10 | Sendiri Itu Nyesek

442 22 0
                                    

Adel kicep. Dia melongo dengan mulut membulat sampai Ashar menyentil hidungnya baru dia sadar. Cowok itu tertawa lepas, mengabaikan kebungkaman Adel dan menyeret cewek itu pergi dari sana.

Sepanjang perjalanan menuju rumah, tiba-tiba saja Adel berubah. Cewek itu bicara pada Ashar dengan nada yang lembut, bahkan cenderung hati-hati hingga Ashar harus mengejeknya agar kekakuan yang tercipta kembali cair. Ya wajar sih. Selama ini, Ashar tidak pernah mengatakan hal berat atau berisi pada Adel. Cowok itu Adel kenali sebagai tipe humoris, penyayang, dan banyak omong pada hal-hal tidak penting. Namun melihat pengakuan Ashar hari ini ... mau tidak mau membuat Adel berpikir.

Ashar tidak mendekatinya tanpa alasan. Cowok itu juga bukan satu dari sekian banyak cowok yang kurang kerjaan dan ingin bermain-main dengannya dalam hubungan yang serius.

Ashar jelas tidak menginginkan Adel, atau menunjukkan tanda bahwa dia hendak meminta hatinya, tapi kenapa satu sudut di hati Adel tercubit saat menyadari itu? Apa karena dia terlalu sering beranggapan bahwa sikap manis Ashar selama ini adalah untuk menggantikan posisi Egi dalam hidupnya? Hadeh, begini deh kalau hati lagi kosong. Adel jadi sering kepikiran ekspektasi-ekspektasi tidak nyata dan berhalu ria.

Tapi tetap saja, Adel merasa sedikit tersindir dan badmood sekarang.

Lagian kenapa sih dia malah berharap tujuan Ashar membawanya ke bukit itu untuk mengungkap rasa dan menembaknya? Kayaknya Adel harus berhenti membaca novel-novel teenfiction yang kebanyakan dihuni para buciners itu. Dia jadi ketularan sampai real lifenya, 'kan!

Untung Adel masih korban gagal move on dari mantan, jadi walau sempat baper tiap Ashar menunjukkan perhatiannya, ada pembatas yang menutup hati Adel agar tak langsung baper-baperan. Walau sejujurnya, ada sih satu dua kali dia tersipu beneran. Lagian Ashar itu, Adel sudah bilang, 'kan, dari awal pertemuan mereka, cowok itu sudah berhasil membuat Adel jatuh cinta sama senyumannya? Yaa walau sorot dingin dan mengintimidasi Egi jelas menang dalam kategori ekspresi cowok pembuat jantung meleyot Adel.

"Adel, Papa ada urusan mendadak di kantor. Bunda udah bilang, 'kan, dia ke luar kota tadi pagi? Papa mau nemenin kalian, tapi masalahnya urgent, makanya Papa harus turun tangan. Nggak papa ya Papa tinggal kamu sama Novi sendiri malam ini? Is it fine?" Farhan memasang arloji perak yang sengaja ia lepas tiap makan malam disajikan. Pria bermata cokelat yang ia turunkan ke pupil Adel itu bangkit, mengancingkan lengan kemeja yang sudah ditarik ke siku sambil menatap putri bungsunya lembut.

"Iya, nggak papa kok, Pa. Cuma ... aku nggak nemenin Kak Novi ya? Tadi aku udah coba ngajak dia ngobrol, tapi Kak Novi nggak mau. Aku mau langsung istirahat aja abis mandi nanti," celoteh Adel sembari membalikkan sendok dan garpu kala makan malamnya tandas. Beruntung Bi Nela—pembantu paruh waktu pilihan Bunda—selalu rajin memasakkan mereka makan siang dan malam sebelum pulang. Jadi Adel tinggal mencuci piring dan naik ke kamarnya di lantai dua begitu Papa pamit.

"Yaudah, Papa pergi ya? Kamu jangan kemaleman tidurnya, nanti bengkak mata kamu," canda Farhan sambil mengelus pucuk kepala Adel yang langsung cengar-cengir kesenengan. Jarang sekali Farhan punya waktu mengajaknya bicara dan menyentuhnya seperti ini. Adel jadi lebay kayak ciwi-ciwi baru puber yang dielus cowok pujaannya.

"Hati-hati, Pa."

Adel terus memandangi langkah Farhan hingga pria itu hilang dari pandangannya. Saat deru mobil Papa terdengar dan meninggalkan pekarangan rumah, Adel baru menghela napas. Dia berdiri dari kursi, menumpuk piring makan Farhan dengan miliknya lalu berjalan ke wastafel. Dalam diam, Adel mencuci piring dan sepasang gelas itu ditemani gemericik dari air keran.

Jujur, kalau sudah begini, rasanya Adel ingin ke kamar dan cepat-cepat menyetel musik kesukaannya dengan volume tinggi. Adel tidak suka sendirian. Kesepian hanya akan membuat pikirannya kosong, kemudian memori-memori pahit akan bergiliran menusuk masuk dan menghancurkan happymood yang berusaha dia pertahankan akhir-akhir ini.

Bicara soal Sera, Adel belum punya kesempatan bicara dengan wanita kesayangannya itu. Kalau Papa sibuk sampai hanya bisa sesekali menemani Adel makan malam, maka Bunda tak akan punya waktu untuk itu. Apalagi di akhir tahun ini, proyek-proyek besar demi menyambut tahun baru pasti membuat Bunda kian dilimpahi tanggung jawab yang tidak sedikit. Adel tidak tahu banyak soal perusahaan Sera yang juga jadi tempat kerja Farhan, tapi yang jelas, Bunda punya posisi lebih tinggi dan memiliki sekitar 80% saham di perusahaan itu.

Makanya, saat Adel mengingat kelakuannya yang sempat kelewatan membentak Bunda, dia jadi tidak enak. Adel ingin minta maaf, tentu saja, karena rasa bersalah yang menyelimuti buat pikiran Adel tidak tenang. Apalagi ditambah kilasan Novi yang bikin cemas dan Egi yang menyebalkan. Tuh, 'kan, jadi keinget lagi!

"Stop mikir nggak jelas, Del iih!" omelnya sambil melangkah ke lantai dua dengan tangan yang dikeringkan tisu. Nuansa biru muda langsung menyapa kala Adel melenggang masuk ke kamar. Cukup unik sebenarnya, karena kamar Bunda dan Papa ada di lantai bawah seperti Novi, sementara Adel sendiri di lantai dua dengan ruang kerja Sera menjadi pasangan pintu di ujung yang lain. Katanya, dulu itu kamar untuk Novi, tapi karena Kakak tidak bisa bicara, saat ditinggalkan dan Novi yang waktu itu masih balita malah nyaris celaka karena nekat menuruni tangga sendiri.

Adel jadi berandai-andai. Bagaimana ya kalau Kak Novi baik-baik saja dan tidur di kamar sebelah? Pasti akan seru sekali. Adel bakal punya teman bicara di malam hari, membangunkan Novi di tengah malam saat kelaparan dan berakhir menggosip bareng dengan mangkuk mi instan mengepul di depan mereka.

Kalau Adel bisa meraskan figur seorang kakak ... apa semua ini akan lebih mudah? Beban berat yang Adel pikul karena memiliki tubuh 'wah' hingga masalah romansanya yang tak selesai-selesai, bila Novi ada di sisi dan memeluknya sambil menghujani Adel dengan kata-kata penenang, apa Adel akan lebih kuat dari ini?

Adel tidak tahu, tapi sebaiknya dia segera mandi. Berhenti membayangkan hal mustahil yang tak mungkin ia gapai dan hanya menambah rasa sakit bila diingat terus-menerus.

I need someone.

Cepat-cepat Adel menutup pintu kamar mandi dengan mata terpejam saat bisikan nurani itu mendebarkan dadanya hebat.

Jangan. Tidak boleh begini.

Mati-matian Adel menahan desak yang ingin membasahi kelopak mata dengan memulai rutinitas mandinya dengan air yang tak hangat sama sekali.

Kepalanya sedang panas, hati lagi berdenyut nyeri, maka satu-satunya penolong yang ia butuh hanya percikan air untuk menenangkan kepala yang mau meledak.

Tenang. Tahan. Sugesti itu terus berulang tanpa suara di bibir yang basah akibat aliran air yang turun ke pundak telanjang Adel. Berharap dengan begitu, dentuman sakit di dadanya terjeda sejenak.

Meski sebentar saja.

-oOo-

Instagram, Tiktok, Youtube: @d_e__necklaces

Business Instagram, Facebook, Tiktok, Youtube, X: @d_e_n__salon

Pijat, lulur, ratus, facial standar, untuk wanita dan pria, D.E.N Salon memberikan layanan homeservice di seluruh Balikpapan dan telah melayani 150 lebih pelanggan.

Karyakarsa: D_E_N

Beri aku tip ke Bank Jago 101608898225 Adelia Jufri.

[END] Balikan BangsatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang