📙 9. Malaikat Pagi

168 6 0
                                    

"Heran deh. Masa di desa ada angkot, jelas-jelas angkot itu singkatannya dari angkutan kota, emang ya di sini itu unik," kata Maira kepada Kanzha yang baru saja menata kitab-kitabnya untuk diniah besok seusai ashar.

"Tapi, masyarakat sini sebut angkot sebagai mobil yang biasanya nganterin pergi-pergi itu angkot. Gak ada salahnya juga, kan," kata Kanzha, lalu membuka tugas-tugas kuliahnya. Kanzha berkuliah di Universitas Sunan Ampel menduduki semester tiga.

"Tadi gimana diniah pertamanya?" kata Kanzha sambil menatap jam yang menunjukkan pukul sepuluh malam, artinya ini sudah jam tidur santri.

"Seru, tapi Mai agak malu. Satu kelasnya Mai barengan sama anak SMP-an, bahkan ada anak kampung yang kelas 5 atau enggak 6 sekolah dasar." Maira duduk lesehan di lantai, lalu membuka snack ringannya. Entah kenapa Maira merasa lapar sekarang.

"Udah, enggak perlu malu. Jalanin aja, kalau kamu malu kamu enggak akan jadi apa-apa, malu itu ada tempatnya sendiri, Mai. Pokoknya kamu gak boleh malu, ya kalau sekelas kamu itu umurnya lebih muda-muda dari kamu," saran Kanzha, beberapa detik kemudian Kanzha naik ke ranjangnya dan dengan cepat ia sudah berada di pulau kapuk.

Maira membuang plastik makanan ringannya ke tong sampah depan kamar, ia melihat ada Fitri dan Aziza sedang mengobrol di depan teras sambil tertawa, Maira hanya menatap mereka dari ambang pintu.

"Kenapa mereka tidak tidur saja, ini kan sudah jam tidur. Biarin aja, deh. Ingat pesan Kanzha kalau Mai jangan pernah ikut campur sama urusan Fitri, emangnya dia sekiller apa, sih? Penasaran," batin Maira sambil menghela napasnya pelan, sedangkan fitri masih tertawa dengan suara yang cukup keras.

Maira yang sadar terdapat Hanifa dan Ranum yang sedang berjalan dari lorong-lorong kamar sambil membawa senter, mereka berdua adalah pengurus keamanan asrama santri putri blok A, di asrama putri ini dibagi menjadi 5 blok, karena santrinya lumayan banyak.

Maira langsung masuk ke kamar dan mematikan lampu kamar, ia mengintip Hanifa dan Ranum sedang menyenter ke arah Fitri dan Aziza yang sedang tertawa itu, sontak mereka masuk ke dalam kamar dan mematikan lampunya.

"Besok kita adakan razia, jangan lupa siapkan beberapa papan untuk dikalungkan di leher mereka, atau kita gunakan saja kolam ikan di samping dapur itu untuk mereka," kata Ranum sambil berlalu di depan kamar Maira bersama dengan Hanifa, Maira yang mendengarnya hanya meringis, tidak paham dengan ucapan mereka.

"Beres kalau soal itu, Hanifa rasa besok banyak yang dita'zir, deh. Tadi sehabis isya, Hanifa pas lewat di depan kamar A1 kayak ada bunyinya musik, kayaknya ada yang bawa handphone atau mp3," kata Hanifa di depan kamar Maira yang bertengger kata A2 yang diukir di pintu kamar tersebut.

"Kamar A1, kan kamarnya si Fitri. Ngapain dia bawa-bawa begituan segala, cari masalah aja sama pengurus," gumam Maira pelan.

🕊🕊🕊
M

aira membelalakkan matanya, kala terbangun dan melihat jam mendapati pukul setengah lima. Artinya, Maira sudah telat jamaah sholat subuh. Maira memasang wajah panik. Maira langsung bangkit dari ranjangnya dan naik ke ranjang atas untuk mengecek Kanzha masih tidur atau sudah bangun.

"Aduh, Kanzha kan lagi menstruasi," kata Maira sambil memukuli kepalanya sendiri pelan. Lalu segera turun dan mengambil kerudungnya yang ada di meja.

"Mana di musholla udah wiritan lagi," kata Maira sambil mengenakan kerudungnya terburu-buru, suara Wafa terdengar jelas di pengeras suara musholla, sedang memimpin wiritan jamaah subuh.

Maira segera berlari ke tempat wudhu dengan kecepatan kilat, ia memberhentikan langkahnya ketika mendapati Ranum sedang ambil wudhu di sana, ia baru saja mengkontrol santri yang telat datang ke musholla. Ranum memakai jilbabnya kemudian mendapati Maira yang ada di hadapannya sedang berdiri kaku.

Hug Me When Halal (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang