Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Lama tak bertemu, kakak."
"Kau menemuiku karena ingin menyelamatkan anakmu yang sedang dikandung oleh istri kakakmu itu, ya?"
Itulah sapaan yang Benjamin lontarkan kala melihat Rhino.
Menurut Rhino sendiri, apa yang barusan ia dengar bukanlah sapaan, melainkan sindiran.
Hahh... Benjamin memang tidak jauh berbeda dengan dirinya. Rhino tumbuh bersama dengan ia, maka dari itu Rhino tahu bagaimana perangai lelaki itu.
"Sapaan yang sangat menusuk."
Benjamin hanya terkekeh.
Sedangkan Rhino, ia sedang memperhatikan perawakan Benjamin yang ternyata sudah menjadi sosok dewasa saja. Tingginya sudah melewati Rhino, postur tubuhnya juga sudah menyamai Rhino.
"Bagaimana kabarmu?"
Benjamin menaikkan kedua tangannya sampai pundak, dengan kedua alis menaik, ia berkata. "Lihat saja bagaimana. Menurutmu baik tidak?" Ia malah berbalik bertanya. Aneh.
"Sangat baik."
"Kau terlihat berisi dengan kedua pipi mengembang."
"Setiap malam pasti kau memakan seluruh bubur darahmu itu, kan?"
Benjamin mendengus tak percaya. Rhino masih saja seperti dulu, menurutnya.
"Berhenti mengejekku. Lebih baik sekarang kau katakan apa yang kau inginkan dariku?" kata Benjamin yang ingin mematikan topik mengenai fisiknya.
"Aku yakin kalau kau sudah tahu perihal aku—"
"Yang meniduri istri Pangeran Archilles?"
"Ah ralat, istri kakakmu."
Benjamin menunjukkan seringai jahilnya. Tak lama dari itu ia tertawa lepas sedari memandangi Rhino yang sudah memasang wajah masam.
Dengan memperhatikan manik Rhino, Benjamin sudah tahu apa yang telah terjadi. Dan itulah yang menjadikan alasan mengapa dirinya tertawa.
Benjamin tidak menduga kalau dua Pangeran yang memang dari dulu saling membenci, kini terlibat dalam satu jalan.
Keduanya terjebak dalam satu masalah, masalah perempuan yang dimana keduanya sama-sama mencintai perempuan itu.
