26

5 1 0
                                    

Keira mengeratkan jaketnya, udara subuh menerpa kulit ketika dia baru membuka pintu rumah. Membuat gadis berambut cokelat panjang tersebut sedikit meringis akibat dingin. Keira mengunci pintu rumah, lantas memasukkan benda itu ke dalam tasnya lalu mulai berjalan meninggalkan pekarangan rumah sambil membawa tas punggung besar.

Matahari belum terlihat di cakrawala, awan kehitaman masih menghiasi langit pagi. Suasana jalanan sepi menemani perjalanan Keira menuju sekolah. Biasanya dia berangkat pukul enam, setelah sebelumnya olahraga pagi dulu mengelilingi kompleks. Pagi ini, dia pergi setengah jam lebih awal supaya bisa sampai di sekolah tepat waktu. Pelatihnya itu bilang, kalau sampai ada yang terlambat dan belum tiba pukul 06.15 maka orang itu akan ditinggal dan diminta jalan sendiri sampai ke lokasi summercamp. Entah kenapa, Keira bisa membayangkan kalau Jun dan Nami akan terlambat. Namun, kemudian gadis itu teringat bahwa mereka berdua pasti terlambat karena sama-sama remedial.

Bayangan kejadian semalam saat kedua sobat kelas dua itu kena omel Kapten Kame melintas, membuat Keira menggeleng ngeri dan makin banyak-banyak bersyukur nilainya lolos semua walau hanya dua angka di atas standar.

Jalan menurun membuat Keira sedikit goyah, dia berusaha menyeimbangkan posisi meskipun sedikit limbung karena berat tas di punggung. Jarak antar SMA Meisei dan rumah lamanya yang tidak begitu jauh adalah alasan kenapa Keira bisa menonton pertandingan basket pertamanya secara langsung di tempat itu. Setelah melewati turunan, dia sampai ke tepi jalan raya utama dan berjalan di atas trotoar depan kawasan pertokoan yang sudah mulai dibuka.

Keira mengeluarkan earphone dari dalam saku jaket, setelah memasang benda itu ke telinga dia mulai memutar musik dalam playlist dan menaikkan tudung jaket merah. Alunan musik pop mengalun di telinga kanan, sementara yang kiri tetap was-was. Gadis itu berhenti sebentar, menunggu lampu pejalan kaki berubah warna dan mulai menyebrang. Dia terus saja berjalan ketika tiba-tiba merasa ada seseorang yang memanggil.

Keira menoleh ke kiri, melihat wajah Hideo yang sedang mengayuh sepeda sambil melambaikan tangan padanya. Laki-laki itu mengenakan jaket klub sama seperti Keira. Warnanya pun hampir mirip, biru. Namun, milik tim putra adalah biru gelap sementara tim putri biru muda.

“Mau ke sekolah? Mau barengan?”

Keira menaikkan alis kanan. “Tidak boleh naik sepeda sambil berboncengan. Sadel sepedamu itu harusnya hanya diperbolehkan untuk anak-anak. Apa aku tampak seperti anak-anak bagimu, senpai?”

“Mumpung jalanan masih sepi.” Hideo berkata, sengaja melambatkan laju sepedanya di jalan raya agar bisa sejajar dengan Keira. “Biar cepat sampai juga.”

“Ini juga sudah cepat, kok.” Keira lupa kalau tim basket putra Meisei juga akan mengadakan summercamp di tempat yang sama.

Kame sudah menceritakan sejarah antara hubungan sekolah Meisei dan Akademi Nishimachi. Terutama klub basketnya yang dilatih oleh sepasang suami-istri, dulu. Gara-gara itu mereka sering melakukan operasi latih tanding bersama dan menurun sampai ke bawah kepemimpinan Pelatih Akimoto dan Pelatih Yasuo Fukuda---pelatih tim Akademi Nishimachi. Awalnya, sih, hanya tim basket putra yang biasa melakukan kunjungan latihan bersama di sana dan acara menginap. Namun, saat klub basket putri di Akademi Nishimachi baru terbentuk, Meisei-lah yang mengundang mereka ke Kanagawa untuk latih tanding pertama mereka.

Dari sana, hubungan antar sekolah jadi makin erat bahkan berhasil menggandeng sekolah-sekolah lain yang tak kalah terkenal seperti Akademi Yumezawa, tempat Ayumu. Juga sekolah-sekolah yang telah mencoba rasanya bermain di lapangan utama pertandingan nasional. Setiap tahun, acara menginap ini diadakan bergiliran ke sekolah-sekolah lain secara acak. Tahun ini adalah giliran Akademi Nishimachi.

Keira berhenti berjalan, membuat Hideo juga menekan rem tangan dan menurunkan kaki. “Wah, berubah pikiran?” Laki-laki berambut hitam itu tertawa singkat. Dia sedikit terkejut karena bukannya naik, Keira malah meletakkan tasnya ke keranjang depan sepeda Hideo.

“Titip itu saja. Aku mau lari.” Sesudah mengucapkan itu, Keira langsung memelesat meninggalkan Hideo yang masih terpaku di posisinya berhenti.

Aku sudah beritahu dia soal aturan klub sama kecurigaan Pelatih Akimoto belum, ya? Gadis itu melompati kerucut yang dipasang di tengah jalan karena sedang ada lubang perbaikan, tetapi Keira bisa melompati kedua penghalang tersebut dan masih terus berlari.

Kayaknya udah, deh. Padahal belum. Dan sebenarnya Hideo sudah tahu soal aturan itu dari kaptennya yang dulu berpacaran dengan kapten tim putri.

---

Hideo memandangi tubuh Keira yang kian mengecil, dia kembali mengayuh sepeda dan menambah sedikit kecepatan untuk mengejar. Tangan kanannya memegangi setang sepeda, sementara yang kiri memperbaiki posisi tas Keira yang berada di keranjang sepeda ibunya ini.

Dulu sekali, Hideo sudah pernah bertemu Keira. Laki-laki itu sendiri terkejut karena tidak menyangka bahwa mereka akan satu sekolah sekarang. Namun, tampak jelas bahwa Keira tidak ingat momen itu sama sekali.

Hideo mengangkat bahu. Yah, mau ingat gimana. Kejadiannya udah hampir sepuluh tahun juga, sih. Dia diam-diam merasa bersyukur karena tidak berhenti bermain basket pasca kekalahan sewaktu SMP karena berkat itu, dia malah bisa melihat Keira lagi sekarang.

Meskipun Keira tidak ingat, Hideo sama sekali tidak keberatan sebab menurutnya itu bukanlah momen penting bagi Keira walau cukup berarti untuknya sendiri. Sambil memacu gowesan sepeda, mata hitam Hideo tak lepas dari sosok gadis tinggi bercelana hitam yang tengah lari-larian trotoar yang masih cukup lenggang.

Sesekali Keira sengaja melewati palang nama kedai yang ukurannya setinggi lutut, menjadikan benda itu bagian dari loncatan seperti atlit lari halang-rintang. Hideo tersenyum kecil. Waktu itu, dia mengira Keira adalah temannya saat gadis itu mulai membuka diri pasca kekalahan dari Akademi Yumezawa. Namun, tampaknya masa-masa galau gadis itu dan membutuhkan penyemangat sudah lewat dan sekarang dia bisa kembali menganggap bahwa mereka hanyalah dua orang dari klub berbeda yang hanya dipersatukan kegemaran dan hobi yang sama.

Masih bisa berteman, kan? Hideo bertanya dalam benak, sementara Keira di ujung sana sudah berhenti berlari dan menoleh ke belakang menunggu sepeda seniornya sampai ke tempatnya berdiri. Gadis itu mengambil tasnya dan mengucapkan terima kasih, lalu melambaikan tangan sambil berkata; sampai nanti.

Sepertinya bisa. Hideo ada firasat bahwa ini akan jadi summercamp yang lebih baik dari tahun kemarin.

[]

Unstoppable!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang