20 : She's-PRETTY?!

1 0 0
                                    

Anha merasa aneh hari ini.

Kalau mengingat-ingat tentang sore kemarin dengan monolognya yang mengatakan bahwa Jiya cantik dari segala perspektif, mulai detik setelahnya, pandangannya tentang Jiya cepat berubah. Jiya benar-benar jadi cantik dari perspektif mana pun. Bukan berarti Jiya sebelumnya tidak hadir dengan cantik, tapi setelah monolognya kemarin-kecantikan Jiya jadi berkali-kali lipat.

Apa—?

Anha sampai tidak naik bis tadi pagi. Ia terlambat bangun karena semalam tidak bisa tidur. Semalaman hanya senyum-senyum sendiri, agaknya kewarasannya sedikit menghilang. Bahkan seisi rumah kosong dengan pesan dari Ibunya kalau beliau sudah mengantar adik-adiknya pergi ke sekolah—seperti biasanya. Anha pagi itu jadi mengacak-acak rambutnya dengan frustasi, melakukan semua kegiatan paginya dengan terburu-buru. Bahkan tidak sempat sarapan atau pun beres-beres rumah.

Akhirnya ia menaiki sepedanya yang jarang dipakainya semenjak sering bertemu dengan Jiya saat menunggu di halte bus setiap pagi hari aktif. Anha mengayuh kencang, meski sampai di sekolah tepat waktu, ia tetap mengambil napas dengan terengah-engah. Lehernya sudah basah kuyup. Padahal masih pagi, untung saja hari ini jadwalnya olahraga, sekalian saja berkeringat.

Dengan langkah yang dipelankan agar napasnya bisa berjalan teratur, Anha merasa lega karena ia sampai tidak terlambat. Bel akan berbunyi kira-kira lima menit lagi. Seisi lorong ramai akan anak-anak yang tengah mengobrol di luar, berjalan-jalan menyusuri lorong, atau mengurusi urusannya sebagai siswa, entah ekstrakulikuler atau pasal akademiknya.

"Oh! Anha baru sampai?"

Anha tercekat kaget dan berbalik cepat ketika mendengar suara yang familiar. Saking kagetnya Anha, ia sampai limbung dari kakinya yang awalnya berdiri tegak. Dengan cepat menahan dirinya sendiri dengan bertumpu pada dinding di sampingnya.

Itu Jiya; orang yang memanggilnya. Saat melihat Anha limbung, ia ikut panik dan membuka tangannya ingin menangkap Anha. Tapi jujur ia tidak bisa melakukan apapun. Kalau pun Anha jatuh, Jiya jujur juga tidak akan menangkap Anha. Itu tangannya terbuka karena reflek saja.

"Hey! Eh Jiya! Iya! Telat bangun aku hari ini!" jawab Anha dengan gelagapan. Ia super duper gugup. Jiya mendehum panjang dengan anggukan memahami. Keduanya mulai berjalan beriringan menuju kelas bersama.

"Pantesan aku enggak lihat kamu di halte bus tadi. Naik apa ke sini?" tanya Jiya ramah.

"S-Sepeda," jawab Anha masih dengan suaranya yang gelagapan. Jiya lagi-lagi mengangguk paham mendengar jawaban Anha. Kemudian tidak bertanya apa-apa lagi. Anha menggenggam tali tasnya erat-erat. Tolong ia super gugup sekarang berdiri-berjalan di sebelah Jiya. Dari dulu dia memang sedikit gugup berada di sekitar Jiya karena Jiya adalah seorang perempuan.

TAPI SEKARANG DIA GUGUP BERKALI-KALI LIPAT, ADUH-YA ALLAH TOLONG!

Melihat Jiya yang tidak membawa benda apapun membuatnya mulai bertanya-tanya kenapa Jiya bisa muncul dari belakangnya. Anha pun membuka suara, "Ta-Tadi kamu h-habis dari man-a?"

Mendengar pertanyaan terbata Anha membawa Jiya menuju kekehan gemas yang luar biasa manis dari sudut pandang Anha. Jiya bertutur lembut, "Calm Down, Anha ...."

Anha ikut terkekeh pelan bersama Jiya. Menertawai dirinya sendiri. Pun Anha juga sadar kalau dia bersikap terlalu gugup. Dan ia malu karena Jiya sanggup melihat semuanya dengan jelas.

"Tadi Dewi minta ditemenin buat ketemu sama kakak kelasnya. Karena urusannya masih panjang aku disuruh balik duluan," jelas Jiya singkat. Anha kali ini yang mengangguk paham dengan 'oh' panjang. Lagi-lagi keduanya terdiam tidak ada yang berbicara. Anha mendeguk ludah canggung.

Namun Jiya rupanya berbicara lagi. "Kirain hari ini kamu nggak masuk."

"Loh? Kenapa?" tanya Anha kebingungan. Jiya mengendik sebelum menatap Anha dengan senyum manisnya, "Ya-karena kemarin wajahmu kelihatan merah gitu jadi aku kira kamu demam ... atau-karena hari ini kamu enggak muncul di halte, jadi ya-kukira kamu enggak berangkat."

"Ternyata berangkat, hehe." Jiya terkekeh pelan. "I'm glad you're doing okay."

Anha menaikkan kedua alisnya terkejut mendengar pernyataan Jiya. Jiya mengeluarkan pernyataan itu ketika mereka sudah sampai di depan kelas. Anha terpaku dan menghentikan langkahnya, tapi Jiya tidak. Dia melanjutkan langkahnya hingga masuk ke dalam kelas. Anha menganga tipis sebelum mengernyit bersama ujung telinga yang merona hebat. "Eh?"

She's glad that i'm doing okay

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

She's glad that i'm doing okay...

Anha terus memikirkan kata-kata Jiya tadi pagi. Ia sampai tidak fokus seharian. Baru kali ini selama pelajaran, apa yang dijelaskan oleh guru mapel di depan tidak masuk sama sekali ke dalam otaknya. Anha tidak mengerti, Anha tidak mengerti!

"Hoi. Anha."

"Hoi." Fahmi menjentikkan jemarinya di depan kedua mata Anha. Menaikkan salah satu alisnya tidak mengerti karena Anha tak kunjung tersadarkan dari lamunannya. Fahmi hanya takut kalau nanti Anha kebablasan kesurupan.

"WOI!" Fahmi dengan emosi menampar pipi Anha. Tidak begitu kencang, tapi cukup untuk menyadarkan Anha dari lamunannya.

"Aduh—! PERLU YA NAMPAR SAYA PAK?" tanya Anha tidak terima.

"PERLU LAH ANDA TIDAK SADAR SAYA SUDAH CETAK-CETIK INI JARI DI DEPAN MATA ANDA PAK, LAMA-LAMA ITU MATA SAYA COLOK!" jawab Fahmi dengan emosi. Anha mengernyit tipis. "Kok marah? Hamil ya?"

Fahmi terdiam sejenak sebelum menggulung kemejanya. "Semenjak anda masuk IPS-2 anda jadi ikutan rada-rada itu kepala saya—"

"Eh, eh, eh, eh." Hanan menahan Fahmi untuk tetap duduk karena anak itu mulai menggeliat ingin menganiaya Anha yang dengan tenang kembali menyantap bekal buatannya sendiri. Hanan pun ikut berkomentar, "Tapi aku setuju. Kayaknya kamu mengalami character development semenjak jadi anggota IPS-2."

"Ini pasti karena sekelas sama gebetan tuh," cibir Fahmi sembari menyantap Ayam Geprek yang ia beli dari kantin. Anha nyaris tersedak. "Gebetan? Gebetan apa?"

"Alah, pura-pura nggak tahu." Fahmi berdecak tak suka.

"Itu bukannya gebetanmu?" tanya Hanan tiba-tiba. Menatap ke belakang Anha. Anha pun reflek ikut berbalik dan kedua matanya membulat lebar saat melihat Jiya yang baru saja masuk ke dalam area kantin bersama dua sahabatnya.

Anha kembali berbalik membelakangi dari mana Jiya berada. Ia menunduk pura-pura tidak tahu. Berusaha menutupi dirinya sendiri karena ia baru-baru ini sedang menghindari Jiya karena rasanya ia selalu merasa gugup berada di dekat Jiya.

Rasanya seperti sesak napas padahal ia hanya terlalu banyak tersenyum dan menahan napasnya sendiri. Memang gila.

Semua ini kelewat gila!

Bersambung...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 21, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BreathtakingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang