"Anha my man." Fahmi menepuk pundak Anha dengan kencang. Anha masih bisa duduk dengan tegap meski badannya terguncang pelan. Senyumnya juga tetap pasrah seperti biasanya. Yah, setidaknya dia tersenyum.
Semenjak kelas dirolling, Anha terpisah dari Fahmi dan Hanan. Fahmi dan Hanan masih berada di kelas yang sama sementara Anha dipindah ke kelas IPS-2. Kesempatan mereka untuk berkumpul adalah di jam-jam istirahat seperti ini. Tidak sering, tapi sesekalilah.
"Gimana IPS-2?" tanya Fahmi merangkul Anha. Anha mengendik abai. "Oke oke aja. Jujur kalo ngomongin soal warganya, mendingan warga IPS-2 daripada warga-warga kita dulu."
"Enak ya. Sementara ... warga kelas IPS-4 semakin buruk. Hanan sampe pengen pindah MIPA." Fahmi menggeleng dengan tundukan dramatis. Helaan napasnya juga keluar pasrah.
Keluhan mereka tentang warga kelas mereka saat masih sama-sama berada di IPS-4 adalah, seisinya selalu saja ramai. Di waktu apa saja, istirahat, bahkan saat pelajaran. Itu memalukan. Sudah dimarahi berkali-kali, tapi yang patuh hanya sebagian kecil yang sangat kecil. Mana tidak pernah kompak. Tidak bisa diajak kompromi pula karena mereka angkat egonya masing-masing setinggi langit. Kemarin saat classmeet mereka tidak memenangkan apapun. Bahkan mereka jadi berakhir diminta untuk membayar denda karena tidak mengikuti tiga lomba yang ada. Sangat memalukan, ketua kelas mereka dulu stress brutal ingin menyerah mengurus kelas.
"Sangat brutal." Anha yang berempati dengan dua temannya itu ikut menggeleng dan menghela lelah. Tapi dalam hati tersenyum lebar karena Tuhan menakdirkannya pindah ke kelas yang lebih indah dan asri.
"Eh gimana relasi antara anda dan gebetan anda sekarang? Katanya sekelas," tanya Hanan penasaran. Anha yang sedang meneguk soda itu tersedak hingga terbatuk-batuk. Hanan sampai mengernyit terkejut melihat Anha yang terbatuk-batuk.
"Kenapa harus gebetan-ehm. Tapi ya, kita baik-baik aja. Udah baikan beberapa hari yang lalu. Karena harus ngerjain cerpen bareng." jawab Anha bersama sisa batuk tersedaknya. Hanan masih tidak menyerah menyebut Jiya sebagai gebetannya. Anha sudah tidak bisa menghentikannya lagi. Capek.
Anha menunggu Jiya di parkiran belakang sekolah. Keduanya tidak pergi bersama dari kelas agar tidak ada yang salah paham. Ini sudah janji dari tadi pagi. Demi menghindari adanya rumor tidak-tidak yang tersebar ke satu sekolah. Keduanya sama-sama tidak suka menjadi terkenal. Tapi suka punya relasi luas.
"Hey, sorry nunggu lama ya?" tanya Jiya berlari kecil menghampiri Anha. Anha menggeleng pelan sebagai jawaban. Ia berdiri tegap dari sandarannya pada tembok belakang sekolah. Mengulas senyum simpul sebagai sapaannya untuk Jiya. Jiya yang melihat senyum simpul Anha itu membuatnya ikut tersenyum juga. "Yuk?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathtaking
Teen FictionBaru satu kali memenangkan belasan lomba yang pernah diikuti bukan berarti tidak berbakat. Antara memang itulah takdir yang lebih baik, atau jangan-jangan wajah ini jelek? Tidak mungkin- Tapi, jangan sampai menyerah sebelum berhasil lagi. Hatimu jug...