Keira membuka pintu kamarnya, Fuse dan Aki langsung menerjang masuk dan mengamankan tempat di atas ranjang. Keduanya merebahkan diri, berguling-guling, dan mengambil bantal-bantal kepala Keira.
“Hei, kalian! Itu tidak sopan,” tegur Hara, alis hitam tebalnya menukik tak suka.
Keira menggeleng sambil membuang napas lelah. “Tidak apa. Biarkan saja mereka,” ujarnya. Lantas mempersilakan Hara dan Kento untuk masuk.
Hara berjalan masuk lebih dulu, menyisakan Kento dan Keira yang masih berdiri di ambang pintu kamar.
“Hanazawa-san, sepertinya kau marah padaku. Kau tidak suka aku jadi manajer baru klub kalian.” Kento berbisik, wajahnya sedikit memelas.
Keira menoleh ke kiri dan mengerjap. Dia menggeleng. “Tidak, sama sekali tidak. Aku tidak ada urusan untuk mengganggu gugat keputusanmu yang mau bergabung pada klub kami.”
“Nada suara dan cara bicaramu dingin. Benar-benar marah, ya?” Kento meringis. Dia hendak bicara lagi, tetapi Keira sudah lebih dulu melangkah memasuki kamarnya.
Sulit menjelaskan bagaimana perasaan Keira dalam menanggapi tindakan Kento tersebut. Di sisi lain, dia memang sengaja memberitahu Kento soal aturan klub padanya serta sengaja menjaga jarak agar tidak disalahpahami. Namun, sekarang hal itu jadi mustahil dilakukan.
Yah, kalau dia bagian dari klub berarti peraturannya juga berlaku ke dia, dong.
“Keira, mana album fotomu?” Aki sedang melihat kolong kasur Keira.
Gadis pemilik kamar mengernyit. “Mana ada album foto di sana,” ujarnya, telunjuk kemudian menunjuk lemari buku biru di sisi kanan kamar. “Ada di sana. Di depan album ada keterangan tahunnya.”
“Tadi, sih, aku sedang mencari sesuatu. Siapa tau, kau menyimpan benda-benda terlarang.” Aki beranjak dari kasur Keira, dia berjalan mendekati lemari yang gadis itu tunjukkan dan mengambil asal sebuah album foto bersampul kuning.
“Tuan Putri tidak mungkin menyimpan benda-benda seperti itu.” Fuse memeluk guling Keira, terlihat senyaman ada di rumah sendiri.
“Benda apa?” Keira mengernyit.
“Tanya Kento-kun, dia pasti tahu.” Aki menaikkan kedua alisnya ke arah Kento, sementara laki-laki itu berbalik dan membuang wajah saat Keira menatapnya minta penjelasan.
Hara menggeram lirih. “Kita datang kemari bukan untuk main-main, ayo serius. Sebentar lagi ujian, kalau nilai ujian jelek bisa-bisa kita---”
“Wah, Keira. Kau sudah ikut banyak kegiatan sejak kecil, ya? Ini ... apa? Melukis, karate, taekwondo, paduan suara, renang, balet, akting, piano, drum, ....”
Mendengar rentetan panjang pengalaman itu, Hara langsung berdiri dan berjalan mendekati Aki. Gadis itu ikut-ikutan terbelalak, kini keduanya memandangi Keira heran.
“Itu sudah lama sekali. Aku tidak pernah memperdalam ilmunya lagi sekarang. Malahan banyak yang sudah aku lupakan.” Keira meletakkan tas di bawah meja belajar dan melepas dasi kupu-kupunya. “Orang tuaku agak keras kepala, mereka ingin aku punya sesuatu yang ditekuni sejak kecil agar jadi bekal masa kini. Jadi dulu, aku sering ikut kursus di mana-mana.”
Kento yang penasaran ikut mendekat, sementara Aki dan Hara duduk di pinggir ranjang. Fuse langsung mencari celah untuk mengintip sambil mempertahankan posisi tengkurap dengan bantal biru muda di pelukan.
“Jadi, kau tidak benar-benar menguasai semuanya?” Hara bertanya.
Keira tak langsung menjawab, dia membuka dua kancing atas seragam sambil memandangi pantulan wajah di cermin meja rias yang bersebalahan dengan lemari baju. “Yah, seperti belajar di sekolah. Kita mempelajari banyak mata pelajaran dalam satu hari, tetapi tidak semuanya dikuasai. Meskipun tidak menguasai, setidaknya ada satu-dua ilmu yang tetap membekas sampai sekarang.” Gadis itu melepas ikat rambut, membiarkan helai cokelatnya tergerai sampai menutupi punggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unstoppable!
Teen FictionKlub basket SMA Meisei terancam dibubarkan akibat kekurangan anggota dan minim prestasi. Padahal, Keira Hanazawa yang terobsesi terhadap bola basket, menggantungkan impian pada klub bekas idolanya tersebut. Bersama Tim Meisei, gadis itu berjuang ke...