19 - Haouse

1 1 0
                                    

'Senyum emang nggak bakal nyelesaiin masalah, tapi cukup ampuh buat ringanin beban di hati.'

***

Dibuat menunggu itu memang melelahkan, tetapi kalau digantikan dengan seseorang yang lebih baik, ya terbilang lumayan.

Entah sudah kali ke berapa Niki celingukan ke kiri dan kanan, belakang dan depan, demi menemukan Niko. Biasanya—dan selalu—mereka pulang bareng. Meski belakangan Niki baru menyadari bahwa hal itu mulai berkurang. Dari yang dulunya tiap hari, sekarang bisanya lima sampai tiga kali per minggu.

Dipikir minum obat.

"Nik."

Seseorang memanggil, tetapi bukan Niko.

Joshua melebarkan senyum saat cewek yang entah sejak kapan berdiri di pinggir gerbang sekolah itu berbalik menghadapnya. "Perlu tumpangan?" tawarnya sambil menepuk bagian belakang jok ninja hitamnya.

Jawaban tidak langsung didapatnya karena cewek itu terlihat menimbang-nimbang dulu. Akhirnya detik demi detik terbuang percuma, tetapi Joshua tetap sabar menanti.

"Boleh?" Cewek itu bersuara, terdengar ragu-ragu sampai merambat ke wajah.

"Tentu, lah." Joshua mengangguk mantap berkali-kali. Untung helmnya berkualitas tinggi sehingga kacanya tidak langsung menjeblak turun saat dia bergerak dengan cukup bersemangat.

"Eh ... o–oke, deh," putus Niki. Dia mulai berjalan perlahan menuju belakang Joshua. Kemudian, diam sesaat sambil menatap jok penumpang. Terlalu tinggi, tetapi memang begitu gayanya.

Joshua sepertinya paham akan keraguan dan kebimbangan cewek itu. Dia melepas tangan dari setang, kemudian melepas dan memindahkan tas ke belakang punggung. "Tasnya aku pindahin, nih. Biar jadi bahan pegangan kamu," katanya tanpa melunturkan senyum.

Sepertinya seisi sekolahan tahu bahwa seorang Joshua Ghazanvar memiliki kebiasaan menyimpan tas di depan saat membawa motor.

Niki mulai naik dibantu uluran tangan Joshua. Dia menghela napas dan membetulkan poni.

"Nih, bisa pakenya?" Tangan kiri Joshua mengulurkan helm yang tadi telah dicopotnya sebelum Niki naik dari bagian jok belakang. Benda cadangan itu tidak pernah tertinggal setiap motornya dibawa pergi.

Niki mengangguk saja, lupa bahwa Joshua mungkin tidak melihat. Namun, perkiraann itu salah karena Joshua ternyata diam-diam mengamati gerak-gerik Niki sambil tersenyum tipis.

Setelah selesai memakai helm dan Niki berpegangan pada bagian tas, akhirnya motor itu meninggalkan area sekolah.

Sebenarnya agak canggung membicarakan apa pun dengan seniormu. Apalagi kalau belum mengenal dalam waktu lama dan terbilang tidak terlalu dekat. Joshua dan Niki hanya sebatas kakak dan adik kelas di sekolah.

Akhirnya, tidak ada perbincangan antara dua remaja SMA yang sedang membelah jalanan A. Yani itu. Mereka berkendara dengan kecepatan normal. Joshua tidak buru-buru membawa motor dan terutama penumpangnya.

Selama ini, dia hampir tidak pernah memberi tumpangan pada cewek mana pun di sekolah.

"Nik?" Cowok itu memanggil dengan nada kencang.

"Hah? Apa, Kak?" Niki memiringkan kepala ke kanan sambil membuka kaca helmnya.

Joshua menarik napas dulu. "Kamu nggak digangguin lagi?" Dia kembali berteriak sambil menoleh ke kanan.

Pertanyaan itu sampai dengan mulus di telinga Niki, apalagi jalanan tidak terlalu ramai. Namun, cewek itu terdiam cukup lama. Berpikir dan mempertimbangkan harus menjawab apa.

Kiki-KokoWhere stories live. Discover now