Maira melangkah di trotoar jalan, ia membenarkan letak tas punggungnya sambil menghela napas pelan, demi apa sepagi ini keringat Maira sudah bercucuran. Maira harus buru-buru sekarang, ospeknya itu akan di mulai di jam tujuh pas. Sekarang menunjukkan pukul tujuh kurang sepuluh menit.
"Ya Allah! Maira lupa belum bayar ongkos angkot tadi, duuh gimana sih," gumam Maira sambil melihat jam di tangannya.
Maira membelalakkan matanya, kala Wafa tiba-tiba memotong jalan Maira dengan motor vespanya itu. Maira menghela napas, sambil memutar bola matanya malas. Ada apa lagi dengan gus tukang ngatur satu ini.
"Lain kali jangan terburu-buru. Coba cek apa yang enggak ada di tas kamu," titah Wafa sambil melepas helmnya. Maira mengerutkan alisnya sambil membuka tas punggungnya itu.
"Eh, handphone Maira, Gus," kata Maira sambil menyingir kuda, setelah mengecek tasnya.
"Nih, lain kali jangan teledor. Kamu tadi juga lupa bayar ongkos angkot, kan?" kata Wafa, Maira langsung mengangguk cepat sambil menerima handphone dari Wafa.
Maira langsung merogoh saku cardigannya dan mengambil selembar uang sepuluh ribu untuk diberikan kepada Wafa, tanpa menjelaskanpun Maira paham jika yang membayar ongkos angkotnya adalah Wafa.
"Saya ikhlas. Lain kali jangan teledor," kata Wafa sambil menolak uang dari Maira.
"Eh? Beneran nih, Gus. Ya udah Mai simpan lagi uangnya. Sekali lagi, terima kasih banyak deh. Sebagai ucapan terima kasih, saya bakalan setor hafalan pesuratan sama gus nanti abis maghrib. Surat Ad-Dhuha sama At-Tin. Janji," kata Maira, jari kelingkingnya itu memperatikkan bagaimana posisi jari ketika berjanji.
"Saya enggak minta, berhubung kamu janji, saya tagih janji kamu nanti malam," kata Wafa dengan tatapan ngeri, Maira menelan salivanya sendiri, ia tidak bisa membayangkan kalau dia sampai tidak hafal kedua surat itu.
"Ah, Gus Wafa! Udah jam tujuh pas! Ini pasti gara-gara ngobrol sama gus Mai jadi telat ke kampus," kata Maira sambil memasukkan handhphonenya ke tas.
"Kamu itu mempersulit diri, kamu ngapain turun angkot di perempatan sana. Harusnya kamu turun tepat di depan gerbang kampus," omel Wafa yang masih sempat mengomeli Maira yang sudah terburu-buru.
"Pakai motor saya, bisa kan pakai motor vespa?" tanya Wafa sambil turun dari motor vespanya dan mempersilahkan Maira untuk segera naik ke motor.
"Beneran gus? Demi apa gus baik banget sama Mai pagi ini, makasi banyak lagi gus. Mai pakai motornya, assalamualaikum," kata Maira dengan semangat, lalu memakai helm dan mengendarai motor dengan kecepatan tinggi.
Wafa yang melihat kelakuan Maira hanya bisa geleng-geleng kepala sambil menjawab salam Maira tadi. Wafa langsung berjalan ke sebuah caffe untuk pertemuan dengan rekan bisnisnya untuk membahas ide foto yang akan diterapkan kepada pelanggannya. Ya, Wafa memiliki usaha photographi yang menerima segala joob untuk acara apapun. Dan, alhamdulillah dari usaha itu, keuangan Wafa semakin meningkat.
🕊🕊🕊
Maira memarkirkan motor vespa antik bersebelahan dengan mobil mewah berwarna silver yang pengemudinya baru saja keluar bersamaan dengan Maira yang melepas helm dengan terburu-buru. Wanita pemilik mobil silver itu menatap Maira aneh, Maira yang merasa ditatap itu pun merasa risih.
"Eh, tunggu!" cegah wanita tersebut ketika Maira hendak berjalan.
"Itu bukannya motornya Wafa, ya? Kok kamu yang pakai? Kamu siapanya Wafa?" tanyanya mengintrogasi Maira yang terburu-buru itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hug Me When Halal (END)
Novela Juvenil📚Teenfic-Spiritual "Terima kasih, sampai detik ini gus masih baik banget sama Maira. Maira enggak pernah nyangka kalau gus masih mau nolongin Maira. Maira tau semuanya tentang apa yang membuat gus menjauh dari Maira. Kita sama-sama berkorban, ya...