Satu Minggu Kemudian ...
Suasana asrama putri pagi ini terdengar riuh, karena liburan awal puasa akan segera tiba. Kemungkinan, besok semua santri akan dipulangkan ke rumahnya masing-masing untuk menikmati momen-momen puasa bersama keluarga tercinta.
"Selian? Habis kamu siapa?" kata Maira kepada Selian yang sedang berdiri di depan pintu kamar mandi. Selian sedang mengantri kamar mandi sekarang.
"Habis aku Kak Maira," kata Selian kemudain tersenyum manis kepada Maira.
"Eh, makasi banyak Lian. Kamu ini memang best banget," ujar Maira lalu mencubit kedua pipi Selian gemas.
"Dengar dengar Kanzha kabur dari peaantren, ya? Kurang kerjaan aja tuh anak, orang besok udah liburan juga. Cari capek aja dia," kata Fitri membuka obrolannya dengan antek-anteknya yang kini sedang mengantri kamar mandi.
"Iya, mungkin dia depresi karena dapat informasi kalau Gus Wafa udah khitbah Ning Rara. Ning yang cadaran itu lho, inget gak? Dia pernah ke sini pas acara halal bihalal," timpal Aziza, tak kalah serunya.
"Lho? Terus kabarnya sama si Maira gimana? Haha, Maira dighosting gitu ceritanya," ledek Yulia sambil melirik kepada Maira dan Selian yang letaknya tak jauh dari mereka.
"Lian enggak terima ya, Kak. Mereka bicara se-enaknya tentang Kakak. Enggak bisa dibiarin," cetus Lian dengan geram. Maira mencekal pergelangan tangan Selian dan menggelengkan kepala.
🕊🕊🕊
Satu minggu sudah Rara menjalani masa kritisnya. Maisarah kini tersenyum kecil sambil menyuapi Rara-putri semata wayangnya yang kini telah bangkit dari masa kritisnya selama satu minggu. Tepatnya, dua jam yang lalu Rara membuka matanya pada saat Wafa berada di ruangannya, membaca yasin.
"Kamu sadar dari masa kritismu tepat di hari akadmu, sayang. Allah memang tidak penah salah mengatur takdir umat-Nya," batin Maisarah sambil mengelus tangan Rara pelan.
"Kamu sudah tidak pusing lagi, sayang?" tanya Maisarah kemudian Rara terenyum tipis sambil menggeleng.
Maisarah kini membantu Rara minum obat, lalu beberapa menit kemudian Rara tertidur mungkin karena efek obat tersebut. Maisarah meninggalkan Maira di ruangan untuk menemui dokter, ia ingin bertanya Rara sudah boleh dibawa pulang atau belum. Mengingat, akad nikahnya dengan Wafa akan digelar seusai dhuhur nanti.
"Yang terpenting, pasien rutin dan teratur meminum obatnya ya, Bu." Maisarah menggangguk pelan lalu kembali ke ruangan Rara. Ia tersenyum melihat putrinya sudah diperbolehkan untuk pulang.
🕊🕊🕊
Maira menghela napasnya pelan, ia harus menaiki anak tangga dengan membawa banyak buku tebal di tangannya. Maira memang tidak cukup berani naik lift, ia trauma kejadian terjebak dalam lift pada saat ia berkunjung ke sebuah mall yang membuat Maira kehabisan pasokan oksigen dan pingsan.
"Kelasnya Gus Wafa di mana?" tanya Maira kepada segerombolan mahasiswa yang ada di koridor.
"Lurus aja, kelas paling ujung sana," jawab seorang mahasiswa sambil menunjuk kelas yang ada di pojok sendiri.
"Kalau enggak disuruh Bu Widia, Maira enggak akan jauh-jauh gini nyari kelas Gus Wafa. Malah buku-buku ini tebal lagi," gerutu Maira dengan keringat yang turun ke pelipisnya sendiri.
"Eh, itu Kak Maul. Sini, deh!" pekik Maira kepada Maulana yang akan masuk ke kelas. Maulana memberhentikan langkahnya, ia berjalan menghampiri Maira.
"Nama gue Maulana, gak ada panggilan bagus lagi gitu selain Maul. Panggil gue Lana, paham?" kata Maulana dengan nada judes, Maira menghela napasnya pelan lalu memutar bola matanya malas.
"Iya, Kak Maulana. Maira mau titip buku ini, kasihin sama Gus Wafa. Bilang aja kalau buku ini dari Bu Widia, Gus Wafa sama Bu Widia disuruh cari refrensi tugas di buku ini," kata Maira sambil menyodorkan buku-buku tebal tersebut ke Maulana.
"Lha kok? Lo kasih gue? Ya lo kasih ke Wafa dong, Mai. Masa iya enggak akrab sama calon suami. Udah, kasihin sendiri. Kata Wafa, kita itu gak boleh ngerepotin orang selagi kita bisa melakukannya sendiri. Masih bisa ngelakuin sendiri, kan?" kata Maulana panjang kali lebar kali tinggi, membuat Maira sedikit gusar.
"Awas kamu, ya butuh sama Maira. Udah sana pergi," cetus Maira dengan wajah juteknya, Maulana tertawa lepas melihat Maira yang sedang Marah.
Maira membalikan badannya dan berjalan menjauhi Maulana. Maira jatuh ke lantai dan buku yang ia bawa berserakan di lantai, Maira mendongak dan mendapati Wafa yang menatap lurus ke depan sambil menghela napas pelan. Maira menabrak tubuh gagah Wafa dengan buku-buku yang ia bawa itu, alhasil Maira jatuh deh ke lantai.
Maira masih dalam posisi jatuh di lantai, Wafa jongkok dan mengambil buku dari Bu Widia yang berserakan. Maira anggap Wafa akan menolongnya, namun tidak. Wafa malah mengambil buku-buku yang berserakan itu.
"Terima kasih karena sudah membawanya jauh-jauh ke sini," kata Wafa pelan sambil bangkit dari jongkok dan meninggalkan Maira yang masih tetap di posisi jatuhnya tadi.
Maira bangkit, ia berdiri menatap Maulana dan Wafa yang berjalan menuju kelasnya. Maulana menoleh dan memajukan lidahnya beberapa centi ke depan, membuat Maira ingin menghabisinya sekarang juga.
"Gus Wafa dingin banget, kayak kulkas. Oh iya, sekarang bukannya hari akad dia sama Ning Rara? Kok masih masuk kuliah?" batin Maira sambil menuruni anak tangga.
"Habis ini Gus Wafa udah jadi suami orang aja, enggak nyangka Gus Wafa bisa cinta secepat ini sama Ning Rara."
Maira berpikir, jika Wafa telah jatuh cinta kepada Rara dan telah melupakan Maira. Tetapi, itu sebaliknya. Wafa masih mencintai Maira, Wafa atas izin Allah menerima perjodohan ini dan menggelar akad. Wafa percaya, bahwa cinta datang karena terbiasa.
"Maira nanti bisa cinta enggak ya sama Gus Yusuf. Memang sih, banyak yang bicara kalau cinta itu bisa datang karena komunikasi yang efektif, tapi masalahnya Gus Yusuf aja enggak pernah ngajak ngobrol Maira sekedar nanya kabar aja, sejauh ini Maira cuman ketemu dia satu kali aja waktu di depan gerbang. Maira enggak yakin bisa jadi istri yang baik buat Gus Yusuf."
"Maira dari dulu memang tidak benar-benar tulus apabila cinta tersebut datang karena terpaksa. Maira akan mencoba mencintai Gus Yusuf. Walaupun, Gus Yusuf sampai saat ini belum memberi kejelasan akan kelanjutan hubungannya."
Maira kini sampai di kelasnya, pikirannya di ombang-ambing dengan bayangan hidupnya kala sudah sah menjadi istri Yusuf. Maira berpikir keras, bisa kah ia mengarungi bahtera rumah tangga bersama Yusuf-laki-laki yang tidak dicintainya itu.
"Mai, lo lagi tulali ha?" kata Nasya sambil menggoyangkan pundak Maira. Maira yang baru datang langsung melamun di tempat duduk itu pun hanya menyengir kuda lalu menghela napas pelan.
T B C
Janlupa votmen dan semoga mengjibuur. Papaay🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Hug Me When Halal (END)
Novela Juvenil📚Teenfic-Spiritual "Terima kasih, sampai detik ini gus masih baik banget sama Maira. Maira enggak pernah nyangka kalau gus masih mau nolongin Maira. Maira tau semuanya tentang apa yang membuat gus menjauh dari Maira. Kita sama-sama berkorban, ya...