FCCT 15

26 5 0
                                    

Inshira duduk di kursi yang ada di depan kelas sembari menunggu Naswa yang pergi ke toilet

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Inshira duduk di kursi yang ada di depan kelas sembari menunggu Naswa yang pergi ke toilet. Bel pulang sekolah baru saja berbunyi lima menit yang lalu, jadi suasana sekolah masih sangat ramai. Hari ini Naswa mengajak Inshira untuk mengunjungi kafe milik sang kakak, Julio. Inshira menatap layar ponselnya yang menampakkan satu paragraf cerita yang sudah dirinya tulis. Gadis ini menyandarkan tubuhnya pada tembok kelas, lalu melepas kacamata agar leluasa mengusap matanya yang terasa mengantuk. Mood-nya tiba-tiba hilang tertiup angin. Mungkinkah karena pertemuan tidak disengaja dengan seseorang hari ini?

Dia menyadari jika seseorang duduk di sebelahnya, dan Inshira juga mengetahui siapa orang tersebut. Bahkan Inshira sempat menoleh malas kepadanya. Dia memasang kembali kacamata dan mengubah posisi duduknya menjadi tegak.

"Lemes amat kayak jelly," ejek Adami ketika melihat Inshira tidak ada semangat sama sekali.

Inshira tidak menganggapi ejekan yang dilontarkan tokoh fiksinya. Dia tidak mempunyai tenaga untuk membalas ejekan Adami saat ini.

"Udah sampe mana lo nulis?" tanya Adami karena ejekannya tidak mendapat tanggapan apapun dari gadis di sampingnya.

"Mau masuk resolusi," jawab Inshira singkat masih dengan raut bad mood-nya dan tidak menoleh pada Adami. Dia memilih tetap menatap lurus ke depan. Jika boleh tawar-menawar seperti di pasar dengan Adami, dia ingin libur menulis hari ini. Hal itu bisa saja terjadi, tetapi besoknya jumlah kata yang harus dirinya tulis menjadi lebih banyak. Seprtinya, jika Inshira menuliskan Adami sebagai seorang penjual, mungkin dia tidak akan membiarkan pembelinya menawar dagangannya.

"Konflik yang lo tulis nggak aneh-aneh, kan?" tanya Adami dengan nada sedikit panik, "konfliknya gue nggak putus sama Klarin, kan?"

"Bukannya kamu yang meranin ceritanya? Kok nggak tahu?" tanya Inshira merilik Adami dari ekor matanya.

"Gue nggak tahu pernah bilang atau nggak, tapi selama gue ada di sini, aktivitas dari cerita yang lo tulis itu terjeda. Mereka yang ada di dunia fiksi, terutama cerita yang lo tulis itu sekarang semua tokohnya menjalankan kehidupan di luar cerita. Nggak cuman sekarang, tapi setiap kali lo nggak nulis. Ya ... walaupun kehidupannya nggak jauh-jauh dari cerita yang lo tulis juga, sih," terang Adami.

Penjelasan Adami membuat gadis di sampingnya menoleh dan sedikit memutar badan menghadap Adami. Inshira mulai tertarik dengan apa yang baru saja dia dengar dari tokoh fiksinya. Selama ini Inshira hanya menyangka jika cerita yang dirinya tulis itu tidak akan menimbulkan kehidupan bagi tokoh fiksinya.

"Berarti kalian juga bisa kenalan sama tokoh dari cerita lain?" tanya Inshira penasaran dengan kelanjutan cerita Adami.

Adami tertawa kecil mendengar pertanyaan Inshira. Laki-laki ini bisa melihat jika lawan bicara sekaligus penulisnya tertarik dengan topik yang dibawakannya. "Ada. Kita bersosialisasi kayak di dunia nyata. Sayangnya, buat interaksi sama tokoh yang lawan jenis dari cerita lain itu dibatasi, tapi kalo sesama cowok nggak dibatasi. Gue nggak dikasih tahu alasannya, tapi kayaknya biar nggak ada selingkuh tokoh lintas cerita. Padahal ya, kalo ngomongin soal selingkuh itu bisa terjadi sama siapa aja, kan? Jangankan lintas cerita, sama tokoh yang satu cerita aja bisa terjadi. terus interaksi sesama jenis ini, kan, nggak dibatasi. Bisa aja mereka jadi ... lo pasti ngerti maksud gue."

Fictional Character Come True [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang