25

104 11 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sebuah taksi menepi setelah Edo melambai-lambaikan tangannya berkali-kali. Sebenarnya cowok itu bisa naik angkutan umur agar bisa menghemat uang, akan tetapi, pikirannya sedang panas, perlu sesuatu untuk mendinginkan. Dan, AC mobil  sepertinya cocok untuk mendinginkan pikiran walaupun hanya sebentar.

Pandangan cowok itu lurus ke depan, menatap ke arah luar jendela. Sinar terik matahari yang menyorot menembus kaca mobil membuatnya mengernyit sambil memejamkan mata berkali-kali.

Helaan nafas putus asa terdengar. Meski sudah mencoba melupakan, nyatanya ucapan Vero terus terngiang. Edo bimbang. Bingung, harus mempercayai ucapan Vero atau tidak. Memang awalnya ia meremehkan ucapan Vero, akan tetapi, setelah diingat kembali saat-saat momen dirinya bersama sang kekasih, ia jadi ragu untuk menyangkal ucapan Vero.

"Apa yang sebenarnya sedang terjadi?"

Pertemuan pertamanya dengan Wiwi hanyalah sebuah ketidaksengajaan, hanya karena kebetulan Wiwi salah satu muridnya saat itu. Awalnya, Edo berfikir seperti itu, akan tetapi, setelah mendengar ungkapan Vero, Edo jadi tak yakin jika Wiwi memang benar-benar muridnya. Bahkan, Edo baru ngeh, jika Wiwi tak pernah berbicara ke teman les sekelasnya selain berbicara padanya.

Pemikiran tentang Alva yang gay saja belum terbuktikan. Di hari yang sama, Edo harus kembali menerima pernyataan yang sebenarnya di luar logika manusia.

"Mas nya lagi banyak pikiran, ya?" Pak supir melirik Edo sekilas dari kaca spion. Edo memang diam, tapi helaan nafas kasarnya terus saja terdengar, menandakan bahwa hatinya benar-benar sedang gusar.

"Apa bapak mau dengerin keluh kesah saya?" sepertinya ia harus sedikit membagi cerita tentang segala permasalahannya. Toh, mereka tak kenal, jadi tak ada salahnya untuk meminta pendapat 'kan?

"Silahkan, Mas. Masih macet ini jalannya." ucap pak sopir tanpa menengok ke belakang. Di depan sedang macet total, mungkin sedang ada kecelakaan.

"Apa bapak percaya kalo cowok suka sama cowok?" pertanyaan yang terdengar konyol bukan? Tapi itu adalah salah satu hal yang membuat Edo tak tenang.

Pak supir nampaknya tersenyum simpul, meski Edo tak bisa melihatnya dengan jelas, Edo hanya mampu melihat pipi tirus sang supir yang tertarik ke atas.

"Saya percaya. Jaman sekarang, jaman edan, Mas. Banyak lelaki yang suka sama sesama jenis. Dan ada pula perempuan penyuka sesama jenis. Kayaknya, Mas nya ini terlalu polos sampe gak tahu hal yang lagi marak kayak gitu."

Edo termenung. Bukannya ia tak percaya akan adanya cinta antara lelaki dengan jenis yang sama. Hanya saja ia masih tak percaya jika Alva ternyata menyukainya.

"Apa bapak percaya kalo temen cowok saya suka sama saya?"

Pak supir terkekeh. Mobil yang ia kendarai mulai berjalan perlahan, sepertinya macet akan hilang." Tentu saya percaya, mas nya ganteng kayak gitu."

Night Girls (Hiatus) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang