FCCT 8

71 17 86
                                    

Seperti hari-hari sebelumnya, Inshira turun di depan gerbang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seperti hari-hari sebelumnya, Inshira turun di depan gerbang. Sebelum memasuki area sekolah, dia melepas jaket yang dipakainya agar selamat dari teriakan Wakasek Kesiswaan. Pagi ini dia memutuskan untuk memakai jaket karena suhunya lebih dari, bahkan waktu mandinya lebih banyak diisi dengan memandangi air yang akan membasahi tubuhnya.

Ada perasaan menyesal saat dia melihat Wakasek Kesiswaan berjaga di depan gerbang mengenakan jaket. Beliau hari ini tidak merazia jaket seperti biasa. Inshira menghela napas pelan dan melanjutkan langkahnya. Lagi-lagi matanya melihat laki-laki yang kemarin mengikutinya sampai ke rumah. Dia sedang berbicara dengan Wakasek Kesiswaan lainnya.

Ritme langkah Inshira memelan tanpa dia sadari. Mata Inshira menyelisik laki-laki itu dari ujung rambut sampai ujung kaki untuk mencari tahu apa yang membuat teman sekelasnya itu ditahan. Biru. Itu warna sepatu yang dia pakai. Tentu saja melanggar peraturan yang tertulis bahwa warna sepatu yang digunakan setiap siswa harus berwarna hitam putih dengan kaus kaki bewarna putih panjang.

Inshira berlari kecil ketika melihat teman sekelasnya itu melepas sepatu. Inshira harus segera sampai ke kelas sebelum terkejar olehnya. Gadis berkacamata ini tidak ingin pagi harinya dirusak lagi. Sayangnya, ketika kakinya akan menaiki anak tangga pertama menuju kelas, Inshira merasa tasnya ditarik dari belakang.

Saat itu juga terdengar terdengar sapaan, "Hai, gimana? Udah berubah pikiran belum? Atau lo udah nulis berapa kata hari ini?" Suara itu disertai wujud yang menghambat langkah Inshira menuju kelas.

"Adami, ini masih pagi. Terus aku udah bilang waktu itu kalo aku nggak setuju," jawab Inshira. Kedamaian hidupnya benar-benar terusik oleh kehadiran Adami.

"Oke, kalo gitu hari ini gue nggak bakal nagih-nagih cerita dulu, tapi nggak tahu kalo besok, atau lusa," ucap Adami mencoba mengalah sembari memamerkan jajaran gigi putihnya, "by the way, kita mau ngapain buat tugas Seni Budaya? Mau diobrolin kapan? Di rumah lo aja, ya. Gue, kan, udah tahu."

"Kamu ngapain ngikutin sampe ke rumah segala? Nggak ada kerjaan banget,"

"Kata siapa nggak ada kerjaan? Justru itu juga salah satu tugas gue. Mastiin lo pulang dengan selamat supaya bisa ngelanjutin cerita yang lagi lo garap sekarang."

Inshira enggan menanggapi alasan Adami yang menurutnya tidak masuk akal. Tanpa diminta siapapun, dia akan dan bisa menjaga dirinya sendiri. Inshira menundukkan kepalanya menatap lantai sekaligus menangkap kaki Adami yang telanjang tanpa sepatu dan kaus kaki. Entah perintah dari mana, kedua sudut bibirnya terangkat begitu saja. "Sepatu kamu dirazia?" tanya Inshira retoris.

"Masih untung bukan aset kebanggaan gue," jawab Adami sambil menyugar rambutnya, "eh, jadi, ya, di rumah lo kita bahas soal tugas kelompok."

"Ya udah, besok jam 9 pagi." Inshira menghela napas pasrah.

Sebelum melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga, Adami merogoh isi tasnya kemudian mengeluarkan satu kotak susu cokelat lalu menyodorkan pada gadis di depannya. Namun, Inshira tidak langsung menerimanya. Dia memicingkan mata curiga ke arah Adami, sedangkan yang ditatap meraih tangan Inshira dan memberikan susu cokelat tersebut kepadanya.

Fictional Character Come True [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang