17

9 2 0
                                    

Keira resah, tetapi dia harus menelan keresahan itu karena ujian tengah semester pertama sudah ada di depan mata. Beruntung, seluruh anggota klub basket bersedia membantu. Para senior membentuk kelompok belajar dan mengikutsertakan adik-adik kelas mereka yang agak lemah otaknya ini untuk sesi belajar bersama.

Senior kelas tiga tidak bergabung, mereka membentuk kelompok sendiri dan terpisah karena perbedaan materi yang sudah jauh serta berusaha fokus untuk ujian-ujian ke depannya nanti. Jadi tanggung jawab ajar-mengajar siswi junior diserahkan ke senior kelas dua. Sebagai motivasi, junior tidak boleh ikut latihan apabila belum menyelesaikan hapalan atau 'misi' yang diberikan senior kelas dua.

Sebelum tradisi kelompok belajar ini dimulai, senior kelas dua meminta para junior untuk membentuk daftar pelajaran yang mereka paling kuasai dan paling tidak dikuasai lantas membuat mereka bertanggung jawab untuk saling mengajari mata pelajaran paling dikuasi, baik untuk senior maupun teman seangkatan. Hal yang sama juga dilakukan antar sesama senior.

Setelahnya, para senior mencoba mencari metode belajar yang paling dikuasai adik-adik kelas mereka dan metode seperti apa yang lemah, seperti Keira yang lebih jago praktik daripada hapalan. Dia diminta mengerjakan banyak contoh soal. Hara lebih suka belajar menggunakan visual, jadi dia diperbolehkan membentuk gambar-gambar di kertas coret-coretan sebagai alat bantu mengingat, Aki dan Fuse sama-sama jago mengingat teori dan lemah di bidang praktik. Mereka berdua juga punya metode belajar yang berbeda karena Fuse lebih suka mendengar, sementara Aki suka menulis.

Setelah sesi belajar, biasanya mereka akan berlatih basket bersama dengan senior kelas tiga juga lalu pulangnya mampir ke kedai makanan atau supermarket. Kegiatan belajar ini rutin dilakukan sampai hari UTS datang. Mereka juga tidak hanya belajar di gimnasium, terkadang Aki menyarankan sejumlah tempat yang dia lihat dari media sosial.

Berkat bimbingan dari para senior dan teman seangkatan, Keira bisa menjalani ujiannya dengan lebih rileks dan tidak perlu makan kertas lagi akibat stres. Meskipun begitu, nilainya tetap saja pas-pasan di beberapa mata pelajaran.

“Beberapa hal memang tidak bisa diubah.” Keira menaikkan bahu, merasa kecewa melihat nilai mata pelajaran matematikanya. Ketika mengintip, dia mendapati bahwa nilai Fuse lebih rendah dan keduanya tertawa bersama.

Setelah UTS, pada awal bulan Juni, SMA Meisei mengadakan pekan olahraga. Kegiatan ini biasanya diikuti oleh seluruh siswa-siswi sekolah sebagai bentuk refreshing setelah UTS berlangsung. Pada pekan olahraga, tiap-tiap kelas akan berlomba-lomba untuk memenangkan sejumlah mata lomba yang telah diadakan oleh pihak panitia sekolah. Kelas yang meraih poin tertinggi akan jadi pemenang dan menerima penghargaan oleh Kepala Sekolah.

Wali kelas 1-4, Mujioka-sensei berdiri di depan kelas sambil memegangi papan ujian yang menjepit daftar nama siswa sekelas. Pria berusia awal tiga puluh tahunan itu selalu tampil dengan kaos biru muda dan jaket olahraga sekolah, bersama dengan celana olahraga panjang senada dengan jaketnya yang berwarna biru tua. Pria itu memperhatikan seisi kelas yang hening, menanti guru kesehatan jasmani yang terkenal galak tersebut untuk angkat bicara.

Mujioka-sensei berdeham. “Seperti yang kalian tahu, Pekan Olahraga akan dilaksanakan tanggal 8 Mei nanti. Artinya minggu depan. Tentu saja kalian tahu apa maksudnya, kan?” Pria ini punya kebiasaan aneh menanyakan sesuatu kepada murid-muridnya dan tidak berharap mereka memberi jawaban. “Artinyaaa ... kita harus memilih perwakilan kelas yang akan menjadi primadona dalam acara ini. Secara keseluruhan, kalian semua secara bergantian akan bertanding dalam sejumlah olahraga maupun permainan yang akan dirancang oleh sekolah. Aku akan meminta Nozoki-kun untuk mencatat teman-teman yang bermain di kategori permainan dan pertandingan apa.”

“Sebagai pembeda, primadona akan melakukan semua perlombaan olahraga dan permainan itu tanpa terkecuali. Dengan kata lain, dia adalah pilar kelas kita dan menjadi kunci kemenangan. Biasanya anak-anak yang menjadi primadona adalah yang nilai olahraganya tinggi dan punya stamina seperti kuda.”

Entah kenapa Keira merasa kalau Mujioka-sensei dan seluruh kelas mengarahkan tatapan mereka padanya. Membuat gadis itu mati kutu dan mencengkram roknya erat-erat. Meskipun mendadak gugup, Keira tetap mempertahankan ekspresi datarnya yang dingin dan dinilai galak.

“Hanazawa-san, apa kau keberatan untuk menjadi primadona kelas ini?” tanya Mujioka-sensei dengan nada lembut dan sangat jarang, bagi seorang guru olahraga sepertinya yang gemar 'menyiksa' anak-anak menggunakan intonasi halus nan lembut seperti tadi. “Tentu saja, aku melakukannya bukan karena kau murid favoritku atau apa. Aku berniat menanyakan hal yang sama ke murid-murid lain, kok.” Mujioka-sensei berdeham palsu.

Keira mengernyit samar, pandangan masih lurus ke arah sang guru yang terlihat penuh harap. Bukannya Keira tidak berminat, hanya saja dia masih teringat kalau hubungannya dan murid-murid kelas 1-4 ini tidak begitu bagus. Gadis ini juga bukan tipikal seseorang yang mau repot-repot memperbaiki penilaian orang lain atas dirinya dan membiarkan saja spekulasi buruk tersebut mengiringi setiap langkah dan keberadaan Keira.

Kento juga sudah Keira minta untuk berhenti menolongnya, remaja laki-laki itu telah melakukan yang terbaik dan Keira cukup tahu saja, alasan apa yang membuat rekan-rekan sekelas ini tidak menyukai dan menolak keberadaannya. Toh, Keira secara pribadi juga tidak keberatan jika lingkar pertemanannya kecil.

Dia hendak menolak tawaran tersebut, tetapi seseorang berseru dari kanan kelas. “Aku setuju, jika Hanazawa-san yang mewakili kelas kita.”

Unstoppable!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang