'Cinta selalu hadir di tempat tidak terduga, bahkan pada orang yang tidak sesuai kriteria.'
***
Niko memantul-mantulkan bola dengan sedikit kasar. Suasana hatinya sedang tidak baik, makanya sejak tadi tidak ada yang berani mendekatinya. Soalnya yang mendekat akan langsung diajak bertanding.
Skill main basket Niko terbilang cukup baik, meski dia masih anak baru dan doyannya tebar pesona kalau sudah main di lapangan.
Lagi pula, di tengah teriknya siang begini, mana ada orang yang sengaja cari perkara.
Seorang cewek mendekati lapangan. Dia berjalan santai sambil menenteng keresek putih berlogo salah satu swalayan terkenal di Indonedia. Tutup botol biru menyembul keluar dari wadah itu.
"Nicholah Ivander!" Cewek itu memanggil.
Sadar nama lengkapnya disebut, Niko akhirnya menoleh dan mendapati cewek pendek—yang menurutnya lebih mirip jadi anak TK—sedang melambaikan tangan ke arahnya.
Niko memutuskan kembali bermain karena sepertinya hanya membuang waktu berurusan dengan cewek itu.
"Woy, Niko!" Cewek itu menjerit lagi. Kali ini terlihat sekali bahwa dia sedang menahan kegemasan.
Selama ini dia memang sudah kebal diabaikan, tetapi diabaikan oleh cowok di tengah teriknya siang dan dia sedang berdiri di pinggir lapangan, sungguh ke-gentle-an cowok itu perlu dipertanyakan.
Kesal diabaikan, cewek itu mengambil sebotol air minum, membuka tutupnya, dan meminum isinya sampai habis setengah. Kemudian, di luar dugaan, dia melemparkan benda itu dengan Niko sebagai targetnya.
"Niko-Budeg!" jerit si cewek.
Dipanggil dengan tidak sopan, Niko berbalik. Namun, matanya membola saat melihat sebuah botol siap menghantam mukanya yang tampan. Untung tubuhnya refleks bergerak menunduk sehingga benda itu melewatinya.
Jantung Niko rasanya mau copot dan lari ke perut kalau-kalau "nyawanya" tidak segera kembali. Dia mengelus-elus dada, kemudian menatap sengit pada si pelaku.
"Lo kalau mau cari perhatian ke gue, pake cara normal dikit, kek!" ketus Niko, menatap tajam pada si cewek.
"Kamu sopan dikit, kek, sama kakak kelas. Udah, mah, dipanggil nggak nengok. Sok jual mahal lagi!" cibir si cewek. Bahkan dia sampai memeletkan lidah.
"Kakak kelas?" Niko menahan tawa, tetapi matanya tidak bisa ditahan untuk tidak menelisik postur tubuh cewek itu.
Dia berjalan setengah enggan menuju si cewek yang tadi sudah maju hingga keduanya pun berhadapan dalam jarak dekat. Niko membaca nickame pada papan nama cewek itu, Qiya Hikari.
"Udah boncel, nama kayak merk kue kering lagi," cibir Niko dengan nada pelan.
Apesnya, dia tidak tahu bahwa Qiya memiliki telinga yang cukup tajam dan sensitif terhadap suara. Cewek itu maju dan Niko diam saja, tidak menduga bahwa kaki kanannya akan diinjak kuat-kuat oleh Qiya.
"Adow, sakit, Boncel!" Niko memegangi ujung kakinya yang diinjak. Tenaga dalam cewek itu lumayan juga, sampai-sampai dia merasa tulang kakinya remuk. Tentu saja bohong dan terlalu alay.
"Berhenti manggil aku Boncel, Niko-Budeg!" sembur Qiya. Cuping telinganya sudah memerah ditambah pipi yang merona.
Niko jadi geli sendiri melihatnya. Hanya perlu dipancing emosi dikit, perubahan wajah cewek di depannya ini langsung drastis.
Ngomong-ngomong, Niko tidak sepenuhnya bohong bahwa Qiya lebih cocok disebut anak TK. Soalnya tinggi cewek itu hanya di bawah pundaknya. Dia makin sulit memercayai bahwa Qiya adalah kakak kelasnya setelah menemukan fakta bahwa ada lolipop di saku kanan cewek itu.
"Udah gede, kok, masih makan lolipop? Anak TK nyasar, ya?" cibir Niko yang sudah kembali mood jailnya.
Tangan Qiya melayang dan tanpa bisa dihindari, pundak kanan Niko jadi sasaran. Cowok itu mengaduh lagi.
"KDRT banget lu!"
"Sekali lagi kamu ngomong lo-gue, kupatahin kakimu!" ancam Qiya yang rupanya sungguh-sungguh.
Bukannya menanggapi dengan serius, Niko justru meledakkan tawa sampai harus memegangi perutnya. Entah merk dari mana, boneka menggemaskan di depannya ini benar-benar mengocok perut.
Tawa Niko benar-benar terhenti ketika Qiya menampar mulutnya.
"Yang sopan sama yang tua!" Qiya menegur dengan nada sinis.
Suasana hati Niko yang semula suram dan tengah dilanda hujan badai, tiba-tiba jadi cerah ceria gara-gara cewek satu ini. Ya, meski Qiya sepertinya tipe cewek menyebalkan yang sukanya main fisik.
"Ada apaan manggil? Mau kenalan sama cosugan?" Kedua alis Niko bergerak-gerak genit.
"Cosugan?" Kening Qiya berkerut.
"Cowok super ganteng, spesies terlangka di bumi. Ya, satu-satunya yang masih bertahan cuma aku," jawab Niko. Mulai kambuh kadar percaya dirinya yang sudah overdosis.
"Najis!" Qiya pura-pura muntah.
Niko geleng-geleng sambil berkacak pinggang.
"Nih, ambil!" Tiba-tiba Qiya menyodorkan keresek berisi sebotol air mineral lengkap dengan roti dan permen rasa kopi. "Jangan protes atau kupatahin kakimu!"
Cewek itu pergi begitu saja.
Niko geleng-geleng lagi. Namun, kali ini dia tertegun saat menerima keresek berisi barang pemberian cewek itu. Ada satu surat yang terslip di dalamnya.
'Semangat latihannya, Ganteng^^'
Niko geli sendiri membacanya dan tawanya meledak begitu saja.
***
"Hukuman udah dijalankan." Qiya mengadu sambil membetulkan posisi duduk.
Rara dan Febi kompak menatapnya. Alis kedua cewek itu bergerak-gerak menggoda.
"Jangan suruh aku berurusan lagi sama junior resek dan nggak tahu tata krama kayak tuh bocah," peringat Qiya, sungguh-sungguh. Dia kemudian memejamkan mata, mencari ketenangan dengan mengatur napas.
Dua sahabatnya memilih diam karena sudah puas menjaili cewek-anti-Niko satu itu setelah kalah taruhan. Bukan taruhan juga, sih, lebih tepatnya kompetisi. Tadi ada ulangan harian di mata pelajaran Sejarah. Yang dapat nilai terendah akan dapat hukuman dan Qiya lagi apes sehingga harus repot-repot menemui Niko.
Sayangnya, dia tidak tahu bahwa di dalam keresek pemberian dari dua sahabatnya itu terdapat secarik kertas yang tidak akan pernah ditulisnya untuk cowok mana pun di dunaia ini.
Tidak, tekad itu sudah lebur sekarang. Soalnya, kertas pemberiannya membuat hati seorang Niko berdesir penasaran.
***
Niko terlalu fokus memainkan ponsel sampai tidak menyadari bahwa di depannya ada seorang cewek yang sedang berdiri untuk menunggu seseorang.
Tabrakan tidak bisa dihindarkan. Cewek itu nyaris tersungkur seandainya tidak menarik dasi Niko.
"Woy! Das-ohok!" Niko batuk-batuk karena ikatan dasi mengencang dan mencekik lehernya.
Qiya segera melepas pegangan sehingga cowok itu bisa kembali berdiri tegak. Dia masih terbatuk-batuk sambil melonggarkan ikatan dasi. Namun, kelewatan sehingga kancing atas bajunya terbuka.
"Sinting!" Pekikan Qiya meledak ketika secara tidak sengaja matanya melihat dada Niko, meski sedikit. Dia segera mengamankan kedua mata dengan menutupnya menggunakan telapak tangan.
"Apaan, sih, heboh banget?" Niko geleng-geleng. Dia kembali membetulkan ikatan dasi dan bajunya. "Udah gue amanin, nih. Nggak usah lebay lagi."
Satu tabokan mendarat dengan cepat setelah Qiya yakin bisa menatap normal sehingga melepaskan kedua tangan.
"Sakit, woy!" sembur Niko sambil menggosok-gosok mulutnya.
"Buodo amat! Udah nggak sopan, budeg, porno, mesum lagi! Emang kamu itu cowok nggak bener yang doyannya cuma mainin hati cewek!" Qiya tidak mau kalah dalam hal sembur-menyembur.
Setelah meluapkan kekesalan di hatinya, cewek itu melangkah lebar-lebar—yang tidak lebar-lebar amat—menuju pintu gerbang dan segera mencari angkot.
YOU ARE READING
Kiki-Koko
Teen FictionBersahabat dengan buaya darat tentu banyak ruginya. Namun, Nikita Zhafira Adnan tetap setia menemani Nicholas Ivander selama empat belas tahun belakangan. Meskipun dengan status itu, dirinya selalu terlibat masalah, terutama dimusuhi cewek-cewek kor...