03 | That Death Glare

966 40 2
                                    

"Menurut kamu, pacaran itu apa?" Itu bukan obrolan yang normal untuk dibahas dengan cowok yang tak Adel kenal-kenal amat, tapi di sisi lain, runyamnya pikiran yang sinkron dengan hati membuat segala hal wajar menjadi miring di mata Adel.

Ashar mengikuti arah pandang Adel yang sejak setengah jam lalu tak pernah berpindah. Keduanya memandangi lalu lalang mobil yang dipayungi butiran bintang di angkasa.

"Hubungan yang dilakuin buat nambah kebahagiaan, atau memang untuk bahagia karena sebelumnya kita nggak bahagia."

Kerutan samar mencuat di atas alis Adel. Pandangannya beralih ke Ashar. "Gimana-gimana?"

Ashar mengedikkan bahu. "Intinya, nggak ada relationship yang dimulai kalo bukan buat bahagia, tapi kayaknya sekarang kamu yang bingung deh, sebenarnya yang bikin bahagia itu tetep bertahan atau putus?"

Rahang Adel hampir jatuh saking kagetnya. "Kamu—kamu tau? Again?"

Kali ini Ashar tertawa. "Lucu kamu, Del."

"Enggak, tunggu." Adel menginterupsi sambil berkedip bingung. "Kok dari tadi kamu tau terus sih soal aku? Aku, 'kan, belum cerita sama sekali. Kamu dukun apa gimana?"

Ashar kian terbahak, menimbulkan gurat di kening cewek di hadapannya. Sungguh, Adel tak mengerti jalan pikiran Ashar.

"Aku udah bilang dari awal, kalo kamu itu gampang ditebak. Del ... Del. Kalo selama ini kamu pacaran sama cowok cuek, wajar sekarang kamu kaget, karena aku udah jagonya kalo urusan membaca pikiran. Kata simpelnya, sih, peka," terangnya geli. Ashar menerima piring nasi goreng berhiaskan tomat dan suwir ayam kemudian memakannya setelah pelayan itu pergi.

"Aku masih nggak ngerti, jujur."

"Ngomong-ngomong, kamu nggak laper? Daritadi itu gelas nggak berkurang juga isinya."

Adel melirik gelas panjangnya sekilas. Ia menggeleng lesu. "Udah nggak nafsu."

"Bilang 'aaa' coba."

Lagi-lagi kerutan timbul di dahi Adel. Entah sudah berapa kali ia menaikkan alis. "Hah? Ngapain—"

"Sekarang kamu udah makan." Ashar tersenyum lebar, puas akan gembungan di pipi Adel yang berhasil ia suapi sesendok penuh nasi goreng. Sementara cewek itu terbelalak, hendak protes tapi diurungkan karena butir nasi mulai berjatuhan. Dengan santai Ashar menjadikan telapak tangannya sebagai wadah di bawah dagu Adel, menunggu sampai gadis itu menelan makanannya kemudian mengulurkan sehelai tisu.

"Kamu harus tau, obat ampuh galau itu emang cuma makanan."

"Ashar ih! Tapi, 'kan, nggak gini juga!" Adel mencak-mencak tak terima. Menimbulkan kedut geli di bibir Ashar yang kalau Adel ingat lagi, sudah hampir satu jam dia memandangi itu.

Dan ia yakin, senyum itu yang akan ia rindukan saat mereka berpisah nanti.

"Yaudah, maaf, tapi nasi gorengnya enak, 'kan? Mau nambah nggak? Aku mintain sendok, ya?"

"Ashar!"

-oOo-

Adel terkekeh geli saat kelebat malam itu melintas di benaknya. Jam istirahat kedua baru saja dimulai. Memanfaatkan waktu, ia sekalian ke toilet untuk pipis dan membasuh wajah yang mulai lelah karena belajar sejak pagi. Setelah selesai, Adel pun keluar sambil menekan-nekan tisu di pipi yang jauh lebih segar sekarang.

"Eh-eh, sini dulu dong! Anak baru ya? Montok banget sih!"

Langkah sepatu bertali itu terhenti. Kemasan tisu di tangan Adel teremas kala pemandangan yang membuatnya muak kembali ditayangkan tepat di depan mata.

[END] Balikan BangsatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang