thirty four

154 27 1
                                    

Perempuan berbandana hitam itu mendengus kecewa, ia kehilangan jejak Sajune saat tiba dihalte kota

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perempuan berbandana hitam itu mendengus kecewa, ia kehilangan jejak Sajune saat tiba dihalte kota. Lea tak kehilangan arah, satu-satunya hal yang terpikir dalam kepalanya adalah Sajune benar-benar pulang kerumah.

Ragu sempat menyelimut kala Lea telah tiba didepan rumah pemuda itu setelah berjalan sekitar dua puluh meter dari jalan raya.

Ia diam selama beberapa saat, seolah tak kuasa untuk mengetuk pintu dihadapannya. Lea memilih menenangkan hati sejenak, menarik nafas, lalu membuangnya dan meyakinkan diri sendiri bahwa semua akan baik-baik saja.

"Loh Lea?" suara lembut tersebut bukan milik Sajune, Lea tentu mengenali pemiliknya siapa. Ia mengerjap selama beberapa saat sebelum tersenyum canggung.

"Tante, maaf Lea datang kesini sore-sore."

Wanita dihadapannya saat ini adalah Tante Airin, Ibunda Sajune. Wanita karir yang seringkali menghabiskan waktu diluarkota untuk mencari uang demi menghadapi keluarga mereka.

Pertemuannya dengan Lea masih bisa dihitung jari, saking sibuknya wanita itu.

"Gapapa Lea, tante udah lama gak ketemu kamu, kamu apa kabar?"

Gerak-gerik, dan tutur kata nan lembut itu sama persis seperti Sajune yang dulu, saat pemuda itu belum terikat dengan mantan kekasihnya, juga ketika ia belum menyadari tentang perasaan spesialnya pada Lea.

"Baik tante, tante apa kabar?"

"Seperti yang kamu lihat, tante baik-baik aja. Mau ketemu Sajune ya Le?"

Lea mengangguk membenarkan, sebelum tersenyum kecewa karena melihat perubahan wajah Tante Airin.

"Sayang banget, Sajune-nya lagi gak ada, tante gak tahu Sajune pergi kemana, bahkan dia gak ngasih tahu tante sama sekali." tutur tante Airin diakhiri dengan hembusan nafas. "Penting ya Lea?"

"Iya tante."

"Kamu nunggu disini aja sebentar mau? siapa tahu Sajune datang sebentar lagi."

Lea menggaruk tengkuk merasa tak enak hati. "Tante gapapa kalau aku nunggu Sajune disini?"

"Gapapa dong Lea, tante malah seneng kalau rumah ini kedatangan tamu, jadinya gak keliatan sepi."

Tante Airin bersemangat, begitu baiknya wanita ini, hingga menyisakan tatapan kagum dari manik Lea.

Meski waktu dikediamannya sedikit, namun Tante Airin tak pernah luput untuk memanjakan Sajune sebagai bentuk penebusan. Walau pemuda itu kadang bersikap abai karena kekesalannya terhadap sang Bunda.

"Ayo masuk Lea."

Lea tersenyum manis, perlahan memulai langkah, dan mengikuti Tante Airin untuk masuk kedalam.

"Sajune-nya udah coba kamu hubungi?" tanya Tante Airin.

"Udah tante, tapi gak aktif."

Tante Airin tampak berdiri menghadap rak dan mengambil handphone dari sana. "Tante coba tanya sama temennya ya, siapa tahu mereka lagi sama Sajune."

Lea hanya mengangguk, membiarkan Tante Airin berkutat dengan sebuah gawai sedang ia sibuk mengedarkan pandangan.

"Sambil nunggu balesan mereka, tante ambilin dulu kamu minum ya."

"Gak usah tante, gak usah repot-repot" Lea kembali menolak tak enak hati.

"Kamu ini kayak yang kesiapa aja, tante kebelakang dulu sebentar ya Lea."

Selepas itu Tante Airin melenggang pergi, menyisakan Lea sendiri dengan hati yang mulai gundah.

Waktu semakin lama berlalu, hampir dua jam Lea duduk disini bersama Tante Airin. Saling membangun obrolan demi memecahkan kesunyian dengan hati penuh harap.

Lea semakin bergerak gelisah, ini sudah hampir jam sepuluh malam, namun Sajune masih tak dapat ia hubungi. Bertanya pada Jiani, atau teman dekat difakultasnya rasanya percuma saja. Mereka benar-benar tidak tahu menahu keberadaan Sajune.

Tak apa, Lea tetap yakin untuk menunggu Sajune sampai pemuda itu datang, ia sudah izin pula sama Mama untuk pulang terlambat.

Pikiran-pikiran negatif lainnya tak jarang terus berputar dalam kepala, Lea takut Sajune pergi ketempat berbahaya, Lea takut Sajune kenapa-napa dan berbagai ketakutan lain yang selalu membuatnya bergerak tak nyaman kekanan dan kekiri.

"Udah larut banget Lea, Tante rasa Sajune gak bakal pulang dalam waktu dekat." Tante Airin menatap iba, kini wanita itu sudah duduk disamping Lea.

"Sajune benar-benar gak bisa dihubungi ya Tante? gimana sama temen-temennya?"

Tante Airin menjawab dengan gelengan kepala, "Tante kasih nomor temen deketnya Sajune saja ya Lea, nanti kamu hubungi. Siapa tahu mereka ngejawab. Pesan tante gak ada satupun yang mereka baca. Tapi sekarang kamu harus pulang dulu, Mama kamu pasti khawatir anak perempuannya gak pulang-pulang."

Lea memaksa tersenyum, lantas mengangguk lemas. "Iya tante, Mama daritadi juga nanyain aku kapan pulang. Tapi aku ada perlu penting sama Sajune."

"Kalau seandainya nanti malem Sajune pulang, tante bakalan hubungi kamu secepatnya, tapi sekarang udah larut banget Le, tante gak enak sama Mama kamu."

Kekhawatiran itu, bukan hanya dirasakan oleh Lea seorang, Tante Airin juga begitu.

Naluri seorang ibu mana yang tidak mengkhawatirkan putra semata wayangnya belum juga pulang selarut ini?

Lea hanya bisa mengangguk pasrah, bagaimanapun sebagai seorang perempuan ia tak seharusnya pulang melewati jam sembilan malam.

"Aku pulang ya Tante, maaf aku udah ngerepotin tante."

Tante Airin tersenyum seraya mengusap surai Lea. "Biar supir tante anterin kamu ya."

"Jangan tante, aku udah cukup ngerepotin tante." Tolak Lea benar-benar merasa menjadi beban bagi Tante Airin.

"Jangan nolak ya, anak perempuan gak baik pulang malem sendiri. Nanti tante kirimin nomor temannya Sajune, nomor whatsapp kamu masih yang lama kan?"

Lea mengangguk tak lupa membubuhkan senyum. "Iya tante masih kok."

Seusai menyelesaikan kalimat dan berucap terimakasih banyak pada Tante Airin, Lea benar-benar pergi selepas itu.

Jika saja waktu tak mengingatkan segalanya, mungkin Lea akan tetap ada disana sampai Sajune pulang, sampai ia dapat memperbaiki hubungan mereka yang rumit.

Sepanjang perjalanan menuju kekediamannya, Lea hanya bisa memejamkan mata berusaha mengenyahkan pikiran buruk tentang Sajune, dan tentang apa yang pemuda itu lakukan sekarang. Lea benar-benar khawatir sampai tubuhnya merasa remuk tak bersisa.

 Lea benar-benar khawatir sampai tubuhnya merasa remuk tak bersisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
How Can I Love The Heartbreak (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang