Betapa bahagianya Lea mengingat memori yang diukirnya bersama Jiani, Yasha dan Teresa sesaat setelah mereka kembali dari lokasi paling tepi dikota ini.
Alunan musik dari sebuah radio tua di dua pagi kemarin, membangkitkan semangat Lea untuk terus mensyukuri hidup, berharap suatu hari nanti ia bisa kembali menikmati semilir angin timur yang menyapanya bersama mentari pagi.
Villa yang mereka tempati dikelilingi hamparan teh hijau yang tersusun rapi bak permadani, Lea tak mampu mendeskripsikan bagaimana indahnya suasana hari kemarin.
Masih terngiang dalam ingatan tatkala ia merebahkan diri dikursi depan villa, bagaimana wangi khas daun teh memenuhi indera penciumannya. Ah suasana itu yang Lea impikan sejak dulu. Namun baru bisa tercapai saat usianya baru menginjak dua puluh tahun
Segala angan, ingatan dan senyuman itu terpaksa sirna kala menit kelima seseorang datang membuka pintu kamar apartmentnya cukup kasar dan memandang ia dengan penuh kekesalan.
Sajune sudah hadir disana, tersenyum menyeramkan dan melangkah perlahan mendekati Lea hingga membuat gadis itu menegak ludah penuh keterkejutan.
"Kemana aja dua hari kemarin?"
Mendengar pertanyaan tersebut, Lea membuang muka masih membungkam mulutnya.
"Bukannya aku udah bilang buat jangan pergi kemanapun tanpa seizin aku?"
Lea masih terdiam enggan bersuara, ia kembali memalingkan wajah seolah tak mempedulikan kehadiran Sajune.
"Kenapa masih diam? berangkat sama Jiani kan? Jawab dong Le!"
Sajune beralih mencengkeram lengan Lea, memaksa gadis itu untuk menatapnya, meminta jawaban.
Lea memberontak, kemudian ia memberanikan diri untuk membalas tatapan Sajune tak kalah menyeramkan. "Jiani sahabat gue! Dia bebas bawa gue kemanapun dan kapanpun tanpa harus minta persetujuan dari lo!" Telunjuk Lea terangkat menusuk dada Sajune mencoba menyadarkan pemuda itu agar tak terlalu jauh memegang kendali atas dirinya.
Hal yang begitu Lea benci adalah seperti saat ini, wajah Sajune tiba-tiba memelas setelah Lea membalas pemuda itu dengan bentakan yang sama.
"Tapi harusnya kamu ngerti Lea, aku gak suka!"
"Gue gak perlu pernyataan lo suka apa enggak, karena lo bukan siapa-siapa gue. Kita dari awal bukan siapa-siapa June."
Tak terima dengan ucapan Lea, Sajune kemudian menghempaskan Lea hingga membentur punggung sofa.
Lea meringis merasakan itu. Sakit, saat dirasa tangan Sajune mendorong tubuhnya sangat kasar.
"Denger aku Lea! Jiani gak ada hak buat bawa kamu pergi tanpa seizin aku!"
Jantung Lea berdetak tak tentu arah kala Sajune telah berada diatas tubuhnya. Lelaki itu semakin merapatkan diri dan mencengkeram lengan Lea erat, tak sedetikpun membiarkan ia bergerak bebas.
KAMU SEDANG MEMBACA
How Can I Love The Heartbreak (SELESAI)
FanfictionLea merasa hidupnya semakin kacau ketika Sajune mulai memperlihatkan sikap obsesifnya begitu saja, persahabatan yang mereka jalin setelah sekian lama terpaksa hancur begitu saja kala Sajune lambat laun menarik ia kedalam labirin cinta tanpa bisa Lea...