26 | Pecah

262 9 0
                                    

Hentak sepatu converse Adel yang menaiki satu per satu anak tangga amat teredam oleh derasnya hujan senin pagi ini. Kemeja putih dan rok abu-abunya lumayan basah, titik air pun masih berjatuhan dari rambutnya. Untung ranselnya berbahan anti air, jadi beberapa buku paket bekas kerja kelompok kemarin tidak ikut basah.

Begitu membuka pintu kelas yang hampir tertutup karena angin, ada kelegaan dan rasa takut di benak Adel kala mendapati Rama juga baru datang. Ketua kelas itu tengah menggantung ransel hitamnya di sandaran kursi, membelakangi Adel secara otomatis.

"Hng ... Rama." Adel berucap gaguk. Rama berkedip, alisnya terangkat naik waktu berbalik dan langsung melajukan matanya ke tubuh Adel kurang ajar.

"Laptop kamu." Cepat-cepat Adel menyodorkan laptop yang sudah dia keluarkan dari tas dengan sorot mata hampir menatap lantai kelas. Begitu takut akan tatapan tak senonoh yang dilayangkan terang-terangan padanya.

"Kemarin ada masalah sedikit, laptopmu kebentur. Aku bener-bener minta maaf soal itu, makanya sebelum kenapa-napa, aku minta temen Bunda buat benerin—dia profesional kok, nggak bakal tambah ngerusakin laptop kamu. Setelah aku cek, semuanya baik-baik aja. File-file pentingnya juga masih ada, rapi. Jadi ... ini, Ram."

Rama berkedip-kedip melongo.

"Lo ... sekhawatir itu ama laptop gue?" tanyanya sembari menerima uluran Adel.

"Hng ... emang seharusnya gitu 'kan?"

Rama membulatkan bibirnya, mengangguk-angguk. Saat cewek itu berlalu ke belakang kelas dan melewatinya, kepala Rama dia gerakkan bingung.

Nih cewek ... nggak seburuk yang gue kira.

Adel mengembuskan napas lelah begitu bisa mendudukkan diri dengan nyaman. Baru dua detik dia bernapas, dia kembali menarik ransel gemuknya ke pangkuan. Membuka ritsleting dan mengeluarkan lima buku paket tebal ke meja. Baru jam tujuh lewat lima belas pagi. Karena hujan lagi deras-derasnya, banyak siswa yang belum dateng. Sebaiknya Adel membereskan urusan buku pinjaman ini supaya pas dia balik ke kelas, nggak bakal ada yang mengganggunya di koridor.

"Lo dateng sendiri?"

Adel refleks mendongak. Menatap Rama dengan pandangan tanya.

"Umm ... biasanya kan lo dateng bareng Ashar atau Egi. Tumben aja kali ini lo dateng sendiri. Gue penasaran doang, jangan salah paham," kilah cowok itu seraya mendekat dan bersandar di meja sebelah Adel.

Itu ... terlalu dekat untuk Adel. Dia jadi risi.

Adel menelan ludah. "Aku mau cepet-cepet kasih laptop kamu sama beresin urusan presentasi nanti biar nggak ketunda terus, Ram."

Rama tak mampu menahan senyumnya. "Lo bahkan sebut nama gue sesopan itu," bisiknya pada diri sendiri.

Kalau ada yang lupa, Adel itu ... karena sering menyendiri dan tak ada yang ngajak ngobrol, jadi lebih sering mengobservasi gerak-gerik orang-orang di sekitarnya. Sebenarnya Adel udah takut sejak semalam, berpikir Rama bakal macam-macam kalau dia samperin sendiri, tapi tingkah laku yang kini cowok ini tunjukkan ... agak baru bagi Adel.

Rama jelas menunjukkan sorot mata berbinar, ekspresi suka. Senang tiap Adel memandang dan mengatakan sesuatu padanya. Mimik muka yang tak pernah cowok itu beri sebelumnya.

Adel tak akan pernah lupa bahwa Rama lah yang paling hebat dalam memberinya julukan cewek kotor di antara teman-teman yang lain.

Perlakuan yang tiba-tiba begini, bukannya tersanjung, Adel malah tambah takut.

"Aku mau ke perpustakaan dulu." Segera Adel memeluk buku paket menggunakan tangan kirinya dan menunduk kala melewati Rama. Namun cekalan di pergelangan kanannya memaksanya berhenti.

[END] Balikan BangsatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang