27

127 15 1
                                    

Happy Reading
$
$
$
$

Hujan lebat semalam bertahan sampai pagi sehingga acara pemakaman yang seharusnya dilangsungkan tadi malam harus terlambat sampai pagi ini.

Pemilik nama lengkap Veronika Maudia Saputri atau gadis yang kerap kali dipanggil Vero itu ditemukan tewas dalam keadaan tenggelam didalam bathrub beberapa menit setelah adzan maghrib berhenti. Rina selaku ibu kandungnya menjadi saksi, bahwa putri pertamanya mati dengan cara menenggelamkan diri. Begitulah opini publik.

Keadaan rumah kediaman Rina dan sang suami ramai dipadati para saudara dan tetangga yang prihatin pada kejadian naas yang menimpa putri pertama mereka. Seolah tak ingin segera dimakamkan, langit pagi ini masih terus menurunkan hujan tanpa henti sehingga acara pemakaman terpaksa harus tertunda lagi.

Isak tangis Rina memenuhi rumah yang cukup besar dan ramai itu. Mario; suaminya hanya bisa memeluk Rina, menenangkan perempuan paruh baya itu dengan puluhan kata penyemangat. Bahwa Tuhan lebih sayang pada Vero, lebih dari rasa sayangnya pada putrinya.

Di luar, Tika berlari dengan tergesa, kedua tangannya ia tumpuk ke atas kepala, demi mencegah beberapa tetes air hujan agar tak langsung membasahi rambutnya. Kacamata yang ia kenakan berembun karena air hujan, sehingga pandangannya untuk menetralisir area rumahnya sendiri tak bisa ia lakukan. Tapi, ia masih tahu jika sekarang di rumahnya sedang ada acara besar-besaran, terlihat dari deretan motor dan mobil yang terparkir memenuhi halaman depan pagar rumahnya.

Berbagai macam jenis suara bisa Tika dengar begitu langkahnya sudah sampai di pintu gerbang. Mulai dari bisikan, tawa, nada prihatin sampai tangisan bisa Tika dengar. Apakah di dalam sedang ada acara maaf-maafan?

"Assalamu'alaikum.... " ucap Tika dengan nada setengah menggigil. Sialnya dia malam kemarin. Saat hendak pulang, Tiba-tiba saja hujan deras, angin, dan petir saling bersahutan sehingga dengan terpaksa Tika harus mengurungkan langkahnya. Dalam kegelapan, Tika di SMAN Eurora tidur di dalam kelas satu lantai pertama beralaskan taplak meja. Dan ia segera pulang begitu hujan pagi ini tak seganas semalam.

Semua orang yang duduk menghalangi pintu menoleh ke arah Tika. Menatap heran dan juga iba. Tika tak mengerti akan semua arti tatapan itu.

"Nak Tika baru pulang? " Bu Jumini, tetangga sebelah menghampiri Tika sambil mengasongkan handuk tebal. Jejak air mata terlihat jelas di pipi keriput ibu-ibu berbadan gempal itu.

"Iya, Bu. Kemaren saya main ke sekolah, terus keasyikan, sampe lupa pulang. " Tika tertawa seperti biasanya. Bu Jumini tak menanggapi tawa Tika, ia malah menatap dengan iba.

"Mungkin kakak kamu lagi nungguin kamu, Nak. Makanya sampe pagi ini hujan belum mau berhenti...." Bu Jumini kembali menangis. Lengannya mengelus pundak basah milik Tika, seolah sedang memberikan kekuatan. Tika menatap tetangganya itu dengan raut wajah kebingungan.

"Maksudnya apa ya, Bu? Saya gak ngerti." ucap Tika. Ia malah terheran menatap orang-orang di sekitarnya.

"Kamu liat sendiri di ruang tengah, ya, Nak. " pinta Bu Jumini. Tangisnya pecah. Meski lakonnya di dunia ini hanya sebagai tetangga, Bu jumini tak bisa membayangkan bagaimana reaksi Tika yang selalu ceria langsung berubah drastis saat melihat kakak satu-satunya yang ia punya sudah terbujur kaku menjadi mayat?

"Ibu lebay, masa ngeliat aku basah kuyup kayak gini nangis. " ledek Tika. Tawa renyah menghiasi mulutnya. Sesuai permintaan Bu Jumini, Tika berjalan memasuki ruang tengah yang penuh dipadati orang juga.

Sebenarnya ada apa?

Dada Tika seolah berhenti berpacu saat itu juga. Di tengah-tengah kerumunan, Mama nya sedang menangis tersedu seolah sedang tak ikhlas untuk kehilangan sesuatu. Debaran jantung Tika semakin tak karuan. Meski tubuhnya menggigil, ia malah merasakan keringat panas mulai mengalir di pelipisnya seiring dekatnya ia dengan sang Mama.

Night Girls (Hiatus) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang