Depalan belas menit. Waktu yang biasanya berlalu begitu cepat, sekarang rasanya seperti diperlambat. Itu yang dirasakan Inshira selama berada di ruang BK. Berkali-kali dia membenarkan kacamatanya yang turun dan meremas bagian belakang rok sekolahnya. Berbeda dengan Adami yang terlihat santai menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan Pak Lukman. Bahkan dia tidak menyisakan satu pertanyaan untuk Inshira jawab. Inshira hanya kebagian membenarkan jawaban Adami.
Sebenarnya Pak Lukman hanya meminta penjelasan atas apa yang dilihatnya di CCTV, disertai pertanyaan-pertanyaan pengiring di belakangnya untuk semakin memperjelas. Namun, ini kali pertama Inshira berurusan dengan BK di keadaan seperti ini. Jadi dirinya tidak siap dan tidak akan pernah siap sampai kapanpun. Keluar dari ruang BK Inshira menatap sinis Adami yang tetap terlihat santai.
Mereka jalan beriringan menuju kelas, tetapi keduanya sama-sama menutup mulut. Sebelum mendahului Inshira, Adami sempat berbisik, “Buat jawaban pertanyaan lo tadi pagi, kita obrolin di kelas aja pas pulang sekolah, tapi temen lo jangan di ajak.”
“Kenapa nggak boleh? Dia tahu, kok, aku nulis.” Inshira mengernyit. Apakah Adami tidak ingin diganggu Naswa atau tidak ingin sahabatnya tahu mengenai identitas yang sebenarnya mengenai laki-laki ini?
“Jangan sekarang.” Setelah dua kata itu keluar dari mulut Adami, dia langsung naik tangga mendahului Inshira yang masih termenung memikirkan apa alasan sebenarnya di balik larangan mengajak Naswa. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Inshira disadarkan oleh satu notifikasi yang mulai terdengar di setiap lorong sekolah.
Inshira masuk ke dalam kelas dengan raut wajah sedikit tenang karena sepanjang jalan menuju kelas dia melakukan senam wajah agar rasa kesal yang tergambar di wajahnya berkurang. Walaupun dia sudah berusaha untuk menyembunyikan setiap perasaan, tetapi wajahnya selalu berkata jujur. Kehadiran Inshira disambut semringan oleh teman sebangkunya. Dia melepas tas lalu menyimpannya di atas meja dan dirinya langsung menyandarkan punggung pada kursi seraya mengembuskan nafas kasar.
“Akhirnya Ci. Kirain nggak bakal sekolah hari ini. Kamu kesiangan? Untung masih bisa masuk,” ujar Naswa sambil memutar tubuhnya sembilan puluh deraja menghadap teman sebangkunya.
Inshira mengubah posisinya menjadi duduk tegak pada sandaran kursi kemudian menjawab, “Nggak, kok. Tadi udah sampe sekolah jam tujuh kurang dua puluhan, tapi diajak ke ruang BK sama Pak Lukman.”
Naswa sontak menoleh ke belakang, tepatnya ke tempat duduk Adami dan Kailash. Refleks Inshira mengikuti apa yang dilakukan sahabatnya. Dia melihat Adami sedang berbincang dengan teman sebangkunya yang selalu meranuh kepalnya di atas tumpukan tangannya sendiri.
“Jangan bilang kamu diajak ke ruang BK bareng Adami?” tuduh Naswa tepat sasaran.
Inshira menggangguk. “Iya, kok tahu?”
“Soal yang di depan ruang sarana dan prasarana kemarin itu?”
Inshira lagi-lagi menggangguk. “Tapi tahu dari mana?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Fictional Character Come True [COMPLETED]
Roman pour AdolescentsJika sebagian pembaca dan penulis mengharapkan tokoh fiksi menjadi nyata, tapi tidak dengan Inshira. Saat hal itu terjadi padanya, justru dia menolak kenyataan tersebut karena kedatangan si tokoh fiksi, Adami, mengusik ketenangan hidupnya. Di sisi l...