SMA Meisei jadi sekolah pertama yang tiba di lokasi summercamp, mereka langsung disambut oleh tim basket putri Nishimachi. Berbeda dari senior-seniornya yang sudah saling mengenal anggota klub satu itu berkat hubungan tahun kemarin, para junior sempat merasa kaku menerima kebaikan orang-orang asing yang bersedia membantu mereka membawa tas-tas tambahan punya anak kelas dua dan tiga.
Pelatih Akimoto dan Shiro-sensei langsung pergi untuk menemui penanggung jawab kegiatan ini, alias pelatih tim Nishimachi dan guru pembimbing mereka.
“Astaga, siapa cowok ini? Kenapa di sini? Apa salah masuk bis?” tanya seorang gadis berambut pendek setelinga sambil berdiri sebelah Kento. Temannya yang satu lagi mencoba meraih tas yang dibawa ketua kelas itu, tetapi dia menolak halus dan berkata bahwa bisa membawanya sendiri.
Kame yang melihat Kento kepayahan sebab dikelilingi gadis-gadis hanya tertawa singkat sambil berkata, “Itu manajer baru, jangan diganggu.”
“Lho? Kalian punya manajer cowok? Irinya.” Kapten tim Nishimachi, Roku Masuto berkata. Dia sedikit lebih tinggi daripada Kame dan mengenakan pelster di tengah-tengah tulang hidung. “Kalau pelatih kami, sih, sudah pasti dia bakalan diusir.”
Kame tertawa. “Dia juga hampir diusir, kok.”
“Dia mau disuruh tidur di gudang? Kok enggak bilang kalau ada manajer laki-laki?” Roku bertanya lagi, nadanya ketus. Pertanyaan itu membuat Kento sedikit terperanjat, sampai-sampai Keira menertawai ekspresi kagetnya.
“Dia bisa tidur sama tim putra.” Kame terbahak-bahak, merasa senang bisa mengusir halus manajer barunya itu. Dia menoleh ke belakang dan mengedipkan sebelah mata, tanda bercanda kepada Kento.
Mereka sampai ke sebuah ruang kelas yang telah dirapikan. Barang-barang di dalamnya disusun di sekeliling ruang kelas, beberapa mungkin sengaja dikeluarkan agar memberi ruangan yang lebih lapang. Tempat itu sendiri sudah dialasi oleh tikar dan terdapat sejumlah futon yang terlipat di atas meja. Tim Meisei juga membawa sejumlah futon, jaga-jaga karena jumlah milik Akademi Nishimachi tidak cukup jika harus untuk seluruh sekolah yang datang hari ini.
Kapten Ruko dan teman-temannya berpamitan dan meminta mereka untuk istirahat sejenak sambil menunggu tim lain datang. Kapten Kame kemudian memberi arahan untuk menyusun tas dan barang-barang mereka, sesudahnya gadis itu keluar kelas untuk menyapa kapten tim lain bersama siswi senior kelas tiga lainnya. Keira penasaran apakah senior lamanya juga sudah datang atau belum. Semalam dia dan Ayumu akhirnya berbicara lagi, tentu saja Ayumu yang memulai meskipun Keira memang sudah berniat menyapa karena mereka akan bertemu sepanjang musim panas ini.
Namun, sebelum gadis itu sempat mengirim pesan. Ayumu sudah lebih dulu melakukannya. Gadis itu tidak membahas soal pertandingan Interhigh, dia hanya menyampaikan kalau ada tiga senior lama mereka yang juga mengikuti summercamp hari ini. Dua dari tiga senior itu merupakan kakak kelas tiga yang bermain bersama Keira waktu dia kelas satu, sementara yang satu lagi ada senior kelas dua yang bersama-sama dengannya sampai Keira naik kelas tiga. Ketiganya berasal dari sekolah yang berbeda-beda sekarang.
Aki tiba-tiba datang, tangannya dengan sengaja menekan paha Keira sampai menimbulkan rasa geli. Mereka baru saja selesai berbenah dan tengah beristirahat, sembari menanti satu sekolah lagi. Beberapa senior meninggalkan ruang kamar untuk bertemu yang lainnya, Fuse juga ikut-ikutan karena dia jagoan komunikasi dibandingkan tiga siswi kelas satu lain. Kento tadi izin pergi untuk bertemu tim putra Meisei, mungkin dia sekarang tengah berbincang-bincang dengan mereka sekarang.
“Apa?” Melihat wajah antusias Aki, Keira sudah bisa menebak bahwa gadis berambut pendek itu telah mengantongi gosip baru.
Kulit wajah Aki agak kemerahan, membuatnya terlihat seperti selalu bersemu. “Kau tidak akan percaya ....” Dia memegangi lengan Keira dan mencengkramnya kuat-kuat. "Hiiihhhh!”
Keira memegangi telapak Aki, merasa kuku temannya itu menekan lengannya gemas. “He-hei! Lepas, sakit!”
“Kau ini kenapa selalu begini, sih?” Hara membuang napas gusar sambil menggeleng. Sementara, Aki berhasil mendapatkan kewarasan dan akhirnya membuang napas panjang pertanda lega.
“Coba tebak.”
“Aku menolak.” Keira menggeleng, tangannya memeluk diri sendiri sambil mengelus-elus bekas tempat Aki menanam kukunya tadi. “Jangan lakukan itu lagi.”
“Baiklah-baiklah, aku hanya bersemangat.” Aki mengepal, kedua tangannya bergoyang di bawah dagu sementara gadis itu terpejam dan tersenyum lebar seolah habis menerima lamaran cinta. “Tahu tidak, ternyata semua yang ada di sini sebenarnya tidak baik-baik saja, lho. Kalian kira Kapten Kame dan senior kelas tiga lain pergi ke luar untuk beramah-tamah?” Gadis itu tertawa, seperti lunatic yang tengah menyusun rencana jahat.
“Mereka aslinya sedang saling sindir dan bertukar sarkasme. Serem, deh. Untung kita di dalam sini.” Bahu Aki terangkat sponta, pertanda merinding. “Mulut cewek-cewek itu pedes. Naoka-senpai berkata bahwa ini hal yang biasa karena pada dasarnya mereka semua memang saingan di lapangan. Yah, masuk akal, sih.”
Entah kenapa Keira merasa aneh membayangkan Nana yang lembut ikut-ikutan adu mulut seperti dua teman seangkatannya, Kame dan Nori.
“Untuk apa kau menceritakan ini? Tidak penting sekali.” Hara mencibir, wajahnya terlihat kecewa.
Mulut Aki terbuka, dia terkejut dan merasa tersinggung mendengar balasan itu. Tangannya menekan dada, dramatis. “Tahu tidak, aslinya aku mau menyampaikan pesan kalau kalian jangan sampai terpancing emosi dan jadi berkelahi. Tidak baik, anggap saja ini semua hanyalah bagian dari lucu-lucuan.” Tangan Aki saling mengatup di depan dada, dia juga memasang tampang lucu dengan mata terpejam.
“Entah kenapa, aku jadi khawatir sama Fuse sekarang.”
“Aoyama pasti di-bully.” Hara menambahkan ucapan Keira. Wajahnya terlihat khawatir. Seperti seorang kakak mencemaskan adiknya.
“Terbukti kalian berdua lebih sayang Fuse daripada aku, hmph!” Aki membuang wajah, tangannya dilipat depan dada.
Keira berdiri dari duduknya. Sebelum Hara atau Aki sempat bertanya dia hendak ke mana, gadis itu sudah lebih dulu menjawab, “Latihan.”
“Hei, kau ini. Kita, kan, sudah disuruh istirahat dulu. Tadi perjalan jauh, lho, dan baru habis beres-beres juga. Palingan Pelatih sama yang lainnya masih rapat, tunggu saja di sini.” Hara berkata. Keira menggeleng pelan.
“Aku sekalian cari udara segar dan keliling-keliling. Biar hapal,” jawab Keira lantas beranjak, tidak mendengarkan Aki dan Hara yang bilang bahwa mereka juga ingin ikutan.
Sebenarnya Keira sedikit resah. Dia baru menyadari, bisa-bisanya dia duduk diam sementara mungkin senior dan teman-teman lamanya tengah mengasah kemampuan terbaik mereka sekarang untuk dijadikan senjata. Dia tidak bisa membiarkan dirinya kalah lagi.
Gadis itu berhenti melangkah saat di ujung tangga, ada tiga orang gadis yang mengenakan kaos berbeda warna tengah berdiri sambil berbincang. Keira berdeham dan gadis-gadis itu tersenyum seraya memberi jalan. Mujur, batin Keira seraya berjalan turun. Namun, langkahnya terhenti anak tangga keempat dan gadis itu berbalik. “Hei ... kalau tidak sibuk, mau melawanku bermain basket?”
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Unstoppable!
Teen FictionKlub basket SMA Meisei terancam dibubarkan akibat kekurangan anggota dan minim prestasi. Padahal, Keira Hanazawa yang terobsesi terhadap bola basket, menggantungkan impian pada klub bekas idolanya tersebut. Bersama Tim Meisei, gadis itu berjuang ke...