'Hidup harus terus berjalan, tanpa melupakan apa yang telah menjadi kenangan.'
***
Sore ini cerah, makanya Niki semangat keluar rumah sambil membawa tiga novel, satu buku catatan, pulpen, dan beberapa kertas HVS. Dia menemui Niko di taman kecil di belakang rumah cowok itu.
Cowok itu terlihat sedang menelepon sambil beberapa kali mengucapkan kata 'sayang'. Niki hanya bisa bergidik, kemudian duduk di samping Niko.
Niko menoleh saat merasakan kursi besi yang didudukinya sedikit bergetar. Sebelah alisnya terangkat. "Ya udah, iya-iya, Sayang. Sabtu, ya?" Kemudian, tanpa menunggu jawaban, dia segera mematikan sambungan telepon.
"Kenapa?" Niki bertanya ketika melihat Niko menghela napas.
"Biasa. Orang populer banyak yang ngincer," jawab Niko, menyimpan ponsel ke saku setelah mematikannya.
Biar waktu berduaannya dengan Niki tidak terganggu.
"Ke sini mau jualan?"
Niki nyengir saat mendapat pertanyaan aneh Niko. "Kan, aku sejak dulu suka baca. Jadi, nggak usah heran."
Sesaat keduanya berhenti bicara. Yang satu menikmati pemandangan senja, satunya lagi mengambil salah satu novel dan mulai membaca.
Niko paling suka senja. Soalnya dari dulu banyak kenangan manis bersama Niki tecipta dengan background langit oranye yang indah.
"Sabtu temenin aku," celetuk Niko.
Niki menghentikan bacaan, bahkan menurunkan novel. "Ke mana? Ngapain? Jam?"
"Tempatnya masih belum fiks. Mau nemuin cewek," jawab Niko.
Dia sadar bahwa cewek di sampingnya ini sedang menatap lekat padanya. Maka, dia memalingkan pandangan ke tempat lain.
"Kok, aku yang diajak?" Satu tanya berhasil membuat Niko berani menoleh pada Niki.
"Kamu, kan, sahabatku. Emang siapa lagi yang bisa kuajak pergi?" Niko jelas saja berbohong. Ketahuan hanya dari nada ketusnya saja, belum lagi dia yang buru-buru memalingkan pandangan.
Ada motif lain.
"Hmm ...." Niki sebenarnya ingin mengucapkan beberapa kata lagi, tetapi tiba-tiba saja kepalanya kehilangan fungsi untuk berpikir.
"Mau, ya?"
Niki pun mengangguk.
Suasana kembali hening, hanya terdengar samar suara-suara dari beragam arah. Niko memejamkan mata, menikmati suasana, membayangkan kenangan lama ketika dia dan Niki masih kecil.
Dulu, saat keduanya masih hanya memikirkan bermain, sering terlibat banyak kegiatan menyenangkan. Tanpa ada ego, tanpa ada cemburu, apalagi cinta.
Rasanya Niko ingin mengutuk hatinya.
"Nik ...." Semua kata-kata kembali ditelan, padahal Niki sudah mantap ingin menanyakan hal ini. Namun, entah mengapa tiba-tiba muncul keraguan segede gaban di hatinya.
"Paan?" Nada bicara Niko memang terdengar malas, tetapi matanya terfokus hanya pada Niki. Cewek itu terlihat sedang menahan sesuatu. Alis kirinya terangkat, penasaran.
Tanpa sadar, kedua kaki Niki bergerak-gerak gelisah. Selalu begitu jika dia sedang gugup. Meski mata terfokus pada barisan kalimat di kertas, pikirannya sedang terbang entah ke mana.
"Apaan, deh?" Niko gemas sendiri. Sahabatnya kalau sudah gini, pasti akan ada hal penting yang ingin dibicarakan. Dia benar-benar penasaran setengah mati.
YOU ARE READING
Kiki-Koko
Teen FictionBersahabat dengan buaya darat tentu banyak ruginya. Namun, Nikita Zhafira Adnan tetap setia menemani Nicholas Ivander selama empat belas tahun belakangan. Meskipun dengan status itu, dirinya selalu terlibat masalah, terutama dimusuhi cewek-cewek kor...