35 | Is it The End?

185 8 0
                                    

"Kamu bilang nggak bakal ungkit masalah itu lagi."

"Ah, iya ya? Yaudah, nggak usah." Ashar tersenyum kecewa. Pundaknya melemah, wajah cowok itu menunduk pelan. Bikin Adel terenyuh dan malah jadi tidak enak.

"Kamu janji, setelah hari ini kamu nggak bakal deketin aku lagi sebagai cewek?"

"Janji!" tegasnya.

"Nggak bakal rusak kepercayaan aku lagi?"

Ada ragu menyisip masuk. Mata Ashar berpendar tidak fokus. "Nggak bakal."

"Oke, kalo gitu, ayo kita kencan! Toh, aku udah capek sama drama yang terjadi selama ini!" pekik Adel lalu terkekeh sambil mendongak, memandang Ashar dengan mata cokelatnya.

Bersenang-senang sekali mungkin tidak apa-apa. Iya, 'kan?

.

Ashar mendapatkan maafnya. Dia tak bisa menyembunyikan rasa membuncah yang meletup-letup di hati. Meski ada banyak kesalahan yang dia lakukan setelah masuk ke hidup Adel, tetap saja, Ashar selalu berusaha memperbaikinya. Bukankah itu sudah cukup?

Motor berbelok ke area pasar malam yang ramai pengunjung. Tak hanya Adel yang mengenakan seragam SMA, ada beberapa cewek dari sekolah lain yang bergerombolan datang, jadi Adel taak begitu rikuh saat keduanya turun dari motor.

Ashar menatapnya penuh puja, menunjukkan berlimpah perasaan senang yang membuat Adel agak merasa aneh.

Mereka tak menaiki wahana apa pun, karena Ashar tahu jelas keadaan Adel yang masih pucat hingga kini. Cewek itu tak dipoles bedak atau make up apa pun, ah, Ashar memang selalu melihat penampilan natural Adel karena dia menemaninya di masa terburuk gadis itu. Namun meski seperti itu, Ashar tetap menyukainya. Sangat mengaguminya.

Yang mereka lakukan hanya memesan minuman di salah satu stand yang diselimuti lampu kelap-kelip. Stand itu dikelilingi banyak pengunjung, sempat menyenggol punggung Adel dua kali hingga Ashar berinisiatif berdiri di belakang cewek itu. Memeluknya tanpa menyentuh.

"Kamu nggak tau betapa sukanya aku sama kamu, Del."

Adel membuang napas lelah. Melihat itu, senyum Ashar tertarik.

Bukannya menyela dan mengomel seperti dulu, Adel justru menggerakkan sepatu conversenya pelan. Telunjuk dan ibu jarinya memainkan sedotan putih dan memeluk cup minuman itu di antara pahanya.

"Tau nggak? Kamu itu lucu. Makin lama kenal, aku sadar, kamu emang punya sesuatu yang bikin aku terus pengen deket-deket. Bicara sama kamu, lihat mata kamu yang bulat itu, denger suara kamu, atau sekadar berdiri di samping kamu. Jalan santai di koridor sambil lihat rambut kamu yang goyang-goyang tiap kamu cerita, dan yang paling aku suka waktu kamu ngangkat muka kamu cuma buat ngelihat aku. Senyum ke aku. Atau marah ke aku. Semua itu selalu jadi ingatan termanis buat memori aku."

Bibir Ashar tak pernah berhenti melengkung, bikin Adel mencetuskan pertanyaan bodoh.

"Kenapa kamu sebahagia ini kalo sama aku?"

Keriuhan dan suara langkah kaki orang-orang yang melalui keduanya tetap berjalan. Musik menyeramkan untuk menambah suasana suram bagi pengunjung rumah hantu sayup-sayup hinggap di telinga. Bertubrukan dengan musik bianglala yang begitu ribut.

“Aku mau kamu nginget aku sebagai cowok yang sebahagia ini di ingatan, di memori kamu. Karena itu."

Adel tak tahu mesti bilang apa lagi. Sukar didefinisikan. Posisi mereka di awal pertemuan dan malam ini tetap sama. Adel sebagai orang sedih yang tak punya alasan untuk gembira, dan Ashar yang bersinar terang dengan mata berbinarnya, membawakan Adel berbagai cerita untuk ditertawakan bersama.

[END] Balikan BangsatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang