwa udah cebur sana-sini masa kamu enggak," kata Maira lalu terkekeh pelan.
"Dingin, Mbak. Lian enggak betah renang di air dingin air terjun kayak gini, mending Lian duduk di sini," kata Lian lalu tersenyum tipis kepada Maira.
"Ya udah, Kakak tinggal beli jajan dulu. Nanti kalau ada apa-apa, Lian telpon Kakak aja," kata Maira sambil beranjak dari duduknya.
Maira berjalan menuju warung yang ada di sebrang sana, terlihat sangat ramai jadi Maira mencari warung yang lain. Maira mendapati warung yang sepi, Maira segera menuju ke sana dan langsung memesan mie dalam cup untuknya, Selian dan Dirwa.
"Tiga, ya. Sekalian dimasak," kata Maira sambil duduk di kursi memanjang yang tidak jauh dari warung tersebut. Maira tersenyum kecil melihat Dirwa dan Selian yang bermain air di sana.
Maira menghela napasnya kecil, kala handphonenya berdering. Maira langsung mengernyirkan dahinya ketika melihat Wafa sedang menelpon Maira. Maira menghembuskan napasnya pelan, ia menyentuh ikon warna hijau untuk menganggakat panggilan telepon.
"Kenapa Gus Wafa nelpon Maira. Apa Gus Wafa lagi butuh bantuan Maira," batin Maira di tengah sambungan telepon yang sudah tersambung, namun tidak ada yang mengawali pembicaraan, hening dan penuh tanya.
Panggilan telepon tiba-tiba dimatikan sepihak dari Wafa. Maira dibuat bertanya dengan kelakuan Wafa barusan. Maira memasukkan handphone ke tas, sambil menghela napas pelan.
"Asslamualaikum, Maira." Maira langsung mendogak, ia yang mendapati Yusuf yang ada di hadapannya itu langsung tersenyum tipis lalu menatap lurus ke depan.
"Waalaikumsalam, Gus." Maira membenarkan posisi duduknya, ia sedikit tidak nyaman dengan kehadiran Yusuf yang datang dan berdiri di hadapannya. Yusuf sedikit berjalan menjauh dari Maira, ia duduk di bangku yang memanjang yang ada di depan Maira namun tidak dekat-dekat pula.
Yusuf menghadap lurus ke depan, begitu juga dengan Maira. Mereka sama-sama menghadap lurus ke depan, hanya berbeda bangku saja. Maira menghembuskan napasnya pelan, ia menatap punggung Wafa dengan tatapan getir.
"Kamu tau rasanya jika sesuatu yang dilakukan itu dengan cara terpaksa?" kata Yusuf, membuka obrolan dengan Maira yang hampir saja beranjak dari duduknya itu. Maira urung beranjak dan duduk lagi.
"Ya, Maira tau. Maira pernah merasakannya tahun lalu, Maira tau bagaimana harus bertahan tanpa rasa cinta sedikitpun. Maira pernah berusaha untuk mencintai, namun itu selalu gagal dan tidak berhasil. Dan, Maira harap itu adalah yang terakhir. Maira tidak pernah berharap jika kejadian yang sama terulang lagi sekarang," kata Maira dengan menatap punggung Yusuf. Maira menatap langit, memori satu tahun yang lalu berputar kembali, ketika ia harus berpacaran dengan orang yang sama sekali tidak ia cintai demi pengobatan ibunya.
"Yusuf juga enggak akan buat hal yang sama terjadi sama kamu. Maira, mungkin kita bukan orang yang memang ditakdirkan bersama. Yusuf tau rasa cintamu itu untuk siapa sekarang," kata Yusuf lalu menghela napasnya.
"Yang pastinya, perasaan kamu sekarang bukan untukku. Aku sadar dan menyadari juga kalau aku kini diam-diam juga mencintaimu." Maira kaget, ia menutup mulutnya sendiri dan menunduk menatap tanah.
"Mungkin, di antara Maira dan Yusuf. Yusuflah yang harus melepaskan Maira untuk meraih jannah bersama orang yang Maira sayangi. Biarkan perasaan ini hilang ditelan waktu, jangan pikiran perasaanku, Mai. Yang terpenting, kamu bahagia dan Yusuf akan segera melupakannmu," kata Yusuf lalu tersenyum getir sambil mengejapkan matanya sebentar.
"Yusuf putuskan untuk membatalkan perjodohan kita. Yusuf sudah rundingkan dengan kyai dan orang tua Yusuf. Pergilah, Maira. Kejar jannahmu dan jangan pernah kamu memikirkan saya lagi," kata Yusuf membuat Maira terisak kecil, ia menghapus air matanya kasar dan beranjak pergi meninggalkan Yusuf.
"Sudah saatnya aku membalas kebaikan Mas Wafa yang selama ini selalu membantuku. Jaga dia baik-baik, Mas. Yusuf tau jika Maira sangat menyayangimu, begitu juga dengan Mas Wafa. Kalian sama-sama saling mencintai. Kalian berhak menjalin hubungan yang lebih serius," batin Yusuf sambil menoleh kepada Maira yang kini berjalan menjauh darinya.
🕊🕊🕊
"Gus Wafa?! Maafin Maira."
Dengan refleks Maira menyentuh kedua tangan Wafa yang kini memerah karena ketumpahan tiga mie cup yang dibawa Maira di nampan kecil itu. Refleks Maira meniupi tangan Wafa dengan wajah yang panik. Maira langsung melepas tangannya yang memegang kedua tangan Wafa itu kemudian Maira menatap Wafa yang kini juga menatapnya dengan intens.
"Sakit, ya? Maira bawa kotak p3k. Duduk, Gus. Biar Maira obati," kata Maira dengan terburu-buru. Menarik tangan Wafa untuk duduk di bangku kayu yang memanjang.
Maira dengan telaten mengobati tangan Wafa yang kini memar dan merah. Maira mengobatinya dengan wajah getir, kenapa ia harus terpeleset dan mienya tumpah di tangan Wafa yang kini juga sama-sama berkunjung ke wisata air terjun bersama keluarganya.
"Sudah, Mai. Jangan panik, ini tidak sakit," kata Wafa sambil menghindar dari tangan Maira yang hendak memberinya satu obat lagi.
"Enggak sakit gimana? Tangan gus memar kayak gitu," cetus Maira masih dengan wajah panik.
"Gus Wafa maafin Maira sekali lagi. Maira enggak sengaja, maafin ya?" kata Maira sambil memasukkan obat yang telah ia gunakan kepada Wafa ke kotak p3k kecil yang memang Maira selalu membawanya ke mana-mana.
"Iya, saya maafkan." Wafa beranjak dari duduknya, meninggalkan Maira yang kini duduk sendirian di bangku tersebut.
"Sampai sekarang pun, Gus Wafa masih dingin sama Maira. Ya Allah gus, peka dikit. Maira itu saaayang sama Anda," kata Maira. Wafa yang letaknya tidak jauh dari Maira itu masih bisa mendengarnya dengan jelas.
T B C
Janlup votmen, semoga menghibur. Papaay🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Hug Me When Halal (END)
Ficção Adolescente📚Teenfic-Spiritual "Terima kasih, sampai detik ini gus masih baik banget sama Maira. Maira enggak pernah nyangka kalau gus masih mau nolongin Maira. Maira tau semuanya tentang apa yang membuat gus menjauh dari Maira. Kita sama-sama berkorban, ya...