Gemerlap bintang dan terangnya bulan menemani malam Inshira. Bintang-bintang lebih bercahaya di atas hamparan langit yang gelap. Angin membelai lembut kulit Inshira dan menerbangkan beberapa helaian rambut. Raut wajahnya sangat tenang kala memperhatikan langit. Sesekali dirinya memejamkan mata seraya menarik napas kemudian mengembuskannya.
Ketenangannya terusik setelah mendengar suara pintu diketuk. Inshira menoleh ke arah pintu dan mempersilakan seseorang itu masuk. Ternyata yang masuk adalah sang kakak, Julio. Setelah mengetahui siapa yang masuk ke dalam kamar, Inshira kembali menatap langit.
"Tumben buka jendela buat liat langit malem, biasanya nggak pernah mau karena dingin, terus biasanya jam segini kalo nggak mainin handphone yang lagi di depan laptop," komentar Julio yang melihat Inshira berdiri di salah satu jendela kamarnya yang bisa dibuka. Julio duduk di kursi meja belajar Inshira.
"Aku kayak gitu?" tanya Inshira, "tapi kalo sekarang, kan, anginnya nggak gede banget. Jadi nggak terlalu dingin juga. Kalo soal handphone aku nggak ketemu yang seru karena aku nggak inget semua akun sosial media punyaku, terus laptop juga di-password dan aku nggak inget sama sekali," tambahnya panjang lebar.
"Kalo nggak salah semuanya kamu tulis di lembar belakang buku rahasia."
"Buku rahasia?" Inshira memutar badan menghadap Julio dengan badan yang bersandar pada dinding kamarnya.
"Iya, bukunya itu warna kream dan ada gambar beruang atau panda gitu. Kamu juga pernah ngirim foto yang isinya semua password sosial media kamu ke Aa. Katanya 'Titip ini, takut bukunya hilang' gitu," ungkap Julio, "nanti Aa kirim deh fotonya biar kamu bisa buka sosmed lagi."
"Oke. Nanti aku coba cari juga deh bukunya di mana."
Obrolan mereka berakhir begitu saja. Kini keduanya hanya saling menatap dan sibuk dengan isi kepala masing-masing. Jika mengingat sesuatu yang sempat terlintas tadi sore, Inshira tidak melihat ada raut kebencian atau sikap tidak suka yang ditunjukkan oleh laki-laki di hadapannya sekarang.
"A," panggilnya.
"Ya, kenapa?"
Sebelum menjawab pertanyaan Julio, Inshira bergumam pelan. Gadis ini juga sedikit menggigit bibir bawahnya. "A, eh, ini ... aku mau tanya, tapi tong ngambek." (Tapi jangan marah)
Julio terkekeh mendengar ucapan Inshira. Biasanya Inshira tidak akan berkata demikian jika akan bertanya atau mengungkapkan sesuatu. Seaneh, semenyebalkan, dan setidak masuk akal apapun ucapannya Julio akan tetap mendengarkan. Julio berusaha menjadi pendengar yang baik untuk adiknya karena dia tahu Inshira tidak terlalu terbuka kepada orang tua mereka sehingga biasanya Julio yang selalu menjadi perantara.
"Emang mau tanya apa?"
"Aa ... sayang nggak sama aku?" tanyanya dengan suara pelan dan sedikit ragu. Inshira bukan takut mendengar jawabannya, tetapi yang dirinya takutkan adalah Julio. Inshira takut jika sang kakak akan tersinggung dengan pertanyaannya. Namun, dia juga tidak ingin penasaran dengan apa yang sempat terlintas dibenaknya sore tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fictional Character Come True [COMPLETED]
Teen FictionJika sebagian pembaca dan penulis mengharapkan tokoh fiksi menjadi nyata, tapi tidak dengan Inshira. Saat hal itu terjadi padanya, justru dia menolak kenyataan tersebut karena kedatangan si tokoh fiksi, Adami, mengusik ketenangan hidupnya. Di sisi l...