'Sahabat tidak mengukur dari seberapa layak, tetapi seberapa mau dan tulus menjalin hubungan sampai batas waktu tidak ditentukan.'
***
Kali pertama dalam minggu ini, detik demi detik yang berjalan dihabiskan Niki dengan hanya duduk diam dan melamun. Tatapannya kosong menerawang langit senja yang sedikit mendung.
Biasanya, ada Niko yang terus mengoceh di sampingnya dalam agenda ini. Namun, kali ini dia sendirian.
"Nik, apa emang bener aku nggak cocok sahabatan sama kamu?" gumam Niki, teramat pelan sampai hanya dia sendiri yang mendengar.
Ketika mendengar kalimat itu, hatinya bak disayat pisau bekas mengiris cabai.
Ucapan demi ucapan dari para cewek yang mendatanginya, terus berputar di telinga, membuat otak memerintahkan tubuh untuk menciptakan mimpi-mimpi buruk. Sontak, kepalanya pun penuh dengan dugaan bahwa persahabatan mereka yang telah terjalin lama, akan kandas.
Matanya memanas saat gejolak amarah menguasai hati. Setetes air mata jatuh begitu saja. Tangan kanannya gemetar saat mengangkat foto berisi dirinya dan Niko saat kelas satu SD, tengah fose dengan muka coreng-moreng oleh lipstik. Saat itu, yang diingatnya adalah meminjam lipstik sang ibunda, mereka bermain, dan berujung mendapat omelan panjang lebar.
"Di dunia ini, selain Ibu, kamu orang paling berharga yang aku punya, Niko. Aku nggak siap dan nggak akan mau kalau harus pisah dari kamu." Air mata Niki terus berjatuhan. Isakannya pun mulai terdengar.
Ayunan yang didudukinya ikut bergetar, mengikuti tubuhnya.
Selama beberapa saat, sore yang mendung itu diisi dengan tangisan Niki. Untung dia tengah sendirian di rumah karena ibunya ada lembur.
Selama ini, dia bisa diam saja menerima segala perlakuan orang-orang karena tidak ingin mendapat masalah. Namun, jika menyangkut Niko, hatinya berubah supersensitif.
Membayangkan pisah dari Niko, makin kencang saja tangisannya.
***
Pepatah yang mengatakan bahwa seribu cewek cakep mengelilingimu, kalau hatimu hanya tertuju pada satu nama, mereka tidak ada artinya. Sepertinya itu cocok untuk menyindir Niko.
Saat ini cowok itu tengah ada di kelas X-IPS 1, gudangnya bibit-bibit cewek cantik penerus generasi sekolah.
"Beb, akhir pekan ini aku free, sih. Kamu kalau mau ngajak jalan, bisa aja," celetuk Melly yang kepalanya bersandar ke pundak Niko.
Cowok itu menghela napas. Pikirannya sedang teralihkan pada hal lain. "Aku sibuk, sih," kilahnya, berupaya halus menolak.
"Aku bisa, kok, booking semua jadwal kamu, termasuk kerjain semua tugas kamu." Melly menarik diri, berganti menatap Niko lekat-lekat.
Wajah cowok di depannya ini benar-benar tampan! Garis rahang yang tidak terlalu tegas tampak cocok dengan bentuk muka ovalnya, hidung bangir, bibir agak keriting dan sedikit tebal, tatapan tajam dan sepasang iris hitam legam, terakhir alis hitam yang meski berantakan justru terlihat estetik.
Pokoknya, di mata Melly, Niko itu hanya satu kata enam huruf : i-d-a-m-a-n.
Niko mengerutkan kening saat melihat cewek di sampingnya senyum-senyum sendiri. Kemudian, tangan kanannya terangkat dan mengepal, hanya menyisakan telunjuk yang membentuk garis miring di dahi.
Senyum Melly lenyap saat paham kode Niko. "Aku gila karena kamu juga kali, Beb. Kamu, tuh, satu-satunya cowok yang bisa bikin aku hilang kewarasan!" cerocosnya, membual.
YOU ARE READING
Kiki-Koko
Teen FictionBersahabat dengan buaya darat tentu banyak ruginya. Namun, Nikita Zhafira Adnan tetap setia menemani Nicholas Ivander selama empat belas tahun belakangan. Meskipun dengan status itu, dirinya selalu terlibat masalah, terutama dimusuhi cewek-cewek kor...