Tangan kurus Tesya jatuh lunglai. Bibirnya terbuka, turut terpana akan pemandangan di depannya.
Ternyata ... dia memang tak pernah punya kesempatan. Selama ini, bukan Tesya pemeran utamanya. Dia justru hanyalah pemeran pembantu yang sama sekali tak diharapkan kehadirannya. Eksistensi dirinya benar-benar menjadi benalu yang diempas saat berusaha mendekat.
"Kamu mau ke mana sih, Del, astaga?!" Egi menarik kasar lengan kanan Adel yang melewati ambang pintu. Koridor yang lengang tanpa interupsi siapa pun tak lagi sempat Egi perhatikan.
Keduanya bertatapan sengit. Napas hangat Egi menubruk napas dingin Adel.
"Masih aja ya kamu nunjukin sifat asli kamu di waktu kek gini? Lepas aku bilang!" bentak Adel lalu menyentak cengkeraman Egi, tak peduli akan guncangan yang lumayan kuat berhasil membuat Egi terhuyung.
Napas lelah Egi terembus. Dia menutup mukanya dengan telapak tangan, menekannya frustrasi.
"Jelas-jelas kamu lihat bukan aku yang mulai. Tesya sendiri yang dateng ke kelas aku dan lakuin itu! Bukan aku, Del." Suaranya memelan di akhir.
Adel mendengkus.
"Percuma. Apa pun yang kamu bilang, pandangan aku ke kamu udah terlanjur rusak. Dari dulu kamu emang nggak berubah, Gi. Cowok cabul yang nerima siapa pun yang deketin supaya kamu dapet apa yang kamu mau."
"Del!" Mata tajam Egi terbelalak.
Adel bisa merasakan kepalanya bak berputar kencang, seakan segala isinya tengah diluluhlantakkan oleh fakta menyakitkan.
Semua ini sudah teramat gila untuk Adel pahami.
"Bener 'kan?" Dia tertawa, "yang kamu lihat di cewek tuh cuma itu. Tubuhnya, fisiknya. Makanya kamu biasa aja waktu Tesya nyentuh kamu seleluasa itu."
Gigi Egi menggemeretak. Tangan beruratnya beralih menjadi kepalan kencang, menampakkan nadi yang memanjang mengerikan.
"Berhenti."
"Apa? Mau bilang aku salah paham lagi? Bilang harusnya aku nggak ikut campur kayak pas kamu biarin temen-temen kamu nyaris merkosa adek kelas? Bilang aja!"
Adel melotot murka.
"Bego banget sih aku, percaya berandal sekolah kayak kamu bakal berubah? Mana mungkin! Aku yang bodoh." Telunjuk itu menoyor kepalanya sendiri, menunjuknya kasar berkali-kali hingga rambut panjangnya tercerai-berai menutupi wajahnya. "Aku yang terlalu polos buat dibodoh-bodohin. Kamu udah tau 'kan dari awal? Aku itu target terbaik buat dimainin, karena walaupun aku sok kuat dan selalu nolak ajakan cowok lain, pada akhirnya aku luluh ke kamu! Gimana ya ekspresi kamu waktu tau aku berhasil masuk ke perangkap cowok penakluk semua cewek ini? Aku penasaran."
Napas Egi memburu. Dadanya bergemuruh.
Ucapan Adel tertahan oleh isakan tangis. Dia memejamkan mata, berkedip cepat. Namun air matanya tetap mengalir deras.
Hatinya tengah diremas kuat. Ditusuk oleh beribu paku lancip yang berasal dari orang-orang terdekatnya.
Adel berkacak pinggang. "Gimana rasanya dapetin aku lagi setelah putus? Puas?" Dia memiringkan kepala. Bibirnya terus dibasahi oleh air mata. Tangis itu sungguh tak bisa berhenti.
"Aku tanya gimana rasanya dapetin kepolosan aku lagi setelah aku tau kamu nggak bakal berubah, hah? Jawab, Gi! JAWAB!"
Suaranya menggelegar.
"Aku bener-bener ngira kamu sayang sama aku...," lirihnya, tak mampu lagi menopang tubuhnya sendiri. Dia merosot, jongkok dengan bertahan di dua kaki mungil sementara jari tremornya menyibak rambut ke belakang.
"Aku terlalu bego. Aku tau. Aku emang pantes diginiin. Semua orang emang nggak pernah ngelihat aku lebih dari sekadar objek menjijikkan, jadi aku pantes kamu jadiin incaran buat dibodoh-bodohin. Aku tau itu, Gi. Tau! Tapi—tapi ... apa nggak bisa seenggaknya kamu nggak begini? Aku cuma punya kamu...."
Adel menatap Egi sakit.
"Aku bener-bener cuma bisa bertahan bareng kamu, tapi kamu juga pergi. Kamu juga ... tinggalin aku sendiri."
Rahang Egi bergetar. Kepalan yang menunjukkan urat-urat nadi itu melemah. Tersedot oleh perasaan bersalah yang begitu besar.
Semua nggak akan serusak ini kalo aku nggak nyaris nyentuh kamu hari itu.
Aku emang salah. Aku memang ... pecundang.
"Kalo begini, nggak ada gunanya 'kan aku di sini? Aku cuma ganggu waktu kalian berdua." Adel memandang Tesya yang terdiam di dalam kelas, menatap dirinya dan Egi kosong.
Sebisa mungkin Adel bangkit. Tangannya saling meremas kepalan, naik mengusap air mata di dagu dan pipi, kemudian meneguk ludah sukar.
Adel memaksakan senyumnya.
"Aku pergi. Maaf ... udah buang waktu kamu. Nggak sepantasnya aku bicara omong kosong dan nangis kayak orang tolol di depan kamu 'kan?"
Dia menatap Egi sekali lagi. Egi pun memandangnya—tidak. Egi memang tak pernah melepas pandangannya dari cewek itu.
Keduanya menatap satu sama lain.
Tak ada yang bicara.
Tidak ada yang perlu diucapkan lagi.
Karena semakin banyak Adel bicara, semakin dia merasa bodoh telah bicara pada orang yang sama sekali tak tertarik mendengarnya.
Meski begitu, kenapa satu kepingan di nuraninya masih saja berharap semua ini tidak terjadi? Jauh di dalam lubuk hatinya, Adel berharap hubungan keduanya tak menjadi sehancur ini.
Gigitan kencang Adel beri ke bibir bawahnya, tak sanggup menahan perih yang menusuk-nusuk dadanya.
Bahkan di saat seperti ini pun, sorot mata Egi tak berubah. Cowok itu masih saja ... menatapnya sememuja itu.
Adel ingin jatuh. Adel ingin menyerah dan memeluk Egi seerat-eratnya.
Tapi tidak bisa.
Sudah tidak mungkin.
Semuanya sudah berakhir.
Air mata kian meluruh dari mata cokelat Adel.
"Apa—" Egi berucap serak, "—aku nggak mungkin kamu percaya lagi?"
Baru kali ini dia buka suara setelah lama bungkam, dan punggung Adel langsung gemetar kencang.
Dia lemah akan suara itu. Dia lemah atas segala hal yang ada di diri cowok itu.
Sorot mata Egi kian datar. Perlahan-lahan, mata yang memancarkan perasaan suka yang begitu kentara, berubah menjadi pandangan sedingin es.
Sekaku batu.
Adel menelan ludah paksa. Dia mengangkat dagunya lebih tinggi, pura-pura menegakkan pundaknya tegas. Sementara mata basahnya ... berubah menjadi tatapan benci.
Kebencian yang benar-benar tulus.
"Hm." Dia mengangguk. "Nggak ada."
Kita berakhir di sini.
[]
260422
Instagram, Tiktok, Youtube: @d_e__necklacesBusiness Instagram, Facebook, Tiktok, Youtube, X: @d_e_n__salon
Pijat, lulur, ratus, facial standar, untuk wanita dan pria, D.E.N Salon memberikan layanan homeservice di seluruh Balikpapan dan telah melayani 150 lebih pelanggan. WhatsApp 085656123067.

KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Balikan Bangsat
Novela JuvenilSeks itu seperti virus bagi Adel, mengerikan. Pacarnya menunjukkan itu, dia langsung memutuskannya. Teman-teman di kelas, geng-geng berandalan, semua melecehkannya karena tubuh Adel yang lebih dewasa dibanding yang lain. Dia menyadari keanehan pada...