📙29. Pasar

238 11 0
                                    

"Dir, belanja sayur buat sahur besok, yuk?" kata Maira kepada Dirwa yang sedang berada di ranjangnya, sedang menonton acara televisi kesukaannya.

"Boleh, tuuh. Dirwa capek rebahan mulu, ini belum puasa lho, Kak. Mungkin kalau udah puasa Dirwa bakal tidur sepanjang hari. Bangun-bangun pas buka," celetuk Dirwa sambil turun dari ranjangnya, lalu mematikan saluran televisinya.

"Ya meskipun rebahan mulu enggak apa-apa, asalkan kamu produktif," kata Maira sambil menuruni anak tangga, disusul dengan Dirwa.

"Eh, anak Bunda mau ke mana ini? Kok udah rapi aja?" kata Dahlia kepada dua anaknya yang tersenyum manis itu.

"Mau ke pasar, Bun. Mau beli kebutuan sahur besok, sambil jalan-jalan," kata Maira lalu dikahiri dengan senyuman manis.

"Ayah tadi udah ngasih uang belanja kebutuhan sahur sama uang jajan, jadi Maira ajak Dirwa juga. Takut nanti belanjaannya banyak dan Maira enggak bisa bawa sendirian," kata Maira setelan mencium tangan Dahlia.

"Ya sudah, bawa mobil saja, Kak. Biar enak nanti bawanya," saran Dahlia ketika Dirwa mencium tangannya.

"Bunda enggak sekalian ikut?" tanya Maira sambil mengambil kontak mobil yang diberikan kepada Maira dari Dahlia.

"Enggak, dulu ya. Bunda habis ini mau kedatangan tamu penting soalnya," jawab Dahlia dikahiri dengan senyuman tipis.

"Sepenting apa sih, Bun. Hayoo," goda Maira sambil ditarik tangannya oleh Dirwa agar segera berangkat.

🕊🕊🕊

"Dir, kamu beli telur di lapak yang mejanya warna merah itu lima kilo, terus abis itu kamu suruh tukang angkut barang buat bawain ke bagasi mobil. Kalau udah jangan lupa bayar dia, nih uangnya. Kalau lebih kamu buat beli cabai aja," kata Maira sambil memberikan uang kepada Dirwa.

"Siap, laksanakan."

Maira kini berjalan ke sebuah lapak sayur hijau yang ada di sebrang sana. Maira memilih sayur-sayur segar tersebut dengan tenang dan berbicara kecil dengan si ibu penjualnya. Maira menyerahkan sayur yang telah ia pilih kepada ibu penjual, penjual mulai menghitungnya dan memasukkan sayur belanjaan Maira ke kresek besar.

Maira memang berbelanja sayur sedikit banyak, ia merupakan tipe orang sangat suka dengan sayur, jadi Maira jarang membeli daging. Apalagi daging ayam, ia sangat tidak menyukainya. Maira membawa dua kresek besar berwarna merah itu sendirian, meskipun terasa berat Maira tetap membawanya dengan langkah kaki yang sedikit pelan dan meringis kecil saking beratnya.

Maira berjalan dengan langkah uang terburu-buru. Merasa lelah, Maira memperlambat langkahnya dang menghela napas panjang. Maira langsung kaget kala satu kresek besarnya tiba-tina diambil dari orang yang ada di sampingnya.

"Aaa, jambret. Tolo-." Ucapan Maira terpotong, kala ia mendapati Wafa yang ada di sampingnya-membawa satu kreseknya tadi.

Wafa menghela napas pelan, ia menatap wajah Maira sekilas lalu menghadap lurus ke depan. Maira menutup matanya sebentar, bisa-bisanya Maira menyebut Wafa dengan kata jambret.

"Saya berniat membantumu, bukan untuk mengambil atau menjambret. Paham?" kata Wafa dengan wajah yang dingin. Maira menggeleng-gelengkan kepalanya pelan, lalu menepuk dahinya pelan.

"Eh, iya makasi banyak. Gus baik baaanget," kata Maira lalu menyengir kuda. Wafa menyodorkan telapak tangannya di hadapan Maira. Maira sempat binggung dan mengira bahwa Wafa mengajaknya untuk bergandengan tangan.

"Satu kresek itu berikan sama saya," kata Wafa mebuyarkan lamunan Maira. Maira mengangguk cepat dan tersenyum kecil kepada Wafa yang kini berjalan terlebih dahulu mendahului Maira yang kini masih tersenyum kecil menatap Wafa yang membawakan barang belanjaannya.

"Dingin-dingin perhatian," gumam Maira sambil membuntuti langkah Wafa menuju luar pasar.

"Gus, udah taruh di sini aja. Biar Maira yang masukin ke bagasi," kata Maira ketika mereka sudah ada di luar pasar. Mobil Maira memang tepat berada di samping gerbang pasar. Jadi, Maira bisa membawanya sendiri sekarang.

"Sekalian, Maira. Katakan, di mana letak mobilnya?" kata Wafa kemudian Maira menunjukkan letak mobilnya.

"Omg, Ustad Wafa? Gak salah nih? Bukannya dia udah nikah? Kok masih bantuin Kak Maira, emang enggak takut dimarahin bininya apa," barin Dirwa ketika ia mendapati Wafa yang memasukkan barang-bafangnya ke bagasi. Dirwa yang menyedot minuman dinginnya sambil duduk di jok belakang itu pun tersedak ketika melihat Maira yang memberi minuman dingin kepada Wafa dengan senyuman yang terlihat tulus.

"Gus terima, ya. Maira tau kalau gus haus," kata Maira sambil menyodorkan minuman dingin itu kepada Wafa yang sedang menata barang-barang belanjaan di bagasi agar cukup untuk memasukkan satu kresek lagi.

"Kamu minum saja," kata Wafa masih sibuk dengan aktifitasnya.

"Gus itu haus, buktinya keringat gus keluar tuuh," kata Maira masih bersikukuh memberikan minuman dingin kepada Wafa.

"Kamu minum aja, Mai. Itu udah lebih dari cukup untuk menghilangkan rasa haus saya. Ya sudah, saya pamit. Assalamualaikum," kata Wafa ketika aktifitasnya sudah selesai, Maira dan Dirwa saling bertatapan dengan tatapan kaget. Maira membalikkan badannya, menatap Wafa yang kini berjalan menuju pasar.

"Ya Allah, pagi-pagi udah dibuat baper aja tuuh. Mental aman, kan?" goda Dirwa yang ada di dalam mobil itu kepada Maira yang masih berdiri kaku menatap Wafa yang sedang berjalan sambil memegang minhman dingin tadi.

"Sadar, Kak. Kita masih mau ke pasar sebelahnya nih buat beli daging sapi, Kak Mai tau, kan kalau Dirwa itu enggak bisa makan tanpa si daging sapi. Ayo ah, nanti keburu tutup lapaknya," kata Dirwa sambil mengetok kaca mobil itu. Maira segera menutup bagasi dan masuk ke mobil kemudian melajukan mobil.

"Bukannya Ustad Wafa itu udah nikah, Kak? Kok bantu-bantu Kak Maira segala, emang nanti bininya enggak cemburu?" kata Dirwa ketika Maira fokus mengendarai mobil.

"Gus Wafa enggak jadi nikah, Dir. Calon istrinya meninggal dunia," jawab Maira.

"Apa jangan-jangan, ini adalah pertanda kalau Kakak sama Ustad Wafa bakalan bersatu? Semoga aja iya, gak kebayang deh punya kakak ipar sebaik dia. Pastinya Bunda sama Ayah juga bahagia dapat menantu kayak Gus Wafa, udah pintar, paham agama, sopan, ramah dan gaaanteng banget."

"Kalau Kak Maira nikah sama Ustad Wafa pasti anaknya jadi bibit unggul,  udah Kak Maira cantik si ustad guaanteng. Bayangin, bayangin dulu," cerocos Dirwa langsung disambut kekehan kecil Maira.

"Kak Mai juga harapannya gitu, Dir. Yang terpenting, sekarang Maira berdoa sama Allah supaya dijodohkan dengan orang terbaik versi Allah sendiri. Maira tidak mencintai gus terlalu dalam sekarang, karena Maira tau rasanya bangkit dari keterpurukan itu butuh proses yang lama," batin Maira.

T B C

Janlup votmen, semoga menghibur. Papay🤗

Hug Me When Halal (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang