2

33 8 5
                                    

Bam!

Keira membanting pintu gimnasium sampai terbuka, benturan dinding dan pintu menimbulkan bunyi keras yang mengejutkan sekelompok gadis dan seorang pria di dalam.

“Hei! Tidak sopan!” Wanita berambut hitam dan mengenakan jaket merah berteriak, tangannya di pinggang dan wajahnya seram. “Kami sedang membicarakan hal penting!”

Menyadari kesalahannya, Keira buru-buru membungkuk. “Maaf, maafkan aku.” Melihat siapa saja yang ada di dalam gimnasium, gadis itu menyadari bahwa suara pria yang tadi didengarnya dari balik pintu dan mengatakan bahwa klub akan dibubarkan adalah Kepala Sekolah.

Semua pasang mata masih tertuju pada Keira saat dia kembali tegak. Kedatangannya yang tiba-tiba jelas membuat mereka terkejut. Keira juga tidak sangka bahwa respons otaknya justru membuat pintu gimnasium terbanting, gadis itu terkejut mendengar penuturan sang pemimpin sekolah.

“Siapa kau?” Perempuan berkucir ekor kuda bertanya. Dia mengenakan Jersey bernomor punggung empat, Kapten.

Seseorang memotong sebelum Keira sempat menjelaskan. “Dia anggota baru yang kuceritakan!” katanya senang, senyum cantiknya berkilau saat menatap sang adik kelas. “Apa kau masih mengingatku?” Gadis berambut cokelat pendek itu menunjuk wajahnya.

Keira mengangguk. Hideki Naoka dari kelas dua. Dia gadis yang mengurus registrasi sewaktu pendaftaran klub dibuka. Gadis itu menyambutnya dengan heboh, seolah-olah Keira baru saja menemukan dompetnya yang hilang.

“Namaku Hanazawa Keira. Dari kelas 1-4. Aku mendaftar di klub ini kemarin,” ucap Keira lantang. Wajah gadis-gadis di sebelah sang kapten berubah cerah, bahkan ekspresi pelatih berwajah seram yang tadi mengomel jadi sedikit melunak.

“Kau datang sendiri?” Kapten bertanya, membuat Keira mengernyit. Dia tidak tahu apakah teman-teman sekelasnya ada yang mengambil klub basket juga atau tidak.

“Aku hanya datang sendiri,” balasnya.

Kepala Sekolah menggeleng, embusan napas berat lolos. Dia menoleh ke arah pelatih, tampak bersalah ketika mengatakan, “Aku senang klub ini dapat anggota baru, tetapi dia saja tidak cukup, kan?” Kepala Sekolah menatap Keira sebentar, lantas kembali menghadap wanita berjaket merah. “Begini, klub di sekolah ini tidak hanya satu. Masih ada klub lain yang perlu dimodali. Kuharap Pelatih mau mengerti, gimnasium ini bisa dijadikan tempat latihan klub lain yang lebih potensial dan menghasilkan prestasi pasti untuk sekolah.”

Pelatih melotot. Dia jelas terlihat berusaha mati-matian untuk tidak meneriaki wajah pria berjanggut putih tipis di depannya. “Kepala Sekolah, dengan segala hormat.” Pelatih berdeham, membuat nada suaranya terdengar lebih lembut meskipun kentara dipaksakan.

“Tim basket putri Meisei sudah sama tuanya dengan tim basket putra. Eksistensinya lebih lama daripada sebagian besar klub di sekolah ini. Kami sudah lebih dulu ada, bahkan sebelum Anda mengelola sekolah. Bagaimana mungkin Anda meminta kami membubarkan klub yang telah menuai banyak penghargaan bagi sekolah?”

Kepala Sekolah menggeleng. “Tim basket putra kita memang kuat. Tapi, mungkin kau sudah lupa kapan terakhir kali tim putri menorehkan prestasi?"

“Kami masuk semi-final Interhigh tahun lalu,” potong Pelatih dan Kapten bersamaan.

“Tapi, kalian kalah di pertandingan-pertandingan sesudah itu,” balas Kepala Sekolah cepat. “Sekolah bersedia memfasilitasi setiap klub ekstrakulikuler dan setiap tahunnya, beberapa klub berkembang sangat pesat sampai-sampai satu fasilitas saja tidak cukup. Klub voli sudah mengirimkan proposal dan memintaku untuk memberikan lahan latihan kalian pada mereka. Untuk memudahkan mereka berlatih. Aku tidak perlu menyebutkan apa sumbangan yang telah diberikan klub itu, bukan?”

Unstoppable!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang