Usai menyeduh minuman dan membawa
beberapa camilan, Lea berderap hati-hati menuju ruang tengah. Disana sudah ada Jiani dan Gris tengah bersua sembari menunggunya diatas sofa."Lo liat aja deh, seberapa banyak pesan yang gue kirim sama yang lainnya ke lo. Tapi gak ada satupun yang lo bales." Celetukan itu keluar dari mulut Jiani, kebetulan sore-sore seperti ini Jiani menyempatkan datang kerumahnya bersama sang pujaan hati, Gris.
Katanya Gris yang minta untuk bertemu Lea.
"Lo tahu Le, Jiani sampe ngerengek nanyain kenapa lo gak bales pesan dia, jujur gue sampe muak ngeliatnya." ucap Gris tak lupa memutar bola matanya jengah
Lea berubah kecewa, ia merasa tak enak hati dengan Gris. "Kalian berantem karena gue? Janganlah, gue kayak pembawa sial buat orang-orang."
"Enggaklah cuma kayak yang lo tahu, dia kalau lagi mode gitu nyebelin banget." Gris mencibir diiringi tawa canda.
"Lo lagi Ji, lain kali jangan khawatirin orang berlebih." Lea mengomel sambil menunjuk sosok Jiani yang tengah memasukan sepotong cookies kemulutnya.
"Ya gimana gue gak kayak gitu, udah mikirin tentang lo ditambah lagi Sajune gak henti-henti nanyain keberadaan lo sama gue. Pusing tau gak."
Jiani membeku sejenak. "Sorry Le, gue keceplosan." ucapnya seraya menoleh dan melihat Gris tengah menghembuskan nafas kasar, membatin atas kebodohan cowok disampingnya.
Berbicara perihal Sajune, entah mengapa kala Jiani mengucapkan nama keramat itu, perasaan Lea jauh lebih berantakan sekarang. Entah ini perasaan rindu atau kesal dalam satu waktu. Lea bahkan tak pernah tahu kabar tentang pemuda itu setelah pertemuan mereka beberapa waktu yang lalu.
"Yasha kok belum sampe ya?" tanya Lea berusaha mengalihkan topik dan menghilangkan kecanggungan diantara mereka.
Padahal kalaupun Jiani menceritakan tentang Sajune tak masalah, toh nyatanya juga Lea harus berusaha sedikit demi sedikit menerima situasi membingungkan ini.
"Bentar gue coba chat lagi." balas Gris mengalihkan fokus sepenuhnya pada layar digenggaman.
Belum sampai sepuluh detik, sosok Yasha sudah sampai didepan pintu. Samar-samar Jiani, Gris dan Lea dapat melihat presensi Yasha dari ujung jendela.
Jiani siap berdiri, menawarkan dengan senang hati untuk membukakan pintu demi tuan muda Yasha.
"Biar gue yang bukain." tuturnya sebelum melangkah lebih jauh.
Yasha tersenyum manis kala pintu terbuka menampilkan ia yang tengah berdiri sembari membawa dua buah kotak berukuran sedang ditangannya. Yasha berderap masuk dan mendekati dua perempuan disofa meninggalkan Jiani didaun pintu.
"Hai Gris, Le!" sapa Yasha masih mengukir senyum diwajah.
Gris hanya mengangguk dan membalas sapaan Yasha dengan senyuman yang sama.
"Lo apa kabar Le? selama disana lo gak ngelakuin yang aneh-anehkan?"
Lea spontan menggeleng, dia tidak sebodoh itu untuk melakukan sesuatu yang berbahaya untuk dirinya sendiri.
"Gak lah gila, malah kalau disuruh milih gue lebih baik tinggal disana."
"Janganlah, kepergian lo tuh bikin ketar ketir orang lain tau Le. Dihubungin susah, nanya ke Jiani kemana lo pergi dia malah jawab gak tahu."
"Loh gue emang gak tahu, orang Lea sama Mamanya aja gak kasih tahu gue mereka bakal pergi kemana." serobot Jiani tak mau disalahkan.
Yasha mendelik kesal. "Bener gitu Le?"
"Iya, kan namanya juga mau ngilang bentar dari orang-orang."
"Ya gak hilang bak ditelan bumi juga dong Le."
Lea tak menanggapi lebih lanjut perkataan Yasha, fokusnya berhasil direnggut oleh dua buah kotak yang sedari tadi berada dipangkuan Yasha.
"Itu apa Yash?" Lea bertanya dengan alis terangkat.
Seolah baru sadar Yasha menepuk kotak tersebut dan memindahkannya keatas meja.
"Oh iya, ini kayaknya cokelat atau cake gak taulah pokoknya ini titipan dari Sajune, katanya dia takut buat nyamperin lo makanya tadi siang pas dikampus dia nitip ini sama gue."
"Kok dia tahu Lea udah pulang?" Gris bertanya dengan hati yang setengah dongkol.
"Kan gue yang kasih tahu, kesel gue liat dia suka tiba-tiba datang dan curhat sampe muak liatnya."
Gris menurunkan bahu kecewa, dari Jiani dan Yasha keduanya tak ada satupun yang bisa ia percaya untuk diajak kerjasama.
"Kenapa lo kasih tahu dia Yasha? kan kita udah sepakat buat gak nyeritain orang itu didepan Lea." lirih Gris perlahan berubah merajuk.
Lea tersenyum demi menyudahi situasi ini, ia mengisyaratkan Gris dan Yasha untuk percaya bahwa ia tak apa.
"Gapapa kok Gris, kenapa harus gak ngebahas Sajune?"
"Ya kan supaya lo cepet move on Le."
Lea lantas terkekeh mendengar jawaban dari mulut Gris. "Ya Tuhan, gue bahkan gak naruh rasa sama dia."
"Tapi gue gak sebodoh itu buat liat gerak-gerik aneh lo saat sama June Le."
Lea membeku sejenak. "Aneh gimana nih? perasaan biasa aja."
"Terserah lo Lea, tapi tolong kalau Sajune ngajak lo temenan lagi jangan mau ya."
Dihadapan Gris, Lea mengangguk meyakinkan. Dua orang lainnya memilih menyimak, tak lagi ikut campur demi tidak mengeruhi suasana.
Mendengar perkataan Gris, secara tak sengaja ingatan Lea terlempar pada satu sosok yang mempengaruhi hidupnya.
Teresa dulu seperti ini, selalu mengingatkan Lea untuk menjauhi Sajune dan menolak semua permintaan dan perintah pemuda itu yang selalu sekenanya. Dan mungkin segala tindakan Lea salah dengan menuruti apa yang Sajune inginkan karena rasa simpati dan tak enak hatinya.
Atau mungkin karena Lea bodoh yang selalu memilih jatuh kembali, termakan bujuk rayu Sajune sipelaku pengobrak-abrik ruang hatinya.
Teresa, siapa yang tak rindu gadis itu. Lea bahkan tak ingat terakhir kali ia berbagi tawa dengan Teresa tentang apa. Lea kira, setelah kepulangannya tempo hari, Teresa akan datang menemuinya dan memberikan satu pelukan hangat sebagai ucapan selamat datang kembali.
Namun semua pikiran dan keinginannya lagi-lagi harus bertolak belakang, Lea merasa semakin jauh dan tak tahu sampai kapan jarak ini akan terasa begitu menyakitkan.
Double update^^
KAMU SEDANG MEMBACA
How Can I Love The Heartbreak (SELESAI)
FanfictionLea merasa hidupnya semakin kacau ketika Sajune mulai memperlihatkan sikap obsesifnya begitu saja, persahabatan yang mereka jalin setelah sekian lama terpaksa hancur begitu saja kala Sajune lambat laun menarik ia kedalam labirin cinta tanpa bisa Lea...