#chapter sembilan belas

7.4K 481 206
                                    

Acara kelulusan sekolah Madrasah Aliyah pesantren Tahfidzul Qur'an As-Salam sudah selesai satu jam lalu. Beberapa  siswa siswi tengah menemui orang tua wali masing-masing.

Beberapa siswa berprestasi telah diumumkan di depan para tamu undangan dan para orang tua walinya. Di tahun ini,  Aisha mendapatkan peringkat ke-dua, ke satu di raih oleh Lisa sahabatnya, ke-tiga diraih Rahma teman sekelas Aisha. Mita mendapatkan peringkat ke-lima, ke-empat Zahra teman sekelas Aisha juga.

Gadis yang bersetatus sebagai istri dari Gus nya tengah melamun merenungkan sesuatu, tidak terlihat pancaran bahagia di raut wajahnya. Ada sesuatu yang mengganjal fikirannya dan membuat kegelisahan dihatinya.

Di ambang pintu sebrang sana, seorang laki-laki hendak masuk  menuju ke dalam kamarnya. Senyum yang semula terbit dari bawah tadi, seketika luntur begitu saja saat melihat raut sedih istrinya. Yah, laki-laki itu adalah Gus An'im, suami rahasia Aisha.

Ada apa? Fikirnya.

Gus An'im masuk ke dalam dengan langkah pelan.  Keberadaannya masih tidak disadari oleh sang istri yang masih sibuk ngelamun. Perlahan, tangan kanan Gus An'im terulur memegang pundak Aisha, membuat sang empu terlonjak kaget

"Astaghfirullah," ucap Aisha kaget karena kedatangan Gus An'im secara tiba-tiba, menurutnya.

"Assalamualaikum, istriku." Gus An'im duduk di samping sang istri. Istrinya sangat beda dari hari biasanya.

"Waalaikumsalam, sejak kapan sampean disini, Gus?" jawab Aisha sekaligus bertanya, dengan cepat Aisha merubah raut wajahnya dengan senyum tipis.

"Sejak Ning nya Gus An'im ngelamun, terus di panggil-panggil nggak nyahut," balas Gus An'im terkekeh pelan dan sedikit mencairkan suasana, Gus An'im benar-benar tidak bisa  hidup dalam kecanggungan.

"Sampean perlu sesuatu? Maaf, aku kurang fokus sama sampean," ujar Aisha tidak enak hati, kepalanya tertunduk, ntah kenapa gadis itu.

"Nggak perlu apa-apa, perlu senyuman manis dari kamu sudah sangat cukup," candaan Gus An'im lumayan receh, membuat bibirnya berkedut.

"Ayo senyum dulu, dosa lho cemberut didepan suami."

Mau tidak mau Aisha tersenyum untuk Gus An'im, suaminya. "Nah, gitu kan yo cantik," ujarnya, tangannya terangkat mencubit kedua pipi Aisha karena gemesh. "Awshh, sakit Gus," ringis Aisha, bibirnya mengerucut lucu membuat Gus An'im tertawa puas melihat raut sebal sang istri.

"Mau cerita sesuatu?" tanya Gus An'im setelah terjadi keheningan guna mencairkan suasana.

Aisha melihat Gus An'im sekilas,  bibir dalamnya ia gigit  dari dalam. Apakah dirinya harus jujur? Gus An'im perlu tau perihal itu. Tapi gadis itu malu mengungkapkan, saat mengingat sangat jail kepadanya.

"Astaghfirullah, maafin Aisha ya Allah, karena selalu ragu sama suami Aisha," batinnya meminta ampun. Aisha belum bisa terbuka sepenuhnya dengan Gus An'im.

"Jangan menyembunyikan masalah dariku, Neng. Aku ini suamimu lho, telingaku selalu terbuka untuk mendengarkan semua keluh kesah mu, dan bahuku selalu menunggu untuk kau buat sandaran, kamu masih belum percaya sama aku?" tanya Gus An'im yang masih memperlihatkan senyum tipisnya, membuat Aisha merasa sangat bersalah, Aisha bukan bermaksud seperti itu.

GUS MBELING Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang